Masyarakat Mendukung Kelanjutan Otsus Papua Demi Masa Depan Gemilang
Oleh : Timotius Waker )*
Masyarakat mendukung kelanjutan Otsus Papua. Program tersebut terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan, sehingga masa depan Papua diyakini akan lebih baik.
Kekerasan di tanah Papua adalah berita buruk yang tak dapat dipungkiri. Berita tersebut tentu saja harus menjadikan evaluasi. Namun bukan berarti masyarakat Papua tidak Cinta Damai, karena bagaimanapun juga setiap insan pasti membutuhkan perasaan aman dan damai.
Pada tahun lalu, Forkopimda, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, pimpinan ormas, LSM dan pemangku kepentingan lainnya yang tergabung dalam komponen Masyarakat Papua Barat Bersatu di Arfak Convention Hall, Markas Polda Papua Barat.
Mereka menyuarakan Deklarasi Papua Barat Cinta Damai dan menolak demonstrasi yang dilakukan secara anarkis.
Deklarasi tersebut dilakukan menyusul adanya tindakan anarkis dari sekelompok pengunjuk rasa yang menolak diterapkannya Omnibus Law Undang-undang Cipta kerja di Papua Barat, termasuk sejumlah aksi anarkisme massa berbau sara dan unsur vandalisme yang sempat terjadi di beberapa waktu lampau.
Deklarasi cinta damau tersebut ditandatangani oleh Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan, Kapolda Irjen Pol Tornagogo Sihombing, Kasdam XVIII/Kasuari Brigjen TNI Ferry Zein dan Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, pimpinan Ormas, serta sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan mengatakan, dalam menyampaikan aspirasi, masyarakat dilarang untuk melakukan tindakan anarkis. Apalagi di Manokwari yang dikenal sebagai ibu kota Provinsi dan ‘Kota Injil’ menjadi tolok ukur bagi daerah lain di Papua Barat.
Dalam sambutannya, Dominggus mengatakan bahwa tanah ini sudah diberkati. Siapapu yang mendiami tanah Papua wajib menjaga dan mencintai kedamaian. Semua yang mendiami termasuk saudara-saudara kita yang datang dari luar, wajib menjaga dan mencintai tanah ini.
Selain itu, Dominggus menyoroti sejumlah aksi anarkisme massa yang sempat terjadi dan merusak berbagai fasilitas umum, menurutnya, aksi serupa tak perlu dan tak harus terjadi lagi. Untuk itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menciptakan lingkungan daerah yang aman, kondusif dan bermartabat.
Dominggu berharap agar kejadian seperti pada 19 Agustus 2019 lalu, yakni kerusuhan yang berujung pada pembakaran kantor-kantor pemerintah.
Ia justru mengajak kepada masyarakat Papua untuk menciptakan kondisi daerah yang aman. Hal tersebut bisa dimulai dari mencintai tanah adat ini.
Hal senada juga disampaikan oleh Kapolda Papua Barat, Irjen Pol Tornagogo Sihombing. Dirinya berharap agar tindakan anarkis tidak terjadi lagi di Papua Barat. Sebab, menurutnya, aksi tersebut hanya menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.
Masyarakat di Papua Barat harusnya mengalami perubahan yang lebih baik. Kalaupun ada aspirasi, tidak mesti dengan membakar atau merusak fasilitas umum, dan kantor-kantor pemerintahan.
Sementara itu, Kasdam XVIII/Kasuari Brigjen TNI Ferry Zein mengatakan, penandatanganan deklarasi tersebut merupakan bentuk komitmen TNI untuk mewujudkan Papua Barat yang kondusif, dengan bekerjasama memelihara situasi Kamtibmas dan menolak segala bentuk kekerasan dan anarkisme.
Dirinya juga berharap agar seluruh masyarakat dapat menggunakan hak-haknya sebagai warga negara sesuai UU nomor 9 Tahun 1998, tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, dengan cara damai dan bertanggung jawab.
Misalnya saja ketika pemerintah hendak me-revisi Otsus Papua, tentu saja apabila ada pihak yang kontra, sudah tidak perlu lagi melakukan aksi yang berdampak pada kerusakan.
Karena pemerintah telah terbuka terhadap segala diskusi terkait dengan kebijakan otsus yang sudah dimulai sejak 20 tahun yang lalu.
Banyaknya masyarakat Papua yang mendukung Otsus tentu bukan tanpa alasan. ngkat kemiskinan juga terus mengalami penurunan dan tingkat pengangguran juga menurun.
Selama ini, UU Otsus Papua telah memberikan kewenangan pengaturan yang besar bagi daerah untuk menyelenggarakan pembangunan daerah melalui perdasi dan perdasus. Hal ini bukan berarti tanpa masalah, karena aturan turunan dari pada UU Otsus ini berada dalam situasi politik lokal yang kerap tidak stabil dan seringkali bersifat elitis.
Oleh karena itu momentum revisi UU Otsus Papua haruslah menjadi sarana untuk merevitalisasi pelaksanaan otsus Papua agar berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat.
Dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah, tentu saja tidak akan membuat semua orang menyetujuinya, itulah kenapa diskusi secara sehat secara damai mutlak diperlukan.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Sidoarjo