Masyarakat Menolak Aksi Demo di Masa Pandemi Covid-19
Oleh : Abdul Hakim )*
HMI Versi Abdul Muis berencana menggelar demonstrasi pada 13, dan 16 Agustus 2021. Unjuk rasa ini tentu ditentang keras oleh masyarakat karena masih masa pandemi, sehingga khawatir menularkan corona.
Apa saja reaksi masyarakat saat pandemi corona? Ada yang ikhlas karena merasa ini cobaan dari Yang Maha Esa dan memilih untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Namun ada pula yang penuh emosi karena pandemi membuat mereka susah bergerak dan pendapatannya agak menurun. Mereka yang merasakan ini akhirnya jadi ingin berdemo dan ujung-ujungnya menyalahkan pemerintah.
Salah satu pihak yang nekat berdemo adalah HMI pimpinan Muis. Organisasi ini berunjuk rasa di seputar Istana Merdeka dan akan melakukan long march, mulai dari kantor HMI sampai ke Istana Merdeka. Bahkan mereka juga berkoar-koar bahwa demo akan dihadiri oleh lebih banyak orang, dan diselenggarakan juga di daerah lain di Indonesia.
HMI Muis nekat berdemo karena mereka ingin menyampaikan beberapa aspirasi: pertama, agustus adalah buan kemerdekaan tetapi pemerintah yang sekarang belum mengakomodir kebutuhan rakyat, kedua, penanganan corona belum 100%, dan ketiga, persyaratan sertifikat vaksinasi adalah sebuah diskriminasi.
Demonstrasi di masa pandemi tentu ditentang keras oleh masyarakat dan ahli epidemi, karena bisa menyebabkan kluster corona baru. Meski pihak HMI berjanji akan menerapkan protokol kesehatan, tetapi akan sangat sulit. Penyebabnya karena demo dilakukan oleh ribuan orang sehingga menyebabkan kerumunan dan susah menjaga jarak. Padahal jika berkontak dengan OTG akan fatal karena terjadi penularan corona.
Apalagi corona varian delta bisa menyebar hanya dengan berpapasan dengan OTG, sehingga jika demo benar-benar terjadi, takut ada penularan massal. Ditambah lagi, mereka pasti akan melepas masker karena unjuk rasa diadakan di siang bolong, sehingga akan panas dan pengap. Jika ada keadaan seperti itu, ditakutkan ada banyak calon pasien corona.
Oleh karena itu di tiap demo yang diadakan oleh mahasiswa atau ormas, selalu ada mobil milik tim satgas covid yang siaga untuk melakukan tes rapid secara acak. Sehingga akan banyak yang kena giliran tes dan mengetahui apakah dia positif covid. Namun sebenarnya pendemo harus berkaca dari unjuk rasa yang lalu, karena hasil tes menunjukkan banyak yang kena corona.
Jika demo sebelumnya banyak yang akhirnya sakit keras, mengapa masih nekat untuk melakukannya? Ini sama saja dengan menyakiti diri sendiri karena mendekati sumber penyakit dengan sengaja. Apa mereka tidak sayang nyawa? Mengingat corona varian delta dua kali lebih ganas dan menular dengan cepat, apalagi jika yang terinfeksi virus ini belum mendapatkan vaksinasi.
Alangkah menyedihkan ketika yang berdemo karena memprotes penanganan corona tetapi melanggar protokol kesehatan. Merekalah yang sebenarnya bersalah karena tidak menaati peraturan, dan jangan selalu menyelahkan pemerintah, karena pemerintah sebenarnya sudah mencegah penyebaran virus covid-19 dengan protokol kesehatan. Namun malah dilanggar sendiri oleh sebagian orang.
Selain itu, persyaratan kartu vaksin juga adalah hal yang wajar dan bukanlah diskriminasi. Jika bepergian ke luar negeri saja harus menunjukkan kartu ini, apalagi hanya di dalam negri. Sudah makin banyak yang mendapatkan vaksinasi dan pemerintah memang mentargetkan untuk 1 juta injeksi per hari di seluruh Indonesia.
Sudahlah, tidak usah ada demo-demoan lagi. Masyarakat sangat jenuh karena organisasi yang nekat berdemo padahal masih pandemi. Jangan marah ketika unjuk rasa dibubarkan karena memang tidak ad izin dari pihak kepolisian.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiwa Cikini