Masyarakat Tegas Menolak Reuni 212
Oleh : Muhammad Zaki )*
Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) berencana melakukan reuni 212 pada 2 Desember 2019. Sejumlah elemen masyarakat pun menolak rencana tersebut. Selain tidak relevan dilaksanakan, Reuni 212 hanya dianggap membuat gaduh situasi nasional pasca Pemilu 2019.
Kabar terbaru menyebutkan, bahwa akan digelar reuni akbar 212 yang turut melibatkan pentolan FPI, Habib rizieq Shihab (HRS). Meski sosoknya masih belum ada di Nusantara. Namun, gembar-gembor acara telah banyak beredar, hingga ke dunia maya. Ada yang menarik disini, Prabowo salah satu simpatisan yang dulu mereka usung tak masuk daftar hadir kegiatan ini? Apa kiranya yang terjadi? Apakah mereka kecewa dengan sang Menhan sekarang ini?
Fachrul Razi, selaku Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi, enggan menanggapi Rencana Persaudaraan Alumni 212 (PA 212). Yang akan menggelar acara ini kembali dihelat pada 2 Desember mendatang. Dirinya berdalih tak ingin salah berkomentar terkait rencana yang belum ada kejelasannya ini. Reuni 212 ini ditengarai dimotori oleh sejumlah ormas Islam seperti, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), PA 212, FPI, Ulama dan Forum Umat Islam, yang tergabung dalam ijtimak ulama 4. Menurut laporan mereka mengusung NKRI bersyariah.
Sebelumnya, di media sosial telah tersebar poster bertajuk “Munajat untuk Keselamatan Negeri: Maulid Agung dan Reuni Alumni 212. Yang kemudian disusul konfirmasi oleh Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif, bahwasanya pihaknya akan kembali menghelat Reuni Aksi 212 lagi pada 2 Desember 2019.
Pada awalnya Aksi 212 ini terbentuk guna memprotes pernyataan bernada SARA dari (mantan) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Tepatnya setelah menggelar aksi 411 pada tanggal 4 November tahun 2016, GNPF Ulama kemudian lanjut memotori Aksi 212 pada 2 Desember di tahun yang sama.
Bahkan, Aksi ini diklaim menghadirkan sekitar 7 juta orang, yang kini menjadi agenda tahunan dan di-handle oleh pihak PA 212. Kegiatan ini, pernah juga mengusung nama Pentolan Gerindra, Prabowo Subianto beserta para partai koalisinya. Namun, Ketua Media Center PA 212 Habib Novel Bamukmin mencoret nama Prabowo dari daftar hadirnya. Dirinya berdalih jika dia tak paham karena tidak ada pembahasan terkait nama yang sekarang menjabat jadi Menhan di kabinet baru Jokowi tersebut.
Tak diundangnya Prabowo ini ditanggapi sejumlah pihak dengan beragam asumsi. Mulai dari tudingan “tak teman” lagi hingga pendapat lainnya yang dinilai cukup menggelitik. Sebab, hal ini dinilai begitu kentara, mengingat Prabowo pernah dielu-elukan saat mencalonkan diri menjadi Presiden sebagai rival Jokowi kala itu.
Dalam reuni 212 dulu disebutkan mampu menyedot hingga jutaan massa. Namun, apakah reuni yang ketiga tanpa Prabowo akan seramai itu? Namun, kemungkinan akan tetap selalu ada, bisa jadi akan padat massa atau bahkan sepi peserta. Perlahan 212 ditinggalkan loyalisnya, sebab Prabowo tak lagi ikut tergabung di dalamnya dan memilih hijrah ke kubu pemerintah.
Bukan hanya terkesan menggandeng sejumlah tokoh untuk kepentingan politik. Namun, memang ada kemungkinan acara reuni tahunan ini mengandung agenda politis. Belum lagi, turut mengundang pemimpin FPI yang kini masih belum terlihat batang hidungnya. Bukan menghakimi, seperti yang sudah-sudah rencana aksi 212 selalu memicu pro dan kontra. Organisasi ini banyak dinilai terlalu keras mengkritisi langkah pemerintahan. Padahal, seperti yang kita tahu, pemerintah selalu berusaha hadir bagi warga negaranya.
Kembali pada rencana agenda rutin yang akan digelar di Monas, agaknya masih terlihat “ngalor-ngidul” tersebab pernyataan pihak panitia yang selalu berubah-ubah. Dulu, sewaktu akan dihelat acara yang sama, mereka menyatakan diri murni sebagai ajang reuni persaudaraan tahunan. Namun, pada kenyataannya, sejumlah elit politik digandeng guna “meramaikan” panggung acara.
Berkenaan dengan HRS, pentolan FPI dengan beberapa kasus dan “keras” terhadap pemerintahan Jokowi ini juga mengundang beragam persepsi. Apakah kiranya esensi dari digelarnya acara ini? Atau masih pada tujuan yang sama yakni “merongrong” segala langkah pemerintahan? Jadi wajar saja jika kegiatan ini banyak menuai protes, sebab kejelasan tujuan aksi belum bisa dipastikan. Apalagi Menag, fachrul Razi juga belum mampu berkomentar, terkait pelaksaan yang belum diajukan.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik