Masyarakat Menolak Konsep Usang KAMI
KAMI yang diprakarsai oleh Din Syamsudin dkk berjanji akan menyelamatkan Indonesia. Namun sayangnya hanya angin surga, karena akal bulusnya sudah terlihat. Mereka ingin membawa kembali negeri ini ke masa orde baru yang mengerikan, karena ingin pemilihan presiden dilakukan oleh anggota MPR, bukan oleh rakyat.
Masyarakat masih ingat akan masa orde baru yang memilukan karena kebebasan bersuara dibungkam. Rakyat juga tak bebas berbisnis karena perizinannya harus melewati banyak pintu dan memberi sogokan. Ketika era reformasi dibuka, semua bernapas lega. Sekarang saat semuanya sudah enak, KAMI malah mengajak untuk bernostalgila lewat aturan masa orde baru.
Salah satu bukti bahwa KAMI ingin mengajak rakyat Indonesia untuk kembali ke masa orde baru adalah usulan untuk menghapus Undang-Undang nomor 23 tahun 2003. UU ini memperbolehkan rakyat memilih sendiri Presidennya secara langsung, lewat pemilu. Jadi nantinya jika usulan diterima, presiden akan dipilih oleh anggota MPR, bukan lagi oleh rakyat.
Usulan ini sangat mengerikan karena demokrasi jadi tercederai. Bagaimana masa depan Indonesia jika presiden tidak dipilih langsung oleh rakyatnya? Anggota MPR hanya ada 711 orang, tidak bisa benar-benar mewakili suara warga negara yang berjumlah ratusan juta orang. Seharusnya anggota KAMI berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara, agar tidak di-bully.
Jangan sampai kita kembali ke masa orde baru karena akan ada banyak tangisan kesedihan karena mundurnya situasi politik di Indonesia. Bukankah semua orang ingin maju, bukannya mundur? Alih-alh membuat usulan yang menguntungkan di masa depan, KAMI hanya bisa menjual kenangan masa orde baru yang mungkin manis bagi sedikit orang tapi pahit bagi banyak orang.
Politisi Ahmad Basarah mengkritik pernyataan anggota KAMI yang menginginkan Indonesia kembali ke masa orde baru. Karena saat itu kepemimpinan sangat otoriter, bahkan seorang Presiden memimpin selama 32 tahun. Hal ini sangat tidak sesuai dengan semangat era milenial, karena reformasi adalah antitesa dari kritik terhadap kekuasaan pemerintah masa orba.
Jika ada yang mengutip candaan piye kabare, enak jamanku? (bagaimana kabarmu, lebih enak jamanku?) yang dikeluarkan dari tokoh orde baru, maka perlu diingat bahwa saat itu kebahagiaan hanya ada di permukaan. Ada subsidi sembako, listrik, dll tapi hutang negara sangat banyak, sehingga jadi bom waktu yang membuat Indonesia nyaris bangkrut.
Jangan ada lagi nostalgila bersama masa orde baru dan berpikir bahwa usulan KAMI benar adanya. Karena pers juga selalu dibungkam, dengan cara membreidel koran atau majalah yang dianggap terlalu ‘keras’ memberitakan seorang pejabat. Penjahat bromocorah langsung didor oleh petrus, dan masih banyak kengerian lainnya.
Bagaimana rakyat bisa berpikir kritis dan berpendapat dengan bebas, jika dibayangi ketakutan seperti itu? Di era reformasi sudah enak dan bebas, tak usah dilempar-lempar lagi ke masa lalu. Daripada hanya bisa mengingat yang dulu, lebih baik anggota KAMI berpikir cara menyelamatkan Indonesia lewat karya dan kerja.
Sudahlah, jangan beri lagi sebuah panggung ke KAMI. Karena mereka tak sadar bahwa deklarasi tambahan di daerah selalu ditolak mentah-mentah oleh masyarakat dan ada unjuk rasa untuk melarang kedatangannya. Bahkan untuk mendapatkan izin deklarasi juga sulit, karena tidak diberi oleh pihak berwajib. Selain dikhawatirkan mengundang massa, juga masih pandemi.
Masyarakat juga dihimbau untuk tidak mendukung KAMI karena mereka hanya bisa memberi mimpi dan angin surga, tanpa ada realisasi yang pasti. Usulan mereka tentang kembalinya Indonesia ke masa orde baru membuat banyak orang terhenyak dan ketakutan, karena ketiadaan kebebasan. Pikir dengan akal dan hati, jangan mau terbujuk KAMI.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini