Masyarakat Beradab Tak Hujat Pemimpin, Pentingnya Saling Menghargai dalam Kesantunan
Oleh : Rere Gunawan )*
Masyarakat yang beradab tidak akan pernah menghujat pemimpinnya dan senantiasa mencerminkan sikap saling menghargai dalam kesantunan. Hal tersebut menunjukkan bagaimana adat nilai-nilai ketimuran yang memang identik dengan bangsa Indonesia.
Cerminan masyarakat beradab yakni mereka yang mampu senantiasa terus menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk kemampuan untuk berperilaku santun, utamanya ketika berhadapan dengan pemimpin.
Meski terkadang terdapat perbedaan pandangan atau kebijakan yang kurang setuju, namun hendaknya masyarakat yang beradab itu tidak akan pernah menghujat atau bahkan mencaci maki pemimpin mereka.
Pasalnya, dengan menghujat justru hanya akan merendahkan diri sendiri dan semakin merusak hubungan sosial dalam tatanan masyarakat. Sebaliknya, dengan memiliki cara-cara yang lebih bijaksana dan konstruktif dalam menyampaikan kritik, maka akan terwujud stabilitas bangsa.
Akhir-akhir ini, terdapat sebuah upaya dari segelintir kelompok atau pihak yang sama sekali tidak bertanggung jawab berusaha untuk mendiskreditkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) beserta keluarganya.
Salah satu yang menjadi sasaran yakni adanya tudingan kepada Kaesang Pangarep, yang dituduh menerima gratifikasi dalam bentuk penggunaan pesawat jet pribadi untuk pergi ke Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu bersama istrinya. Bukan hanya itu, namun Kaesang juga dituding sempat menghilang dan tidak kunjung melakukan klarifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait hal tersebut.
Jelas sekali bahwa seluruh tudingan tersebut tersebar tanpa ada dasar yang jelas, dan menjadi contoh dari perilaku tidak beradab yang sangat merusak kepercayaan publik dan mengganggu keharmonisan masyarakat.
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (Ketum PSI) itu sama sekali tidak memiliki kewajiban untuk melakukan klarifikasi apapun kepada KPK, apalagi terkait dengan tudingan gratifikasi karena memang dia bukan pejabat publik atau penyelenggara negara.
Maka sudah jelas bahwa secara hukum dia tidak terkait dengan seluruh hal tersebut. Lebih dari itu, adanya berita bahwa Kaesang menghilang sendiri sama sekali tidak benar, karena sejak tanggal 28 Agustus 2024 lalu dia sudah berada di Jakarta dan langsung terlibat dalam berbagai kegiatan di Kantor DPP PSI untuk memimpin agenda rapat.
Terbukti, bahwa pada hari Rabu (4/9) sore hari, dirinya tiba di Kantor DPP PSI Jakarta Pusat. Kemunculannya sebagai bukti nyata bahwa memang Ketum PSI itu sebenarnya sama sekali tidak menghilang sebagaimana isu yang beredar di media sosial.
Secara terpisah, Sekjen PSI, Raja Juli Antoni juga menegaskan sekaligus membantah keras berita miring yang menceritakan bahwa seolah Kaesang menghilang, padahal nyatanya sudah berada di Jakarta sejak 28 Agustus 2024.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI, Benny K Harman menilai bahwa KPK sama sekali tidak perlu melakukan panggilan kepada Ketum PSI itu karena memang dirinya sama sekali bukan sebagai penyelenggara negara.
Dengan demikian, menjadikan tidak ada keterikatan dengan aturan sebagaimana yang berlaku untuk para pejabat publik. Kaesang tetap saja seorang yang swasta, sehingga misalnya dia hendak menyewa jet pribadi sekalipun, maka seluruhnya menjadi hak miliknya dan tidak perlu ada KPK di sana.
Senada, Wali Kota Medan, Bobby Nasution juga turut mengkiritk dan menanyakan balik mengapa KPK hendak melakukan panggilan kepada Kaesang untuk berklarifikasi padahal statusnya sama sekali bukan sebagai pejabat publik.
Adanya penyebaran isu tersebut tidak hanya merupakan upaya serangan secara personal saja, tetapi juga berupaya untuk menciptakan ketidakpercayaan di tengah masyarakat. Karena menjadikan Kaesang yang sebenarnya memiliki hak sebagai warga negara untuk beraktivitas tanpa dipermasalahkan, namun mendapatkan tuduhan tidak berdasar.
Berbicara mengenai masyarakat beradab, hendaknya mampu terus menjaga kehormatan dan martabat dengan tidak menghujat pemimpin ataupun keluarganya dan siapapun dengan tuduhan yang tidak berdasar.
Sebagai masyarakat beradab, seharusnya mampu memahami bahwa kritik hendaknya disampaikan secara konstruktif, dan bukan justru melalui hujatan atau fitnah, karena sikap demikian hanya menunjukkan ketidakintegritasannya seseorang.
Masyarakat yang beradab tidak akan menghujat pemimpin termasuk siapapun, apalagi dengan menggunakan tuduhan yang sama sekali tidak berdasar. Terlebih, sejauh ini memang seluruh tuduhan terhadap Kaesang Pangarep sama sekali tidak terbukti kebenarannya, dan penyebaran berita hoaks itu hanya menciptakan sebuah kegaduhan yang tidak perlu terjadi sebenarnya.
Sebaliknya, masyarakat yang bijak akan selalu mengedepankan kesantunan dan saling menghargai dalam berinteraksi, utamanya dalam menjalankan kritik terhadap pemimpin. Kesantunan dan saling menghargai sendiri bukan hanya sebagai tanda masyarakat beradab, tetapi juga kunci penting untuk menjaga keharmonisan sosial, persatuan dan stabilitas negara.
Dalam suasana politik yang semakin kompleks, terlebih menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 seperti sekarang ini, maka sikap saling menghargai dalam kesantunan adalah menjadi landasan sangat penting untuk dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh warga negara.
)* Penulis adalah Pengamat Isu Politik