Masyarakat Harus Waspadai Penyebaran Faham Radikal
Jakarta – Seluruh elemen masyarakat harus mampu untuk terus meningkatkan kewaspadaan mereka terkait penyebaran paham dan ajaran radikal, yang mana nanti akan bermuara pada ekstrimisme hingga terorisme. Utamanya dalam maraknya penggunaan media sosial di jaman sekarang.
Penyebaran paham dan ideologi radikal atau biasa juga dikenal dengan radikalisme terkait apapun, utamanya adalah mengenai agama memang masih menjadi ancaman yang serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bagaimana tidak, pasalnya memang paham radikalisme sendiri dapat menjadi embiro akan lahirnya ekstrimisme dan bahkan juga tindak terorisme.
Maka dari itu, sangat dibutuhkan peran dan juga perhatian dari semua pihak dalam upaya untuk bisa menangkal ancaman tersebut, utamanya adalah di tengah tantangan akan era keterbukaan dan mudahnya untuk mengakses segala bentuk informasi seperti maraknya penggunaan internet dan media sosial seperti sekarang ini.
Mengenai hal tersebut, Direktur Eksekutif Jaringan Muslim Madani (JMM), Syukron Jamal mengemukakan bahwa memang di era industri 4.0 yang ditandai dengan adanya semakin deras arus informasi, maka terdapat sebuah fenomena baru, yakni terjadinya pergeseran penyebaran paham dan juga pemikiran pada dunia digital.
Tidak bisa dipungkiri pula bahwa memang di media sosial kini menjadi sebuah arena akan pertarungan ideologi dan juga paham yang sama sekali tidak terkecuali di dalamnya ada pertarungan akan paham keagamaan. Hal itu terkadang disusupi pula oleh pihak-pihak yang hendak menyebarluaskan paham radikalisme dengan menggunakan pertarungan informasi di media sosial.
Menurut Syukron Jamal, saat ini salah satu penyebaran ideologi yang masif adalah ideologi keagamaan. Dirinya melihat bahwa memang terdapat banyak sekali penyebaran akan ideologi keagamaan di internet dan media sosial, yang mana terkadang bahkan bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri seperti halnya penyebaran radikalisme, ekstrimisme bahkan juga terorisme menurutnya begitu nyata masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan dalam berbangsa dan bernegara di era sekarang.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif JMM tersebut mengingatkan bahwa memang ideologi pemurnian akan keagamaan dengan menggunakan pendekatan yang radikal merupakan salah satu ancaman yang sangat serius bagi keberlangsungan suatu bangsa. Sehingga hal tersebut perlu untuk disikapi dengan bersama-sama oleh semua elemen masyarakat di Indonesia.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa santri merupakan sosok garda terdepan dalam rangka mampu untuk terus memberikan kampanye akan ajaran Islam yang moderat untuk bisa melawan wacana terkait gerakan paham intoleransi, radikalisme, ekstrimisme hingga terorisme di Tanah Air.
Santri memang harus bisa untuk menangkal serta mencegah ideologi keagamaan yang mengajak orang kepada paham intoleransi, radikalisme, ekstrimisme dan terorisme tersebut. Syukron Jamal memberikan perbandingan bahwa kalau jaman dulu para ulama datang ke Indonesia untuk bisa mengislamkan masyarakat luas, namun justru di jaman sekarang, mereka para pembaharu malah datang ke Tanah Air dengan terus mengkafirkan yang sudah Islam.
Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al Hikam, Muhammad Nafi mengungkapkan bahwa peran para santri wanita pun juga tidak bisa dipungkiri posisinya yang sangat penting, utamanya dalam dalam melahirkan generasi penerus bangsa dalam mengjaga keutuhan NKRI.
Baginya, santri wanita menjadi prioritas untuk bisa diberikan wawasan kebangsaan, karena peran wanita memang sangatlah penting sebagai seorang Ibu dalam melahirkan generasi terbaik bangsa. Ibu juga bahkan dikatakan sebagai sosok guru pertama bagi sang anak, utamanya adalah ketika di rumah.
Di sisi lain, Kasubdit Kontra Naratif, Direktorat Pencegahan Densus 88 Polri, Mayndra Eka Wardhana menjelaskan bahwa saat ini jaringan teroris memang sudah sangat terbuka dan bahkan mereka tidak sungkan lagi, termasuk mereka sudah tidak tertutup lagi seperti pada jaman dulu tatkala upayanya ketika hendak melakukan perekrutan anggota barunya.
Mayndra Eka Wardhana membandingkan bagaimana pergerakan jaringan radikalisme jaman sekarang dan jaman dulu. Menurutnya semenjak di era Parawiyanro yang memimpin JI, maka perekrutan kader teroris dilakukan lebih dengan cara terbuka dan juga sangat berbanding terbalik tatkala JI masih dipimpin oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir yang mana kala itu perekrutan anggota baru dilakukan secara diam-diam.
Anggota Densus 88 Polri itu juga kembali mengingatkan bahwa gerakan paham radikal memang sudah sangat masif terjadi dan juga marak bahkan kini hingga menyasar ke berbagai kampus di Indonesia. Mereka juga diketahui sejak tahun 2010 silam telah menggunakan banyak media sosial seperti FB, Twitter, Instagram hingga Tiktok. Sehingga penyebaran paham dan ajaran radikal yang bisa menjurus kepada ekstrimisme, bahkan hingga sampai kepada terorisme memang patut sekali untuk terus diwaspadai oleh segenap elemen masyarakat Indonesia, utamanya di era penyebaran informasi dan luasnya penggunaan internet serta sosial media seperti jaman sekarang ini.