Masyarakat Menolak Keberadaan KAMI
Oleh : Dodik Prasetyo )*
Keberadaan KAMI makin meresahkan masyarakat dengan pernyataannya yang kontroversial dan mendapat penolakan masyarakat. Mereka juga mendukung demo omnibus law dan mempengaruhi rakyat untuk ikut berunjuk rasa. Padahal kita tahu bahwa mengadakan demo di masa pandemi dilarang keras, karena bisa jadi ajang penularan corona.
Setelah 2 bulan didirikan, koalisi aksi menyelamatkan Indonesia (KAMI) belum menunjukkan prestasi apa-apa. Janji untuk meyelamatkan Indonesia masih jauh panggang dari api. Para anggota KAMI malah asyik mengadakan deklarasi di luat kota, yang ditolak mentah-mentah oleh rakyat. Terakhir, KAMI terang-terangan mendukung buruh untuk berdemo tolak omnibus law.
Gatot Nurmantyo selaku presidium KAMI menyatakan dukungan terhadap demo buruh dengan percaya diri. Mereka juga terbukti menyuplai logistik kepada para pengunjuk rasa. Padahal KAMI tak menyadari efek jangka panjang sebuah demo. Jika semua buruh pergi, tak ada aktvitas di pabrik. Meski hanya selama 3 hari, namun bisa mendatangkan potensi kerugian.
Bayangkan jika KAMI terus memprovokasi buruh untuk berdemo lagi. Dengan alasan buruh harus membela nasibnya yang terjajah omnibus law. Padahal pasal yang dikhawatirkan hanya hoax. Apalagi omnibus law terdiri dari 900 lembar, dan dari KAMI maupun buruh apa sudah membacanya dengan detail, baru memutuskan untuk demo?
Ketika demo diadakan lagi, maka pabrik rugi, dan buruh juga ikut rugi karena di-PHK. Keluarga mereka jadi terlantar. Jika sudah begini, akankah KAMI menolong buruh? Sepertnya mustahil. Lagipula, demo tersebut menyalahi aturan UU Ketenagakerjaan. Karena unjuk rasa dilakukan ketika pihak pabrik atau perusahaan mau diajak diskusi.
Selain terus memprovokasi masyarakat, KAMI juga terbukti pinplan. Mereka mendukung demo buruh dengan alasan rakyat boleh menyampaikan aspirasi. Namun lupa akan protokol kesehatan yang dilanggar ketika ada unjuk rasa, dan dikhawatirkan ada klaster corona baru saat demo. Sehingga aparat melarang ada demo besar-besaran.
Padahal sebulan lalu, KAMI menentang keras pemilihan kepala daerah langsung yang akan dilakukan desember ini. Dengan alasan pilkada akan menimbulkan penyebaran corona. Dari sini kita melihat KAMI yang selalu bermuka dua dan tidak konsisten dalam perkataannya.
Ada pula video yang tersebar di media sosial dan membuat banyak orang tertawa, padahal bukan lawakan. Dalam video pendek tersebut, terlihat salah satu anggota KAMI memuji omnibus law. Padahal seminggu lalu ia dengan keras menentangnya dan entah apa motif pembuatan video itu. Publik menganggapnya sebagai dagelan politik.
Kalau sudah begini, apa mau memilih mereka jadi calon presiden? Sejak awal sudah terlihat jika KAMI plintat plintut dan tidak tegas. Akankah kita mau punya pemimpin yang hobinya galau? Jawabannya tentu tidak.
KAMI juga selalu menentang kebijakan pemerintah dan menjelek-jelekkan lawan politiknya. Padahal dalam ilmu psikologi, seseorang yang suka menghujat pihak tertentu, bisa berpotensi menghujat orang lain. Karena dalam alam bawah sadarnya sudah ter-setting untuk nyinyir dan menyerang orang lain dengan omongannya. Apakah ini ciri calon pemimpin kita?
Sudah jelas jika KAMI hanya bisa menghasut tanpa memberi solusi pada rakyat. Jika mereka menentang omnibus law karena takut banyak pengangguran baru, apakah mau membuka pabrik agar rakyat punya pekerjaan? Tentu jawabannya tidak, karena janji mereka untuk selamatkan Indonesia hanya manis di lidah.
Jangan mau terprovokasi oleh KAMI karena mereka jelas hanya pandai berpidato dan melakukan hate speech tapi memiliki anggota yang plinplan dan provokatif. Jika ada ajakan dari mereka untuk unjuk rasa, pikirkan baik-baik efek jangka panjangnya. Selain bisa berpotensi kena corona, ketika demo dan mogok kerja juga membuat Anda diskors perusahaan.
)* Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)