Masyarakat Perlu Taati Putusan MK Soal Putusan Sistem Pemilu
Oleh : Dina Kahyang Putri )*
Seluruh masyarakat hendaknya bisa terus mendukung secara penuh dan juga menerima apapun keputusan yang dikeluarkan oleh MK mengenai sistem Pemilu di Tanah Air mendatang, karena pastinya Pemerintah dan Mahkamah Konstitusi memiliki argumentasi terbaik bagi masa depan bangsa. Terlebih, baik menerapkan sisten proporsional terbuka ataupun tertutup, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang pengucapan putusan gugatan uji materi mengenai sistem Pemilihan Umum (Pemilu) proporsional terbuka yang sebelumnya telah diatur dan tertuang pada Undang-Undang (UU) Pemilu. Diketahui bahwa pelaksanaan pengucapan putusan tersebut adalah pada hari Kamis, tanggal 15 Juni 2023 mendatang.
Mengenai hal tersebut, Juru Bicara (Jubir) MK, Fajar Laksono mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan jadwal sidang kepada Pemerintah Republik Indonesia (RI), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan juga kepada beberapa pihak terkait lainnya dalam gugatan itu.
Sebagai informasi, bahwa dalam perkara gugatan uji materi mengenai sistem Pemilu proporsional terbuka yakni perkara 114, yang mana seluruhnya sudah diagendakan dalam pengucapan putusan hari Kamis tersebut pada jam 09:30 Waktu Indonesia bagian Barat (WIB), yang bertempat di Ruang Sidang Pleno.
Tidak bisa dipungkiri bahwa penyelesaian perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 itu terjadi dalam waktu yang cukup lama. Meski demikian, sama sekali pihak Mahkamah Konstitusi bukanlah menunda-nunda penyelesaian perkara itu, pasalnya perkara sudah selesai pada tanggal 31 Mei lalu dengan adanya agenda penyampaian kesimpulan dari para pihak. Kemudian setelahnya, Hakim MK melakukan pendalaman dan juga menggelar rapat musyawarah untuk membuat keputusan.
Untuk diketahui pula bahwa sistem Pemilu proporsional terbuka yang sebelumnya sudah diatur dalam UU Pemilihan Umum digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh sejumlah orang, yang mana beberapa diantaranya datang dari partai politik (parpol).
Mereka menggugat adanya keberlakuan Pemilu proporsional terbuka dan mengusulkan adanya sistem proporsional tertutup, yang mana menjadikan para pemilih tidak bisa lagi memilih calon anggota legislatif secara langsung, karena para pemilih hanya bisa memilih partai politik, sehingga nantinya parpol yang memiliki kendali penuh untuk menentukan siapa yang akan duduk di kursi parlemen.
Terkait dengan apapun putusan yang dibacakan oleh MK pada hari Kamis tersebut mengenai bagaimana penerapan sistem Pemilu di Indonesia mendatang, hendaknya memang seluruh partai politik dan juga semua masyarakat di Tanah Air harus menerima apapun keputusan tersebut, entah itu diputuskan bahwa sistem Pemilu akan menggunakan proporsional terbuka ataupun proporsional tertutup.
Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman menyampaikan imbauan tersebut, karena menurutnya memang sebenarnya seluruh keputusan itu, apakah menggunakan proporsional terbuka ataupun proporsional tertutup, sebenarnya masing-masing memiliki argumentasi yang baik. Tentunya pihak MK dan juga Pemerintah RI pun akan memutuskan apapun yang terbaik bagi masa depan bangsa.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kedua sistem Pemilu itu, memiliki kelebihan dan kekurangan mereka masing-masing. Katakanlah dengan menerapkan sistem Pemilihan Umum proporsional terbuka, maka kelebihannya adalah masyarakat bisa memilih sendiri siapa tokoh yang akan duduk dalam kursi perlemen.
Sehingga, para calon legislatif (caleg) bukan hanya mereka yang dibina dan didik oleh partai politiknya saja, melainkan diluar dari itu, banyak juga sebenarnya para caleg yang ketokohannya di masyarakat dianggap sangat mumpuni serta mampu menjadi corong masyarakat untuk menyampaikan sarana aspirasi mereka.
Dengan kata lain, jika menggunakan sistem Pemilu proporsional terbuka, maka akan lebih mampu menjadikan para caleg tersebut berkualitas, entah mereka merupakan tokoh lama di partai ataupun misalnya orang baru namun memang dinilai rakyat sangat layak.
Akan tetapi, kekurangan dari adanya penerapan sistem Pemilu dengan proporsional terbuka adalah terdapat banyaknya potensi terjadi politik uang, yang mana juga akhirnya merusak sendiri sistem demokrasi yang berlaku di Indonesia dan sama saja mengurangi kualitas para wakil rakyat.
Maka dari itu, menjadi salah satu solusi adalah dengan menerapkan sistem Pemilu proporsional tertutup yang memungkinkan partai politik bisa menentukan kader terbaik mereka, yang mana sebelumnya juga pasti telah dididik serta digembleng sedemikian rupa, telah menjalani pendidikan kader untuk bisa duduk menjadi wakil rakyat.
Ketika pendidikan parpol sangat maksimal untuk menggembleng para kadernya dan mempersiapkan kader mereka agar bisa duduk di kursi parlemen, maka mereka bisa bekerja secara ideologis dan mampu menjembatani kepentingan masyarakat, karena jika masih menggunakan proporsional terbuka, maka justru para wakil rakyat hanya fokus dan memikirkan desa atau kecamatannya saja, bukan memikirkan masyarakat secara umum.
Dikarenakan memang kedua sistem Pemilu tersebut, baik menggunakan proporsional terbuka ataupun tertutup, keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Maka sudah barang tentu argumentasi terbaik pasti telah disiapkan oleh MK dan Pemerintah demi keberlangsungan untuk kebaikan bangsa kelak. Sehingga hendaknya memang seluruh masyarakat di Indonesia tetap mendukung penuh dan menerima apapun putusan Mahkamah Konstitusi mengenai sistem Pemilu ini.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute