Polemik PolitikWarta Strategis

Masjid Itu Tempat Ibadah, Bukan Ajang Panggung Politik

Oleh :  Agung Suwandaru )*

Tempat ibadah seperti masjid sudah sepatutnya menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan spiritual masyarakat, bukannya sebagai tempat politik praktis yang dapat mengoyak persatuan bangsa.

Masjid sebagai rumah Allah merupakan tempat yang semestinya digunakan untuk merekatkan ukhuwah antar jamaah, hadirnya politik praktis tentu akan menodai fungsi utama dari masjid.

Takmir masjid memiliki peran untuk menyampaikan pesan kedamaian dan menumbuhkan sikap toleran terhadap perbedaan. Tentu jangan sampai perbedaan pandangan politik membawa sumber permasalahan, sejatinya pemilu adalah wujud dari semangat berdemokrasi, bukan menebar kebencian dan caci maki.

Kasus politisasi tempat ibadah pernah terjadi belakangan ini, dimana selebaran berisi tulisan yang mengatasnamakan buletin dakwah Dewan Masjid Indonesia cabang ciracas beredar di masyarakat.

Isi selebaran tersebut memuat tulisan bertema “Tahun Semangat Baru untuk Pemimpin Baru.” Pihak DMI ciracas tersebut menganggap bahwa munculnya selebaran materi dakwah itu sebagai tulisan yang membahas mengenai politik.

Parahnya buletin Dakwah DMI cabang Ciracas ini tidak mencerminkan visi  misi, maupun pandangan DMI, tetapi pikiran dari oknum yang mencoba menunggangi DMI untuk kepentingan pribadi dan politik.

Menteri Agama Lukman Hakim juga mengeluh akan maraknya tempat – tempat ibadah yang seharusnya menyemai semangat beribadah dan kedamaian, justri menjadi basis timbulnya perpecahan dan kebencian karena alasan politik.

 “Jangan merperalat agama, jangan memanipulasi dan mengeksploitasi agama dalam pengertian sisi luarnya itu untuk digunakan sebagai faktor pembenar atau kepentingan politik praktis, hal ini dilakukan demi mengembalikan esensi agama kepada ajaran agama yang sesungguhnya.” Ujar Lukman.

Semogoa para ulama, ustaz dan juga kyai bisa menuruti dan melaksanakan apa yang dikatakan oleh Pak Menteri Agama. Karena masyarakat memang sudah banyak yang muak dengan materi politik yang bergema dari mimbar – mimbar dakwah masjid.

Niat hati tentu ingin mengarahkan segenap jiwa pada Ka’bah di Masjidil Haram, namun dalam tahun politik ini, jamaah masjid bisa saja digiring untuk kepentingan politik.

Jika kita mengenang di masa lalu, tentu kita masih bisa membedakan antara ceramah – ceramah almarhum KH Abdurrahman Wahid di mimbar masjid yang menegaskan bahwa ajaran – ajaran Islam sejalan dengan cita – cita liberasi sosial dan demokrasi, dengan kalangan ulama yang menganjurkan politisasi masjid sambil merangkul kelompok yang selama 32 tahun menjadikan kekayaan keluarganya, koleganya dan para pendukung – pendukungnya.

Sayangnya, pada saat ini masih begitu jarang contoh teladan praksis tentang keterhubungan antara masjid, agama dan politik yang mengabarkan cita – cita solidaritas dan emansipasi. Namun begitu banyak contoh – contoh politisasi masjid untuk kepentingan penyebaran kebencian dan memperkuat posisi politik dari kalangan elit bisnis politik para penjarah.

Ancaman nyata akan munculnya politisasi masjid ialah terpecahnya umat hanya karena perbedaan pandangan politik, masjid sudah semestinya menjadi tempat yang menyejukkan dan menentramkan jiwa, bukan lantas sebagai panggung untuk mendulang suara dengan menjatuhkan lawan politik. Parahnya politikus yang ingin menjadikan masjid sebagai panggung kampanye politik, mereka dengan santainya mengutip sebagian ayat – ayat dan hadist nabi untuk mendukung kepentingan mereka.

Ancaman selanjutnya ialah lenyapnya makna kesucian masjid itu sendiri. Politisasi masjid merupakan sebuah bentuk kejahatan yang nyata, karena orang yang menggunakan masjid sebagai panggung kampanye berarti telah memanipulasi masjid demi kepentingannya sendiri.

Kita semua pastinya berharap agar tidak ada kericuhan politik lagi yang sudah dimulai dari dalam masjid, karena masjid merupakan tempat ibadah yang suci bagi umat Muslim, oleh karena itu sudah sepantasnya kita berperan untuk menjadikan masjid dan wilayahnya terbebas dari segala bentuk politisasi masjid.

Politisasi masjid berimplikasi pada dua hal. Di satu sisi tindakan tersebut tak pelak merupakan ancaman serius bagi demokrasi bangsa. Keterlibatan unsur agama dalam politik praktis terbukti telah memunculkan banyak hal negatif, mulai dari diskriminasi, potensi perpecahan dan gesekan sosial yang mengakibatkan renggangnya tali persaudaraan.

Islam tidak mengajarkan umatnya untuk anti terhadap politik. Sejarah mencatat bahwa Islam merupakan agama yang politis. Namun, corak politik yang dimainkan islam bukanlah corak politik kekuasaan yang menghalalkan segala cara demi meraup suara. Politik Islam adalah politik tingkat tinggi yang berorientasi pada kemanusiaan.

Seluruh umat muslim di Indonesia sudah seyogyanya mengembalikan fungsi masjid untuk kepentingan ibadah dan dakwah, serta membangun semangat toleransi dikalangan masyarakat. Sudah saatnya umat Islam berhenti membahas politik praktis di masjid, yang nyatanya hal tersebut lebih membawa kemudharatan daripada kemaslahatannya.

Bagaimanapun caranya masjid harus kembali menjad tempat yang steril dari berbagai unsur politik praktis tertentu. Hal ini dikarenakan jamaah yang ada di dalam masjid berasal dari beragam kelompok umat islam, bukan dari kalangan kaum partisan pendukung parpol ataupun paslon tertentu. Sehingga para takmir masjid dan jajarannya perlu menyadari akan adanya kompleksitas umat islam.

Mengembalikan masjid menjadi tempat ibadah yang murni adalah PR besar umat Islam saat ini. Biarkan para politisi bertarung di lapangannya. Jangan biarkan masjid menjadi ranah pertarungan politik.

)* Penulis adalah pemerhati sosial dan politik

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih