Masyarakat Menolak Provokasi KAMI Manfaatkan Demo Buruh
Oleh : Zakaria )*
Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) terus memprovokasi masyarakat di tengah Pandemi Covid-19. Masyarakat pun menolak provokasi KAMI yang memanfaatkan demo buruh karena hanya memperburuk keadaan.
Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo meminta agar jejaring KAMI di seluruh Indonesia dan semua gerakan masyarakat sipil berkolaborasi bersama kelompok buruh yang menolak omnibus Law Cipta Kerja yang tengah dibahas di DPR RI. Pihaknya berpendapat bahwa menyelamatkan Indonesia diantaranya adalah dengan menggagalkan pengesahan RUU Cipta Kerja.
Namun kita perlu memahami bahwa gagasan dari Omnibus Law RUU Cipta Kerja sebenarnya adalah kekecewaan Presiden Jokowi lantaran minimnya investasi di Indonesia.
Padahal investasi merupakan salah satu penggerak ekonomi terutama di era ekonomi digital. Salah satu prediksi Jokowi, regulasi, birokrasi dan hukum yang berbelit membuat investasi tidak menarik.
Gatot menilai, salah satu isi dari draft RUU Cipta Kerja rupanya menghapus pesangon bagi pekerja/buruh yang di-PHK karena akan memasuki usia pensiun. Pemerintah telah menghapus pasal 167 UUK yang isinya mengatur pesangon bagi pekerja/buruh yang di-PHK karena memasuki usia pensiun.
Oleh karena itu, Gatot juga sangat mendukung aksi Mogok Nasional yang akan dilakukan oleh seluruh Buruh.
Namun ternyata, skema pesangon tidaklah dihapuskan. Sekretaris Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Adriani, mengatakan, pesangon tidak akan dihapuskan dalam omnibus law cipta kerja.
Ia mengatakan, pesangon tidak dihapuskan, namun bagaimana pesangon tersebut betul-betul bisa diimplementasikan.
Selain itu, Adriani mengatakan, baik pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) tetap akan mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja.
Kemnaker juga menyebutkan, upah minimum juga tidak akan dihilangkan. Adriani menyebutkan, upah per jam yang diwacanakan pemerintah adalah upah untuk pekerja di sektor-sektor tertentu.
Adriani juga mengatakan, omnibus law cipta kerja tidak akan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha. Menurutnya, jika pengusaha melanggar hak-hak pekerja, hal tersebut tentu akan tetap diproses mulai dari sanksi administrasi hingga sanksi pidana.
Gatot juga mengatakan bahwa draft RUU Cipta Kerja tidak mencantumkan hak cuti panjang selama 2 bulan bulan bagi pekerja/buruh yang sudah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus dan menyerahkan aturan tersebut kepada perusahaan atau perjanjian kerja sama yang disepakati.
Hal tersebut rupanya juga pernah disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang memastikan hak cuti ini tidak dihapus dalam Omnibus Law Cipta kerja.
Ida merujuk pada salah satu pasal yang disinyalir sebagai upaya menghapus hak dari para pekerja tersebut. Menurutnya di dalam pasal itu tidak diatur mengenai ketentuan cuti. Sehingga aturan yang berlaku tetaplah undang-undang Nomor 13 Tahun 2003.
Dirinya menuturkan bahwa salah satu yang diharapkan dengan adanya Omnibus Law ini adalah adanya kepastian perlindungan terhadap para pekerja. Salah satunya seperti yang sebelumnya suda sering ia sampaikan yakni pemberian pesangon bagi korban PHK.
Sementara itu Ida mengatakan, dengan memaksimalkan jam kerja 8 jam dalam sehari, masyarakat yang ingin bekerja dengan lama waktu kurang dari 8 jam bisa tetap memperoleh pekerjaan. Ida mengatakan, skema tersebut banyak dicari oleh kalangan IRT dan milenial.
Ia mengungkapkan, banyak sekali ibu-ibu rumah tangga yang ingin bekerja tetapi hanya memiliki waktu 3 jam. Banyak sekali anak-anak milenial yang tidak mau bekerja dalam satu tempat dengan durasi 8 jam ini.
Dengan skema ini, nantinya pemerintah dapat memberikan ketetapan teknis terkait skema pengupahan dan perlindungan bagi masyarakat yang bekerja di bawah 8 jam.
Ida berharap, dengan aturan ini, populasi generasi milenial yang akan mendominasi Indonesia ini dapat diakomodasi dengan pekerjaan yang layak.
Pada kesempatan berbeda, Presiden RI Joko Widodo mengatakan akan memangkas jumlah jam kerja buruh. Pemangkasan ini telah tertuang dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Dalam draf tersebut, tertulis bahwa pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja tersebut paling lama 8 jam sehari dan 40 jam dalam 1 minggu.
Regulasi ini tentu saja efektif jika diterapkan, oleh karena itu penting kiranya memperdalam substantif dari RUU Cipta Kerja dan tetap berhati-hati dengan adanya provokasi dari pihak yang tengah mencari panggung.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor