Masyarakat Menolak Reuni PA 212
Oleh : Rahmat Siregar )*
Wacana Penyelenggaraan Reuni 212 (masih) menuai kontroversi. Mulai dari kebimbangan Panitia melepas Tokoh Politik, hingga alasan mendoakan Habib Rizieq. Namun, mereka tetap mengklaim telah mengantongi Izin untuk menyelenggarakan Reuni Akbar ini. Kendati demikian, Reuni 212 tetap mendapat penolakan masyarakat karena dapat menimbulkan gangguan arus lalu lintas di senin Pagi hingga rawan disusupi penumpang gelap.
Klaim Persaudaraan Alumni (PA) 212 terhadap pelaksanaan Reuni Akbar 2 Desember mendatang masih kuat. Pasalnya dua izin telah mereka kantongi. Izin tersebut keluar dari pihak kepolisian, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, termasuk koordinasi dengan pengelola taman monas. Namun, kemungkinan akan turut menggandeng tokoh politik dinilai masih ada, meskipun kecil. Kendati demikian, PA 212 terlihat menyangkal. Dirinya bersikukuh ingin melepaskan diri dari urusan politik.
Slamet Ma’arif menambahkan bahwa esensi dari penyelenggaraan reuni akbar ini ialah mempererat ukhuwah islamiah. Yang nantinya akan melakukan kegiatan bermunajat serta zikir bersama. Hingga saat ini PA masih memilah-milah siapa saja tamu yang akan diundang, guna menjauhkan kegiatan ini dari aroma politik. Slamet menerangkan akan ada dua jenis undangan. Yakni, untuk seluruh kalangan serta tamu khusus atau VIP. Namun untuk tipe VIP ini hanya beberapa saja. Dia juga mengemukakan bahwa untuk tamu undangan VIP akan disortir semaksimal mungkin karena keterbatasan tempat dan panggung.
Indikasi akan adanya muatan politis ini dapat dilihat dari orang-orang yang memprakarsai kegiatan ini telah terkoneksi mendukung salah satu Paslon pada pemilu lalu. Meski telah berlalu, nyatanya masih banyak pihak yang melemparkan keraguan akan pelaksanaan kegiatan ini. Bahkan, menurut Analis Politik Dari Lembaga Survei Kedaikopi, Hendri Satrio, mengutarakan jika sejarah mencatat bahwa aksi 212 tak bisa dipisahkan dengan unsur politik.
Sebagai contoh, ketika Mantan Gubernur DKI Jakarta dinilai melakukan penistaan agama. 212 Getol menyuarakan protes, hal inipun masih mengandung unsur politik. Secara Historis berdirinya gerakan ini juga tak bisa meninggalkan aroma politik, yakni pemilihan Gubernur.
Sementara, Staf Ahli Menko Polhukam, Sri Yunanto, mengingatkan agar aksi reuni 212 tidak disusupi agenda lain termasuk politik. Pihaknya juga merincikan kelompok-kelompok yang berpotensi menunggangi reuni 212 terhadap penyelenggara acara. Salah satunya ialah Aksi Bela Tauhid, yang beberapa waktu lalu tertangkap basah disusupi kelompok tertentu. Dua diantaranya ialah kelompok liar yang menggaungkan khilafah serta kelompok yang tidak pro Presiden Jokowi.
Di lain pihak, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai masyarakat ingin merasakan ketenangan, dan tidak mau ada gerakan aksi yang dapat memicu kekacauan maupun menganggu aktivitas. Moeldoko juga menyatakan, seharusnya memang sudah tidak ada aksi-aksi lagi tersebab masyarakat menginginkan ketenangan.
Moeldoko kemudian mengimbau agar reuni 212 dilangsungkan dengan tertib bila benar-benar jadi dilaksanakan. Ia menegaskan masyarakat sejatinya tidak ingin ada gerakan yang membuat suasana menjadi tidak nyaman. Namun, PA 212 tetap bersikukuh untuk menyelenggarakan aksi ini sebagai wujud peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, serta doa bersama.
Padahal, peringatan semacam ini tidaklah harus membuat pesertanya berbondong-bondong ke Jakarta. Peringatan ini harusnya bisa dilaksanakan di wilayah masing-masing. Selain membutuhkan sejumlah dana, aksi ini dikhawatirkan akan berdampak pada aktivitas warga. Pasalnya pihak Panitia 212 memperkirakan peserta yang akan berkontribusi sekitar 1 juta orang.
Ketua Umum Forum Rembuk Masjid Indonesia (Formasi), Gus Sholeh MZ, sebelumnya juga menolak aksi ini. Dirinya menilai bahwa kegiatan ini telah keluar dari ruhnya sendiri. Sebab, awal tujuan dari aksi ini ialah menggiring mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok untuk mempertanggungjawabkan perilakunya. Yang mana dianggap telah melakukan penistaan agama. Dan ketika Ahok sudah ditahan kenapa aksi lanjutan ini masih terus diselenggarakan, bahkan hingga berjilid-jilid.
Menariknya lagi, akan ada imam besar FPI, Habib Rizieq yang masih harus berjuang untuk pulang ke Indonesia. Tahu, kan HRS yang notabene tidak pro terhadap presiden turut diundang ke acara ini. Bisa jadi jika dirinya bisa pulang, maka aksi 212 ini dikhawatirkan mengandung propaganda anti ideologi Pancasila. Terlebih HRS ini terkenal kritis hingga dianggap ingin melakukan provokasi ke arah makar. Yakni, keinginan menggulingkan Presiden. Masyarakat kini lebih pintar memilah-milah kegiatan apa saja yang sekiranya akan memicu kontroversi. Sebab, tujuan awal reuni ini faktanya memang telah bergeser!
)* Penulis adalah pengamat sosial politik