Mempertanyakan Usulan Fadli Zon Hapus Sistem LHKPN di KPK
Oleh : Arya Putra )*
Fadli Zon tampaknya menjadi salah satu anggota DPR yang paling bebas dalam berkicau. Kali ini pihaknya menilai bahwa mekanisme Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) di KPK bagi pejabat negara lebih baik dihapuskan. Hal tersebut lantaran menurutnya sudah tidak diperlukan lagi di Indonesia. Itu ia katakan untuk merespons pernyataan Juru Bicara KPK Febri Diansyah yang mencatat baru 7 persen anggota DPR yang menyerahkan LHKPN. Ia juga menambahkan bahwa LHKPN merupakan ujung tombak pencegahan adanya korupsi pejabat negara.
“Saya kira UU-nya jelas, UU 28 tahun 1999 itu sudah mengatur kewajiban penyelenggaraan negara. Jadi kalau ada penyelenggara negara yang tidak melaporkan kekayaannya, maka itu berarti melanggar UU. Itu poin yang paling krusial,” ungkap Febri.
Febri juga meminta agar para anggota DPR patuh dan berkomitmen melaporkan harta kekayaannya. Pihaknya juga mengaku akan secara maksimal memastikan kepatuhan penyelenggara negara itu ke depannya. Pihaknya juga mengatakan, KPK siap menerjunkan tim khusus ke DPR RI untuk membantu urusan LHKPN dari para anggota dewan.
Namun lain pemikiran dengan Fadli Zon, yang mengatakan bahwa semua harta kekayaan pejabat negara sudah cukup terdata saat pencatatan pajak, sehingga tak perlu melaporkan LHKPN. Wakil Ketua DPR ini menyatakan para pejabat negara tak ada kewajiban tiap tahunnya menyerahkan LHKPN kepada KPK. Pelaporan LHKPN bagi pejabat negara, dikatakan Fadli, tidak ada aturannya secara resmi. Karena itu, tidak perlu lagi bagi pejabat negara untuk melaporkan harta kekayaan kepada KPK tiap tahunnya.
Diketahui, berdasarkan laporan LHKPN yang masuk di tahun 2018, DPR yang melaporkan kekayaannya hanya 21,42 % dari total 536 wajib lapor. Usulan tentang penghapusan sistem LHKPN juga mendapat tanggapan dari Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Rian Ernest. Pihaknya mempertanyakan komitmen pemberantasan korupsi dari Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon yang mengusulkan penyelenggara negara tidak perlu menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggaraan negara LHKPN.
Rian Ernest mengatakan, bahwa penyampaian LHKPN adalah amanah UU No 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
“Fadli Zon sebagai Wakil Ketua DPR RI yang merupakan bagian dari penyelenggara negara, bagaimana bisa tidak mematuhi amanah undang – undang. Publik pasti akan mempertanyakannya. Apakah ada harta yang ingin disembunyikan,” ujar Ernest.
Menurut Ernest, penyampaian LHKPN adalah menjadi kewajiban bagi penyelenggara negara, untuk mendukung penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN. Hal ini diatur dalam undang – undang.
“Salah satu cara melawan korupsi adalah dengan akuntabilitas harta dari pejabat penyelenggara negara. Usulan agar penyelenggara negara tidak perlu menyampaikan LHKPN adalah tindakan tidak patut dari seorang wakil ketua DPR, lembaga pembuat undang – undang yang harusnya lebih taat dengan undang – undang,” tambahnya.
Ernest menilai masyarakat masih ingat dengan pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto pada debat Capres pertama, yang mengatakan akan memberantas korupsi, tapi sekarang Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon justru menunjukkan komitmen yang buruk soal pemberantasan korupsi.
Usulan Fadli Zon tentu akan menambah daftar tanda tanya dari kredibilitas para pejabat yang duduk di kursi DPR RI. Bagaimana rakyat bisa percaya, kalau komitmen elit partai pengusung Capres nomor 02 dalam memberantas korupsi masih lemah.
“Apakah ada harta yang ingin disembunyikan? Apakah ini terkait penguasaan lahan 340 ribu hektare di Aceh dan Kalimantan Timur?” Ujar Ernest.
Jika dianalisis lebih lanjut, tentu usulan dari sosok Wakil Ketua Partai Gerindra ini sangatlah kontradiktif dengan semangat menghapus praktik KKN di Indonesia. Hal ini dikarenakan LHKPN adalah upaya pemerintah memberikan fungsi pengawasan kepada publik.
Lebih lanjut, LHKPN merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam membangun transparansi, perilaku hidup yang bersih dan tidak korup. Denngan adanya transparansi inilah publik perilaku pejabat dapat diukur dan dikontrol oleh publik. Usulan terkait penghapusan LHKPN bisa jadi merupakan upaya untuk menyembunyikan harta kekayaan atau aset seseorang. Tanpa adanya LHKPN, tentu akan mempersulit dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi.
Di sisi lain, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif meminta kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar berkomitmen untuk meningkatkan kepatuhan dalam mengurus LHKPN. Namun, pihaknya merasa bahwa komitmen itu seharusnya tidak perlu sampai ditagih oleh KPK, karena laporan tersebut telah menjadi kewajiban bagi para anggota dewan. Apalagi LHKPN ini adalah salah satu cara untuk memberantas korupsi dengan melaporkan harta kekayaan. Jika terdapat anggota DPR yang tidak melapor, maka bersiap – siaplah untuk berjumpa dengan penyidik KPK.
Saat ini KPK juga telah menyiapkan Klinik E-LHKPN yang terletak di lobby Gedung Nusantara III DPR RI untuk membantu pengurusan surat.
“Kita melatih staf – staf disini agar bisa melakukannya. Kalau seandainya dibutuhkan kan Cuma 30 menit dari kantor KPK, bisa kita luncurkan kesini,” tambah Laode. Pihaknya juga menambahkan, KPK membuka diri apabila Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta membutuhkan bantuan untuk mengisi LHKPN.
)* Penulis adalah Mahasiswa Universitas Darussalam Ambon