Masa Depan Pangan Tergantung Air, Karena Itu Masyarakat Bali Harus Dukung WWF
Bali – Berbicara masalah pangan tidak bisa terlepas dari sektor pertanian secara luas. Terkait sektor pertanian fokus tidak lepas dari tiga aspek penting yaitu tanah, air, dan lingkungan sekitarnya (suhu, penyinaran, kelembaban, cuaca, dll). Lepas dari ketiga aspek tersebut budaya pertanian di Bali sejak dahulu kala sudah menetapkan bagaimana pola pemeliharan, perawatan dan pengaturan air ini yang kita kenal dengan istilah Subak. “Lalu apakah apakah kearifan lokal Bali yang kita warisi pakem-pakemnya dan standar operasionalnya bisa terus dilestarikan. Tentunya akan mengalami pergeseran seiring dengan tuntutan pola ruang wilayah, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan jumlah penduduk yang harus mengorbankan pola ruang hijau sebagai “tabungan” sumber resapan air,” demikian disampaikan Praktisi Pertanian Terintegrasi, I Ketut Darmawan, S.Pt, M.Si di Denpasar, Sabtu 18 Mei 2024. Hal ini menjawab mengapa masyarakat Bali harus mendukung berlangsungnya World Water Forum (WWF) di Bali, dari 18 – 25 Mei 2024. Fenomena air di Bali ini tentu akan menjadi salah satu bahan diskusi para peserta WWF dari berbagai negara, dengan perhatian yang sama tentang tata kelola air dan mencari solusi yang timbul sebagai fenomena alam dan kemajuan dunia saat ini yang telah menggunakan air secara lebih masif. Menurut Darmawan yang juga aktivis lingkungan, air identik sekali dengan bidang pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan. Ada tananam/ternak sebagai pemakai air, ada juga tanaman sebagai penghasil air. Air merupakan komponen utama dalam proses fotosintesis yang merupakan proses tanaman menghasilkan makanan mereka sendiri. Tanaman, lanjutnya, memerlukan air untuk mengangkut nutrisi dari tanah dan melakukan proses fotosintetik yang mendukung pertumbuhan. Dalam produksi pangan, air merupakan salah satu unsur yang sangat penting. Air menjadi faktor kunci keberlanjutan pertanian dimana apabila air tidak tersedia maka produksi pangan dapat terhenti. Produksi pangan berhenti otomatis mengancam ketersediaan makanan bagi manusia. “Lalu kita mau berbuat apa. Khusus dalam bidang pertanian, pengairan tanaman dikenal dengan istilah irigasi. Irigasi merupakan sistem untuk mengairi lahan dengan cara membendung sumber air,” ujarnya. Lebih lanjut, Darmawan menjelaskan bahwa irigasi banyak ditemukan di daerah pedesaan yang terdapat banyak area persawahan. Adapun manfaat air dalam bidang pertanian, yaitu antara lain menyuburkan tanaman seperti sawah, perkebunan dan lainnya. Aliran yang ada di sawah merupakan bagian dari siklus hidrologi, yang terjadi secara terus menerus sepanjang tahun. Oleh karena itu sawah sangat membutuhkan aliran air, baik dari air irigasi, air hujan dan lainnya. “Manfaat kedua yaitu mensuplai kecukupan air. Ketersediaan air sangat berpengaruh besar terhadap bidang pertanian. Jika air cukup maka akan meningkatkan produksi pertanian. Jika kekurangan air maka tanah menjadi retak-retak, akan terjadi kegagalan panen,” tambahnya. Darmawan menyebut, tidak dipungkiri untuk menghasilkan pangan utama yaitu beras harus diawali dengan pengolahan tanah dengan bantuan air. Air berfungsi memudahkan pengelolaan tanah. Air jelas membantu petani dalam pengolahan tanah. Lewat proses pembajakan, tanah bisa diolah secara lebih merata. Air berperan membawa nutrisi/pupuk ke kapiler tanah, fungsi ini dikenal dengan penyerapan pupuk oleh tanaman, air memudahkan pemakaian pupuk. “Setelah unsur hara diserap oleh akar, air juga membantu mengangkut semua unsur hara ke seluruh organ tanaman. Air juga sangat membantu memperlancar metabolisme pada proses fotosintesis tanaman lalu mengangkut hasilnya ke seluruh tubuh tanaman,” jelasnya. Fakta di lapangan sekarang, air kurang bisa dihormati sebagai “nyawa” bagi tanaman, ternak, ikan, lingkungan, dan manusianya sendiri. Air banyak kita lihat dicemari oleh limbah-limbah industri, sampah rumah tangga, limbah rumah tangga dan limbah UMKM. Menurut Darmawan, perlu ketegasan penegakan aturan yang harus dijalankan demi menyelamatkan seluruh mahluk yang ada di bumi. Jika air kita sudah teracam bagaimana nasib pertanian dan mahkluk yang ada di pulau ini. Penyadaran perawatan sumber air, menjaga sungai dari sampah, memanfaatkan air sebijak mungkin adalah slogan-slogan yang harus dipaku dalam setiap pola laku individu yang menghuni bumi ini. “Konsep Tri Hita Karana, terutama menjaga lingkungan Bali harus disosialisasikan oleh penyuluh agama di seluruh banjar-banjar di Bali dan wajib diaplikasikan di masyarakat,” tuturnya. Bisnis air yang memanfaatkan sumber-sumber air di hulu juga harus di kawal ketat, supaya subak-subak kita kita di hilir juga kebagian air untuk produksi pangan.