Masjid Terpapar Radikalisme, Benarkah?
Oleh : Raditya Rahman )*
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT telah melakukan verifikasi terkait temuan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) tentang 41 masjid di lingkungan kantor pemerintahan yang terpapar radikalisme.
BNPT telah menurunkan tim untuk memverifikasi temuan tersebut dengan melihat kondisi lapangan di masjid – masjid tersebut. Selain itu tim dari P3M juga telah mempelajari indikator yang digunakan oleh P3M.
P3M sebelumnya telah menemukan 41 masjid di lingkungan kementrian dan BUMN yang terpapar radikalisme. Survei tersebut dilakukan terhadap kegiatan khotbah yang disampaikan oleh beberapa penceramah di Masjid tersebut.
Penelitian dilakukan pada 35 masjid di kementrian, 37 masjid di BUMN dan 28 masjid di lembaga negara. Penelitian dilakukan dengan cara merekam secara audio dan video khotbah jumat selama periode tersebut.
Peneliti P3M, Agus Setia Budi menuturkan topik konten radikal yang paling banyak di masjid – masjid tersebut menyangkut pada ujaran kebencian, yaitu sebesar 73,6%. Selain ujaran kebencian, topik – topik itu adalah sikap positif terhadap khilafah, sikap negatif terhadap minoritas, sikap negatif terhadap agama lain, sikap negatif terhadap pemimpin perempuan, serta kebencian pada minoritas.
Sikap negatif terhadap agama lain menjadi konten radikal tertinggi kedua dengan persentasi 21,17 %. Adapun topik lain seperti sikap positif terhadap khilafah di angka 18,15 %, sikap negatif terhadap minoritas 7,6 %, kebencian pada minoritas 2,1 % dan sikap negatif terhadap pemimpin perempuan 1,1 persen.
Menurut Agus, beberapa topik ceramah yang disampaikan di masjid – masjid ini, seperti provokasi kaum kafir menyerang muslim, provokasi konspirasi Islam diserang berbagai kekuatan dan provokasi bahwa umat Islam dimusuhi dan diperangi. Ujaran kebencian lain juga seperti menghina orang kafir, menghina orang yang tidak percaya Allah dan menghina orang yang ziarah kubur.
Badan Intelijen Negara atau BIN sebelumnya melakukan pendekatan dan pengawasan terhadap puluhan penceramah yang berpotensi menyebarkan paham radikalisme. Pendekatan dan pengawasan dilakukan setelah ditemukannya 41 masjid di lingkungan kantor pemerintahan yang terpapar paham tersebut.
Penyuluhan terhadap takmir dirasa penting, alasannya agar takmir dapat memilih penceramah yang tidak menyebar provokasi radikalisme. Sehingga penting bagi takmir masjid untuk memiliki literasi keagamaan ketika hendak mengundang penceramah.
Menindaklanjuti hal tersebut Kemenag juga menjadikan isu radikalisme sebagai fokus pemerintah. Hal ini dikarenakan salah satu visi menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin untuk mengatasi radikalisme adalah dengan prinsip moderasi beragama.
Juru bicara BIN Wawan Hari Purwanto, mengatakan hingga saat ini lembaganya masih memberdayakan secara intensif para penceramah tersebut hingga tidak lagi menyampaikan paham radikalisme. Pembinaan tersebut mulai dari pendekatan hingga literasi agar ceramah yang disampaikan berisikan pesan – pesan atau konten yang menyejukkan.
BIN juga telah berkoordinasi dengan lembaga dan organisasi terkait, seperti Kementrian Agama, Majelis Ulama Indonesia hingga Dewan Masjid Indonesia dalam pemberdayaan dan pembinaan kepada pengelola masjid dan puluhan penceramah yang terpapar radikalisme.
Wawan juga menyebutkan bahwa penyebaran konten radikalisme tersebut terbagi dalam tiga kategori. Mulai dari kategori rendah untuk konten yang masih bisa ditolerir, kategori sedang untuk konten yang harus disikapi sampai pada kategori tinggi untuk konten yang sudah berisikan ceramah berbau perang atau mendorong gerakan ke arah ISIS.
Hingga saat ini BIN masih melakukan pemberdayaan secara intensif sampai para penceramah tersebut tidak lagi menyampaikan ceramah yang memuat unsur paham radikalisme.
Dalam hal ini tentu yang patut menjadi sorotan adalah materi ceramahnya, masyarakat juga sebaiknya lebih berhati – hati apabila terdapat ceramah yang bernada provokasi ataupun ajakan untuk bersikap positif terhadap khilafah maupun intoleransi terhadap kaum non-muslim.
Dari hasil penelitian tersebut tentu keberadaan masjid yang berada di lingkungan kementrian dan BUMN perlu dijaga dari penyebaran paham radikalisme termasu ujaran kebencian terhadap kalangan tertentu.
Upaya preventif sejak dini juga perlu diupayakan agar penyebaran paham radikalisme di masjid – masjid dapat dicegah. Salah satunya adalah memberdayakan para penceramah / Da’i untuk dapat memberikan ceramah yang menyejukkan dan melawan paham radikal di masyarakat.
Adapun kriteria paling sederhana dalam memilih dai adalah mereka yang tidak alergi dengan perbedaan. Kategori ini bisa dijadikan satu elemen terpenting untuk menyaring para penceramah, agar jangan sampai khutbag berubah menjadi orasi yang menebarkan benih – benih intoleransi, ataupun provokasi kebencian.
Pada hakikatnya khutbah adalah menyampaikan nasihat dan mengajarkan kebaikan kepada kaum muslimin. Mengajak orang Islam untuk mengaplikasikan ajaran agama yang ramah dan penuh hikmah. Bukan agama yang mengajarkan perpecahan. Menyampaikan keteladanan yang dilakukan oleh Rasulullah, sahabat dan Ulama – ulama terdahulu ataupu mengabarkan kearifan para pewaris agama dalam kesehariannya.
Apabila terdapat tempat ibadah seperti masjid yang telah terindikasi dimasuki orang – orang dengan paham yang tidak sesuai dengan NKRI, harus dilakukan langkah – langkah konkret untuk meminimalisir dampak negatifnya. Dimulai dengan pendekatan kepada kelompok – kelompok tersebut dan pemberian pemahaman tentang kekeliruan – kekeliruan mereka dalam memahami teks agama.
Takmir masjid juga seyogyanya memberikan aturan bagi para khatib, misalnya, hal apa yang boleh disampaikan dan terlarang dilakukan. Sehingga khutbah yang dilakukan benar – benar efektif mengajarkan agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Dakwah bermuatan positif dan disampaikan dengan santun, tentu menjadi alternatif yang perlu dioptimalkan oleh masjid – masjid pemerintahan. Kerja sama antar pemerintah. Kerjasama antar pemerintah dan ormas Islam moderat juga perlu diharmoniskan, agar perjuangan untuk melawan radikalisme berbasis masjid bisa menguat.
)* Penulis adalah Pemerhati sosial Politik