Mempersempit Ruang Bagi Kelompok Radikalisme
Oleh : Rahmat Kartolo )*
Badan Intelijen Negara (BIN) sebelumnya melakukan pendekatan dan pengawasan terhadap puluhan penceramah yang berpotensi menyebarkan paham radikalisme. Pendekatan dan pengawasan ini dilakukan setelah Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menemukan bahwa 41 masjid di lingkungan kantor pemerintahan dan kementrian terpapar radikalisme.
Menindaklanjuti hal tersebut Kemenag juga menjadikan isu radikalisme sebagai fokus pemerintah. Hal ini disebabkan karena salah satu visi menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin adalah mengatasi radikalisme dengan prinsip moderasi beragama.
Bangsa Indonesia berdiri karena idealisme dari para pemuda pada saat itu. Untuk itu wawasan kebangsaan perlu untuk selalu diingatkan dan disampaikan keseluruh tenaga pendidik dan mahasiswa yang nantinya akan menjadi sumber informasi bagi masyarakat disekitarnya.
Munculnya gerakan radikalisma merupakan suatu reaksi yang dilakukan karena berlakunya kebijakan global Amerika serta negara barat lainnya, terutama keberadaan negara Yahudi yang bernama Israel. Sebenarnya para kaum dan golongan para terorisme ingin menolak adanya hal tersebut dengan tujuan untuk berjihad di jalan Allah, tetapi cara mereka melakukan jihad merugikan banyak orang yang bukan merupakan sasaran mereka, sehingga hal ini akan sangat merusak berbagai tatanan kehidupan baik di bidang ekonomi, sosial, politik, negara ataupun agama.
Ideologi memegang peranan yang sangat penting bagi kekuatan negara. Para pendiri bangsa dan negara melalui musyawarah untuk mufakat mencapai kesepakatan luhur tentang pancasila sebagai dasar negara, Bangsa yang sangat besar dan majemuk ini berhak dan membutuhkan sebuah payung integratif yang kuat dengan norma – norma yang dapat menopang sebuah peradaban besar.
Dari uraian tersebut jelas sudah disebutkan bahwa paham radikalisme adalah sebuah ancaman yang serius, berikut ini bahaya radikalisme yang perlu kita ketahui.
Paham radikalisme mengabaikan pesan terpenting agama – agama yang mengajarkan keluhuran dan kerukunan. Dalam Islam, prinsip ini dikenal sebagai rahmatan lil ‘alamin. Manusia selalu mengidamkan keamanan, keselamatan dan ketentraman. Islam diturunkan sebagai rahmat seluruh alam.
Paham radikalisme juga turut mengancam persatuan sesama warga negara. Bahkan juga merusak persatuan sesama umat beragama. Gerakan terorisme ini mengajarkan seseorang bertindak dengan kekerasan, seakan mereka bukan manusia yang mempunyai hati. Mereka dengan tanpa melihat langsung menghancurkannya.
Di sisi lain radikalisme juga mengakibatkan penderitaan bagi manusia yang tidak berdosa. Ada yang cacat permanen dan menderita trauma berkepanjangan yang diakibatkan oleh pelaku yang tak bertanggung jawab. Dalam kasus tersebut justru banyak terjadi salah sasaran yang terjadi sehingga menghilangkan banyak nyawa yang bukan merupakan sasaran penyerangan tersebut.
Doktrin paling berhahaya dalam paham radikalisme adalah doktrin tentang Istisyhad atau bom bunuh diri. Bom bunuh diri ini dianggap sebagai operasi mati syahid dimana orang yang melakukannya akan mati syahid dan langsung masuk surga dengan dipeluk oleh para bidadari surga. Padahal bunuh diri jelas bukan surga balasannya melainkan neraka. Bom bunuh diri merupakan adopsi dari paham syiah bathiniyah yang mempunyai arti menebus surga dengan mengorbankan diri dalam sebuah operasi pembunuhan.
Perihal indikasi masjid yang terpapar radikalisme, hal ini juga terlah menjadi catatan bagi BIN. Pemantauan berkesinambungan dilakukan agar radikalisme tak meluas dan melebar. Sudah seyoganya masjid dijaga secara bersama – sama agar dapat menjadi tempat Ibadah yang normal dan terhindar dari ajaran – ajaran yang mengarah pada gerakan radikal.
Langkah penetralan dilakukan BIN sebagai upaya pencegahan agar penanganan radikalisme dapat tepat sasaran. Dengan langkah preventif diharapkan nantinya aktor – aktor utama ataupun pihak – pihak yang selama ini menyampaikan pesan yang keliru kepada masyarakat dapat kembali ke koridornya. Untuk itu, wawan pun mengharapkan masyarakat dapat memahami bahwa secara prinsip tidak ada upaya pencederaan apalagi kriminalisasi dalam penanganan radikalisme di Indonesia.
BIN juga menyampaikan adanya donasi dari sejumlah negara untuk pembangunan masjid di Indonesia. Donasi ini disadarinya berpotensi menimbulkan masalah tersendiri dalam penanganan radikalisme yang pihaknya lakukan. Terlebih ketika donasi yang diberikan juga dilengkapi dengan tokoh – tokoh dari negara donatur untuk mengajar pendidikan agama di masjid tersebut.
Untuk melenyapkan radikalisme di Masjid, tentu dibutuhkan sinergitas antar kementerian dan lembaga. Hal ini dikarenakan ada beberapa faktor yang memicu kemunculan radikalisme di Indonesia, seperti pemahaman agama, ketidakadilan hingga kemiskinan. Pemahaman agama yang dangkal dan keliru merupakan faktor utama merebaknya radikalisme hingga terorisme di Indonesia.
Terkait isu radikalisme di masjid tentu masyarakat harus mengetahui dengan jelas perbedaan antara radikalisme dan terorisme, agar masyarakat tidak salah kaprah dalam memahami kedua terminologi tersebut.
Radikal di masyarakat saat ini umumnya cenderung dipandang dari penampilan fisik saja. Contohnya mereka yang bercadar, berjenggot atau menggunakan celana cingkrang. Padahal kelompok salafi yang berpenampilan seperti itu adalah kaum yang memegang teguh shalat 5 waktu dan Al – Qur’an, sangat anti kekerasan dan bahkan mengajak anggota jemaahnya untuk mendukung pemerintahan siapapun yang menjabat saat itu.
Dalam pembahasan terkait radikalisme, sebaiknya disebutkan secara spesifik nama organisasi dan ideologi yang menjadi afiliasinya, misalnya Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dengan ideologi ISIS. Oleh sebab itu, masyarakat seharusnya mulai dapat memilih organisasi apa yang disebut radikal dan mengancam NKRI daripada menyebut radikalisme secara keseluruhan.
)* Penulis adalah pemerhati sosial politik