Kabar RinganPolemik PolitikSendi BangsaSosial BudayaWarta Strategis

Dinilai Tak Lazim, SBY Protes Konsep Kampanye Akbar Prabowo – Sandi

Oleh : Rika Prasatya*

Suasana Gelora Bung Karno berhasil berubah menjadi nuansa putih – putih saat kampanye akbar Prabowo – Sandi Berlangsung. Gegap gempita masa pendukung paslon nomor 02 tersebut ternyata dipantau oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Seperti yang telah kita ketahui bahwa Partai Demokrat merupakan salah satu partai koalisi yang mendukung Prabowo – Sandi untuk Pilpres 2019.

            SBY yang saat itu masih berada di Singapura untuk mendampingi Istrinya yang sedang dirawat di Rumah Sakit, ternyata tidak setuju dengan konsep kampanye akbar yang dimulai dari Shalat Subuh itu. Mantan Presiden 2 periode tersebut menilai bahwa kampanye tersebut cenderung ekslusif. Padahal, kampanye harusnya terbuka atau lebih inklusif. Kegelisahan SBY tersebut terungkap dalam surat yang dikirimkan kepada pengurus Partai Demokrat.

            “Sore hari ini, Sabtu, 6 April 2019 saya menerima berita dari tanah air tentang ‘set up’, ‘rundown’ dan tampilan fisik kampanye akbar atau rapat umum pasangan capres – cawapres 02, Bapak Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Karena menurut saya apa yang akan dilakukan dalam kampaye akbar di GBK tersebut tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif,” tulis SBY dalam surat tersebut.

            “Malam hari ini, saya mendapat kepastian bahwa informasi yang didapat dari pihak lingkaran dalam Bapak Prabowo, berita yang saya dengar itu mengandung kebenaran,” tambahnya.

            Dalam surat tersebut, SBY memohon kepada pengurus Demokrat untuk menyampaikan masukan kepada Prabowo yang intinya kampanye akbar harusnya lebih inklusif dan menghindari politik identitas. Namun, tak dirinci oleh SBY konsep apa yang disebut inklusif tersebut.

            Berikut ini kutipan surat SBY :

Salam Sejahtera

Salam Demokrat !

Sebenarnya saya tidak ingin mengganggu konsentrasi perjuangan politik jajaran Partai Demokrat di tanah air, utamanya tugas kampanye pemilu yang tengah dilakukan saat ini, karena terhitung mulai tanggal 1 Maret 2019 yang lalu saya sudah memandatkan dan menugaskan kogasma dan para pimpinan partai untuk mengemban tugas penting tersebut. Sungguhpun demikian, saya tentu memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan agar kampanye yang dijalankan oleh Partai Demokrat tetap berada dalam arah dan jalur yang benar, serta berlandaskan jati diri, nilai dan prinsip yang dianut oleh Partai Demokrat. Juga tidak menabrak akal sehat dan rasionalitas yang menjadi kekuatan partai kita.

            Sore hari ini, Sabtu, tanggal 6 April 2019 saya menerima berita dari tanah air tentang “set up,”rundown” dan tampilan fisik kampanye akbar atau rapat umum pasangan capres – cawapres 02, Bapak Prabowo Subianto – Bapak Sandiaga Uno, di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Karena menurut saya apa yang akan dilakukan dalam kampanye akbar di GBK tersebut tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif, melalui sejumlah unsur pimpinan Partai Demokrat saya meminta konfirmasi apakah berita yang saya dengar itu benar. Malam hari ini, saya mendapat kepastian bahwa informasi yang didapat dari pihak lingkaran dalam Bapak Prabowo, beruta yang saya dengar itu mengandung kebenaran.

            Sehubungan dengan itu, saya meminta kepada Bapak bertiga agar dapat memberikan saran kepada Bapak Prabowo Subianto, Capres yang diusung Partai Demokrat, untuk memastikan hal – hal berikut :

            Penyelenggaraan kampanye nasional (dimana Partai Demokrat menjadi bagian dalamnya) tetap dan senantiasa mencerminkan “inclusiveness”, dengan sasanti “Indonesia untuk semua” Juga mencerminkan kebhinekaan atau kemajemukan. Juga mencerminkan persatuan. “Unity in Diversity”. Cegah demonstrasi apalagi “show of force” identitas, baik yang berbasiskan agama, etnis serta kedaerahan maupun yang bernuansa ideologi paham dan polarisasi politik yang ekstrim.

            Dalam surat tersebut SBY juga berterus terang tidak suka apabila rakyat Indonesia harus dibelah sebagai pro Pancasila dan pro Khilafah. Dirinya justru khawatir apabila dalam kampanye dibangun polarisasi seperti itu, nantinya Bangsa Indonesia akan terbelah dalam dua kubu yang akan berhadapan dan bermusuhan selamanya. Kampanye ekslusif nyatanya bukanlah kampanye yang cocok untuk negara demokrasi. Indonesia tentu membutuhkan pemimpin yang dapat menyatukan perbedaan dan menjunjung toleransi lintas etnis dan agama.

*Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih