Menangi Debat Cawapres, Ini Prestasi Abah Ma’ruf yang Jarang Diketahui Publik
Oleh : Titi Wulandari )*
Masyarakat Indonesia tentu sangat mengenal sosok pendamping Joko Widodo dalam kontes Pilpres 17 April mendatang, dialah Ma’ruf Amin yang memiliki rekam jejak luar biasa sejak dirinya masih muda.
Sosok Kiai Kharismatik yang akrab disapa Abah Ma’ruf tersebut menjabat sebagai Rais Aam PBNU periode 2015 – 2020. Dalam waktu yang sama beliau juga menhabat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2015 – 2020. Beragam prestasi hebat ini sebenarnya sudah terlihat dari figur Abah Kiai Ma’ruf ketika dirinya masih muda.
Sejarah mencatat, Ma’ruf Amin muda pernah terpilih sebagai anggota DPRD DKI Jakarta pada pemilu 1971. Ia masuk melalui Partai Nahdlatul Ulama (PNU). Menariknya saat itu dirinya masih berusia 28 tahun dan memimpin persidangan perdana DPRD DKI Jakarta mendampingi anggota DPRD tertua saat itu, Sjamsidae Murdono dari Partai Golkar.
KH Ma’ruf Amin selalu mengedepankan kebijakan – kebijakan pro rakyat. Tidak memandang latar belakang tertentu saja. Semua kebijakan yang ia ambil ditujukan untuk kemaslahatan bersama dan masyarakat selalu menerimanya dengan terbuka.
Kala itu rakyat juga berpihak kembali kepada Ma’ruf Amin, dan menjadi anggota DPRD DKI Jakarta. Saat itu ia berhasil lolos menuju kursi parlemen melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dirinya menjabat sebagai pimpinan Komisi A. Komisi ini membidangi urusan pemerintahan.
Gus Oqi juga mengatakan bahwa Sosok Ma’ruf Amin memiliki wawasan yang sangat bagus di dunia politik. Kolaborasinya dengan eksekutif DKI Jakarta waktu itu, menunjukkan banyak kemajuan yang dibuat. Dengan posisinya sebagai cawapres 01 mendampingi Joko Widodo, pihaknya tentu merasa gembira. Hal ini dikarenaka dengan program yang ditawarkan akan membuat Indonesia semakin maju.
Langkah besar yang pernah diambil oleh Kiai Ma’ruf adalah mengembalikan NU menjadi organisasi keagamaan. Dirinya berhasil menggerakkan forum diskusi keagamaan (Bahtsul Masail). Dalam perkembangannya, Bahtsul Masail menjadi fondasi intelektualitas NU.
Aktifitas tersebut telah berhasil mengukuhkan dirinya menjadi ulama yang disegani, Sosoknya sebagai Tokoh Agama ternyata tidak kalah dengan pamornya sebagai seorang politisi.
Kolaborasinya bersama mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, tentu menjadi formulasi yang sangat baik. Harapan cerah ini dapat dilihat dari konsep ekonomi yang akan digulirkannya. Ma’ruf Amin tetap konsisten dengan teori Arus Baru Ekonomi Indonesia. Konsep ini memiliki nafas ekonomi berkeadilan. Formulasi ini diharapkan dapat memangkas disparitas antara kaya dan miskin secara signifikan.
Namun tetap saja tidak sedikit pihak lawan yang menganggap Ma’ruf Amin sebagai titik kelemahan Jokowi sebagai Capres Petahana. Hal ini tampak ketika Jokowi menentukan pilihan cawapres pada Agustus 2018 lalu pun banyak pihak yang langsung skeptis dan meragukan Kiai Ma’ruf terkait performa komunikasi publik, termasuk dalam debat.
Akan tetapi, konteks debat belum bisa dipakai sebagai ukuran penilaian kualitas personal sang kiai. Pasalnya, bukan tidak mungkin Ma’ruf justru membalikkan semua prediksi orang – orang yang meragukannya saat debat.
Tentu akan menjadi sebuah kesalahan yang besar jika kubu Penantang Prabowo – Sandi menganggap remeh sosok Kiai yang memiliki segudang pengalaman dalam dunia politik.
Sebagai sosok Ulama Politis, Ma’ruf Amin memiliki sejarah panjang dalam hal komunikasi politik. Hal ini beralasan, mengingat sejak dirinya masih muda, ia tidak hanya dikenal sebagai politisi, namun juga seorang pendakwah yang ulung. Artinya sosok Abah Ma’ruf tak perlu diragukan lagi terkait dengan kemampuannya dalam hal berbicara di depan publik.
Meski usia tak lagi muda, namun pemikiran sosok Ma’ruf masih tajam dan dinilai sejalan dengan Jokowi. Debat semalam mencatat ketika Sandiaga Uno melontarkan hal terkait tenaga kerja, Ma’ruf Amin terlihat tetap pada ritmenya sendiri dan tidak terbawa oleh pertanyaan dari Sandiaga. Bahkan KH Ma’ruf Amin mampu berbicara terkait inovasi baru, seperti wacana Cyber University.
Pemilihan kata yang digunakan Ma’ruf Amin juga mencerminkan keilmuan dan posisinya sebagai ulama. Selain membacakan serentetan ayat dan hadist, Ma’ruf amin juga menggunakan bahasa yang agamis. Selain itu istilah 10 years challenge juga dinilai mampu menyaingi Gimick lawan debatnya Sandiaga Uno.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik