Melawan Lupa, Dulu Lukas Enembe Kampanye Dukung Pemekaran, Sekarang Menolak
Sikap Gubernur Lukas Enembe, yang menolak rencana pemekaran provinsi Papua mendapat kritik dan kecaman dari tokoh masyarakat Papua. Sikapnya dianggap merendahkan hasil kepemimpinannya sendiri sebagai gubernur dengan menganggap sumber daya manusia Papua tidak sanggup mengelola wilayah pemekaran.
Lukas Enembe juga dianggap tidak konsisten karena jauh sebelum ini ia merupakan pendukung gagasan pemekaran bahkan pernah mengajukan sendiri skema pemekaran tujuh provinsi di Papua. “Pernyataan sekaligus alasan Lukas Enembe menolak Daerah Otonomi Baru (DOB) hanya karena merasa bahwa Orang Asli Papua (OAP) tidak memiliki kapabilitas dan kapasitas dalam mengelola provinsi baru seperti menampar wajahnya sendiri. Terlebih di masa kepemimpinannya yang hampir 10 tahun menjadi nakhoda bagi Papua namun seperti tidak mampu mengangkat serta membanggakan masyarakatnya sendiri,” kata Agus Kosek, pemerhati masalah Papua. Agus Kosek menilai tidak patut gubernur yang kini dalam periode kedua masa jabatannya menyatakan bahwa rencana pemekaran DOB tidak memberikan keuntungan kepada Orang Asli Papua (OAP).
“Majunya sumber daya manusia dan kualitas pembangunan di suatu wilayah juga dipengaruhi oleh andil seorang gubernur,” kata dia. Lukas Enembe selama ini gencar membanggakan program-programnya mengembangkan ASN di wilayah tersebut agar mampu mengelola pembangunan dengan berbagai pelatihan dan pengembangan kompetensi. “Seharusnya ini bisa menjadi salah satu modal dalam menyambut kebijakan pemekaran DOB Papua nantinya,” kata Agus Kose.
Hal yang membuat banyak kalangan terkejut ialah sikap Lukas Enembe yang dinilai berbalik 180 derajat. Pada masa kampanye pemilihan Gubernur pada 2013, Lukas Enembe mengangkat isu pemekaran sebagai cara memikat pemilih yang merindukan perubahan di Papua.
Agus Kose mengatakan beberapa tokoh senior Papua bersaksi bahwa kemenangan Lukas Enembe dan (Alm) Klemen Tinal pada saat 0itu hingga mencapai lebih dari 50 persen suara dihasilkan oleh isu pemekaran provinsi dalam setiap kampanye. “Di hadapan ribuan orang yang memadati lapangan Sinapuk, Wamena, dengan suara lantang ia menyatakan bahwa ia adalah Gubernur Papua yang terakhir. Pernyataan tersebut secara tak langsung menegaskan bahwa dirinya menyetujui pemekaran Provinsi Papua, dimana salah satunya yakni Pegunungan tengah dengan Wamena sebagai ibukota,” lanjut Agus Kose.
Publikasi media digital juga merekam jejak dukungan Lukas Enembe terhadap pemekaran sebagai cara mengakselerasi pembangunan Papua. Salah satunya siaran pers yang diberitakan oleh beberapa media pada 15 September 2019, yang mengusulkan ide pemekaran wilayah Papua.
Sebagaimana diberitakan oleh Bumipapua.com yang kemudian juga dipublikasikan oleh media partnernya, kumparan.com, Lukas Enembe saat itu memberikan saran kepada pemerintah untuk memekarkan Papua menjadi tujuh provinsi. Lukas mengatakan pemekaran Papua menjadi tujuh provinsi disesuaikan dengan 7 wilayah adat yang tersebar di Papua dan Papua Barat.
“Provinsi Papua ada 5 wilayah adat dan 2 wilayah adat di Papua Barat dengan status otonomi khusus bagi masing-masing provinsi,” kata dia dalam keterangan pers. Ketujuh wilayah adat yang dimaksud adalah 5 wilayah adat di Provinsi Papua yakni wilayah Tabi atau Mamta, Saireri, Meepago, Anim HA, dan Lapago.
Papua Barat meliputi dua wilayah adat yaitu Domberai dan Tambrauw. Agus Kose mencatat Lukas Enembe bahkan sudah gencar menyuarakan pemekaran Papua sejak 2010. Sebagai bupati yang dipilih menjadi ketua Asosiasi Bupati se-kawasan Pegunungan Tengah Papua, Lukas Enembe saat itu mengajukan pembentukan provinsi baru. Usulan tersebut dia ajukan menindaklanjuti sikap pemerintah pusat jika akhirnya tidak mendengar aspirasi masyarakat menjadikan kawasan Pegunungan Tengah sebagai kawasan infrastruktur untuk membuka isolasi yang sudah lama.
Saat itu, selain masalah transportasi, kawasan Pegunungan Tengah juga sangat memprihatinkan meski sumber daya alam sangat kaya. Lukas Enembe menyebut, sebesar 70% dari 1,2 juta penduduk asli Papua di kawasan tersebut dikategorikan penduduk miskin. Meski saat itu pemerintah pusat memberlakukan moratorium pemekaran wilayah, Lukas yakin pemerintah pusat akan merestui pendirian provinsi baru.
Agus Kose juga mencatat pernyataan ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai pada 2018, bahwa pemekaran DOB di Papua merupakan permintaan Gubernur Papua, Lukas Enembe bersama semua unsur kepada pemerintah Pusat. Melalui konsep Otsus Plus, Lukas datang dengan semua unsur, meminta pemekaran dan khusus untuk Laapago diminta segera dimekarkan menjadi provinsi percontohan infrastruktur. “Jika saat ini Lukas Enembe menyatakan menolak pemekaran, maka menjadi sebuah kebingungan jamak karena sebenarnya masih berhadapan dengan gubernur yang sama namun muncul dengan sikap dan pemikiran yang berubah,” kata Agus Kose.
Sebelumnya Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, pihaknya telah menerima Surat Presiden (Surpres) mengenai rancangan undang-undang tentang pembentukan daerah otonomi baru (DOB) di Papua. Surpres DOB Papua itu diterima DPR pada Minggu 15 mei 2022. Diharapkan surat tersebut akan dibawa ke Sidang Paripurna DPR untuk ditindaklanjuti.
Pada 12 April lalu DPR telah menyepakati 3 RUU terkait pemekaran wilayah di Papua menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna DPR. RUU tersebut adalah RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.###