Masyarakat Tolak Provokasi FPI
Oleh : Firza Ahmad )*
Provokasi FPI semakin meresahkan, sehingga masyarakat menolaknya mentah-mentah. Ormas tersebut tak bisa melakukan modus dengan berdalih sedang membela umat. Padahal yang dilakukan adalah sweeping dan kegiatan lain yang tak berizin. Tindakan premanisme FPI tak dapat ditolerir, sehingga bayak orang minta ia dibubarkan saja.
Akhir tahun, aparat makin menjaga di tempat keramaian dan tempat ibadah. Penyebabnya karena takut ada sweeping dari ormas FPI, yang memang sering tak tahu malu dan seenaknya sendiri dalam melakukan penertiban. Padahal seringkali tindakannya salah sasaran, dan jelas tak berizin. Karena yang berhak melakukannya adalah polisi atau tentara.
Namun para anggota FPI tak kehilangan akal. Mereka memanfatkan WA dan Telegram untuk menyebar berita hoax, sehingga ada narasi yang meninggikan FPI dan merendahkan pejabat, karena ormas itu berani membela umat. Padahal terbalik, seharusnya orma nakal seperti FPI yang dibubarkan, karena gagal membela, malah melakukan kekerasan. Izin ormas ini juga habis sejak 2019.
Para anggota FPI juga memanfaatkan media sosial untuk melakukan provokasi, agar menarik simpati masyarakat. Mereka tahu bahwa kebanyakan orang Indonesia bersosialisasi di Facebook, Twiter, dan Instagram, serta memanfaatkan 3 media tersebut untuk menyebar provokasi dan hoax. Sehingga ada orang yang bersimpati pada tindakan mereka lalu berbalik mencela pemerintah.
Padahal provokasi hanyalah alat untuk mengelabui masyarakat. FPI menampilkan tindakan mereka yang seolah jadi hero dan membela umat. Padahal yang dilakukan adalah hal yang salah, karena sweeping diadakan seenaknya, tanpa izin dari kepolisian. Apa hak mereka untuk melakukan sweeping jelang hari raya agama lain? Padahal bukan pejabat yang berwenang.
Indonesia adalah negara hukum, jadi tindakan FPI tak bisa dibenarkan. Masyarakat di segenap daerah, mulai dari Malang sampai Bandung, juga menolak masuknya FPI ke wilayah mereka. Karena dikhawatirkan akan memecah-belah perdamaian di Indonesia. Ormas tersebut selalu intoleran dan tidak pernah menghormati umat dengan keyakinan yang berbeda.
Selain itu, mereka juga memprovokasi masyarakat untuk mendukung narapidana yang bersalah, yakni sang panglima FPI. Rizieq Shihab memang ditahan di Polda Metro Jaya dan FPI ngotot untuk membebaskannya. Bahkan nekat meminta polisi untuk menggantikan posisinya, agar Rizieq bisa menghirup udara di luar penjara dengan segera.
Jika ada provokasi dari mereka untuk terus mendukung Rizieq Shihab dan tokoh lain yang jadi konconya, yang tersandung 2 kasus sekaligu, di mana akal sehatnya? Apakah sudah kesirep sehingga membela orang yang salah? Jangan sampai ada yang termakan kalimat manis dan rayuan FPI, dan mengaburkan kebenaran begitu saja. Pakailah logika sebelum memberi simpati pada seseorang.
Masyarakat harus wapada pada provokasi FPI, karena saat jurus kekerasan dan sweeping gagal, mereka melakukan jurus playing victim. Tujuannya tentu untuk mencari simpati dan memprovokasi, agar banyak orang yang menangis saat tahu ada pemuka agama yang dipenjara. FPI paham bahwa masyarakat amat sensitif ketika berhubungan dengan hal ini.
Faktanya, jika ada pemuka agama yang masuk bui, bukan berarti pemerintah yang zalim. Karena Rizieq memang harus bertanggung jawab atas perbuatannya, yang mengumpulkan massa saat pandemi dan melakukan pidato hate speech. Tindakannya yang bersalah, bukan berarti semua pemuka agama dilarang berceramah oleh pemerintah dan rakyat lain dilarang bersuara.
Jangan ada lagi yang termakan oleh bujuk rayu dan provokasi FPI. Karena mereka gagal untuk membela umat, malah mencoreng nama umat. Dengan menyebar hoax dan ketegangan di mana-mana. FPI juga selalu memprovokasi masyarakat agar mereka bersimpati. Padahal rakyat sudah hafal modus buaya mereka dan menolak untuk berempati..
)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor