Melihat Etalase Terdepan Indonesia
Oleh: Agustan Suhadi)*
Sejak dari awal terpilihnya Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), keduanya sudah mencanangkan sebuah ramuan apik yang bernama Nawacita atau singkat kata yang diartikan sebagai sembilan agenda prioritas untuk Indonesia. Terdapat salah satu poin penting yang dibahas di dalam Nawacita, yakni membahas program prioritas untuk etalase terdepan wilayah Indonesia.
Poin pertama Nawacita adalah menghadirkan kembali negara di tengah warga negara. Keamanan batas negara berikut kedaulatan wilayah serta perlindungan terhadap sumber daya alam menjadi prioritas pemerintahan Jokowi-JK. Pembangunan perbatasan termuat dalam poin ketiga dari Nawacita. Di situ, Jokowi-JK menebalkan frase ‘membangun Indonesia dari pinggiran’. Pembangunan tak lagi terpusat (sentralisasi) di perkotaan, melainkan harus dilakukan menyebar di seluruh pelosok (desentralisasi).
Masing-masing daerah tak harus persis sama dalam melaksanakan pembangunan, perbedaan dalam pembangunan memang perlu dilakukan demi mengakomodir karakteristik dan kemampuan masing-masing wilayah. Istilahnya adalah desentralisasi asimetris. Meski begitu, otonomi semacam ini perlu dijaga supaya tetap sinergis.
“Kebijakan desentralisasi asimetris ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasional Indonesia di kawasan-kawasan perbatasan, memperkuat daya saing ekonomi Indonesia secara global, dan untuk membantu daerah-daerah yang kapasitas berpemerintahan belum cukup memadai dalam memberikan pelayanan publik,” demikian petikan poin ketiga dari Nawacita.
Jalan-jalan di pelosok dibangun, pos-pos perbatasan dipergagah, bandara di pulau terdepan didirikan. Misalnya, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu di Entikong, Kalimantan Barat. Ada pula PLBN Motaain, Atambua, Nusa Tenggara Timur. Bandara di pulau terdepan sudah dibangun, yang paling mengemuka di publik akhir-akhir ini adalah Bandara Miangas, proyek Rp 320 miliar yang rampung dan diresmikan Jokowi pada 19 Oktober 2016 lalu.
Proyek Jalan Trans Papua yang terhubung dengan tol laut, bila sudah jadi nanti, juga bisa memperkuat kawasan terdepan Indonesia. Panjangnya 4.330,07 km, menghubungkan Sorong di ujung Provinsi Papua Barat dengan Merauke yang berada di ujung Provinsi Papua, juga ujung Timur Indonesia berbatasan dengan Papua Nugini.
Pengamanan perbatasan dilakukan. Pemerintah Jokowi yang berorientasi membangun negara jadi poros maritim dunia ini telah menetapkan 111 pulau kecil terdepan Indonesia, lewat Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017.
“Penetapan pulau-pulau ini untuk mencegah isu okupasi atau klaim kepemilikan pulau oleh warga negara lain. Kita juga bisa mengawasi aktivitas ilegal yang sering kali terjadi seperti penyeludupan narkoba, perbudakan, bahkan illegal fishing,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam keterangannya, yang dikutip Minggu (12/3/2017).
TNI juga bekerja sama dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD). Percepatan pembangunan daerah perbatasan juga dikawal tentara. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pada 9 Maret 2017 menjelaskan TNI akan berbaur dengan masyarakat membantu penyelesaian permasalahan di pelosok, bisa berupa pembangunan sumber daya air, tanggap darurat bencana, hingga pembangunan jalan.
Terlebih Upaya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dalam mengembangkan daerah perbatasan ditempuh dengan soft dan hard program. Berdasarkan informasi yang didapat dari laman Kemendes PDTT, soft program lebih diarahkan pada kegiatan untuk memfasilitasi dan mempertemukan para pengusaha dengan kepala daerah di wilayah pebatasan. Adapun, hard program lebih mengarah pada pembangunan infrastruktur.
Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu Johozua M Yoltuwu mengatakan, program penggandengan investor merupakan salah satu komitmen pemerintah untuk memajukan daerah perbatasan, terutama untuk menghadapi era globalisasi. “Pemerintah melalui berbagai kementerian telah berkomitmen menjadikan wilayah perbatasan Indonesia sebagai kawasan beranda negara yang layak,” ujarnya, seperti dikutip dari laman resmi Kemendes PDTT, Kamis (27/7/2017).
Komitmen pemerintah tersebut memang perlu disinergikan dengan kementerian/lembaga lainnya. Salah satunya melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang telah merevitalisasi pembangunan 7 pos lintas batas negara. Direktur Pengembangan Daerah Perbatasan Kemendes PDTT Endang Supriyani mengatakan pembangunan infrastruktur diantaranya berupa sarana dan prasarana air bersih, jalan penghubung, dan budi daya rumput laut. “Kami menargetkan ada komitmen yang riil antara pemerintah daerah dengan para pelaku usaha. Ditambah lagi kami juga akan mengajak para pelaku usaha untuk melakukan safari ke lima daerah perbatasan secara simultan untuk melihat kondisi di lapangan secara langsung,” tuturnya. Berdasarkan kajian pada Rencana Bisnis dan Investasi Perbatasan, terdapat lima lokasi utama pembangunan daerah perbatasan. Kelima daerah ini a.l. Kabupaten Natuna, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Belu, Kabupaten Pulau Morotai, dan Kabupaten Merauke.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu, Johozua M. Yoltuwu di Jakarta Pusat, Selasa 18 Juli 2017 mengatakan bahwa pemerintah telah mencanangkan empat program untuk membangun daerah perbatasan Indonesia. Program ini digerakkan oleh berbagai kementerian terkait, dengan target rampung pada akhir 2019, diantaranya pembangunan embung atau badan air sebagai irigasi, pembangunan produk unggulan kawasan pedesaan (prukades), pembangunan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), dan pembangunan fasilitas olahraga.
Jokowi sendiri, lewat akun Instagramnya pada 23 Juni 2016, menginstruksikan pengetatan pengamanan di kawasan perbatasan. Saat itu, Jokowi meninjau perairan Natuna dengan menumpang KRI Imam Bonjol 383.
“Pengamanan wilayah perairan perbatasan tidak boleh kita lupakan. Untuk menjaganya, patroli dan penjagaan keamanan laut juga harus kita tingkatkan,” tulis Presiden dalam caption foto di instagramnya kala itu.
(Dikutip beberapa informasi dari industri.bisnis.com dan news.detik.com)
)* Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin