Mendukung 4 RUU Omnibus Law Masuk Prolegnas 2020
Oleh : Karsa Abdillah )*
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah resmi mengesahkan empat Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Keempat RUU Omnibus Law tersebut adalah RUU tentang Ibu Kota Negara, RUU tentang Kefarmasian, RUU tentang Cipta Lapangan Kerja, dan RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Masyarakat pun mendukung langkah tersebut karena diharapkan mampu mendongkrak investasi dan mempermudah pelayanan bagi publik.
Indonesia sebagai negara berkembang sangat bergantung pada investasi. Pada tahun 2018, investasi menyumbang sebesar 32,3% dari total perekonomian Indonesia. Akan tetapi, pada 2019 tingkat pertumbuhan investasi di Indonesia dapat dibilang stagnan, yaitu hanya berada pada batas bawah 5%. Salah satu penyebabnya adalah sulitnya iklim investasi, peraturan dan perizinan di Indonesia.
Adanya Policy uncertainty adalah permasalahan utama atas sulitnya dan ketidaksinkronan peraturan yang ada. Selama ini, peraturan cenderung tidak pasti, tidak sinkron antara satu dengan yang lain dan bahkan tidak tetap. Kenapa itu terjadi? Ya, karena dihadapkan pada banyaknya policy, sedangkan persoalan bukan di banyaknya aturan tapi kepastian aturan itu sendiri.
Melihat realitas itulah, pemerintah menggagas kebijakan Omnibus Law sebagai upaya membuat satu sistem perundang-undangan yang mengoreksi seluruh pasal dalam undang-undang terkait. Urgensi Omnibus Law ini adalah untuk meminimalisir high cost yang diperkirakan keluar jika satu per satu UU dibahas dan dikoreksi. Tradisi ‘ber-omnibus’ di Indonesia sebenarnya bukan barang baru, artinya sudah lama terjadi sejak Perda menjadi barometer dalam mengoreksi peraturan di bawahnya. Kebutuhan itu juga didorong rencana perpindahan Ibu Kota Negara yang tidak lama lagi. Tentunya membutuhkan penyederhanaan, peringkasan dan penggantian undang-undang menyesuaikan Ibu Kota Negara baru nanti.
Ada 4 RUU Omnibus Law yang diagendakan masuk dalam Prolegnas 2020 yaitu RUU CLK (Cipta Lapangan Kerja), RUU Kefarmasian, RUU IKN (Ibu Kota Negara) dan RUU Perpajakan. RUU CLK menjadi cara untuk meng-address transformasi ekonomi agar lebih cepat. Aspek apapun dalam struktur ekonomi tidak lepas dari tenaga kerja.
RUU CLK memfasilitasi perlindungan hak-hak seluruh golongan pekerja yang menjadi fokus pemerintah agar pertumbuhan ekonomi optimal. Perlindungan yang cover both side bagi pekerja dan pemberi kerja. Kenapa bisa begitu? Keberadaan pengangguran tentu menghambat pertumbuhan ekonomi karena pasifnya kegiatan konsumsi. Perlindungan pekerja yang bekerja tidak kalah penting untuk dijaga demi menjaga stabilitas ekonomi. Karena apapun profesi, pekerjaannya, mereka berkontribusi dalam pergerakan ekonomi dan harus mendapat aspek perlindungan.
RUU Kefarmasian pun menjadi realisasi harapan dari para tenaga kefarmasian untuk memiliki Undang-Undang Kefarmasian. RUU Kefarmasian mengakomodir adanya jaminan perlindungan oleh hukum ketika menjalankan praktik profesi bagi farmasis maupun masyarakat. Selain itu mendukung kesetaraan di antara profesi kesehatan yang lainnya dalam level perundang-undangan dan menjadi pedoman atau kebijakan bagi apoteker dalam menjalankan praktik kefarmasian dan pendidikan kefarmasian yang disesuaikan dengan perkembangan zaman sekaligus mengoptimalkan praktik kefarmasian bagi masyarakat.
RUU IKN dibutuhkan sebagai dasar hukum untuk memulai langkah konstitusional pemindahan ibu kota, baik dalam penetapan anggaran APBN maupun pemindahan secara fisik. Terdapat 40 UU terkait yang disederhanakan, yakni UU menyangkut kementerian, lembaga, atau komisi-komisi negara yang menyebut kedudukan di ibu kota Negara, juga UU organisasi kemasyarakatan (ormas).
RUU Perpajakan menjadi sektor Omnibus Law yang juga cukup gencar dibahas. Omnibus law di bidang perpajakan hanya berisi 28 pasal dan terbagi dalam 6 cluster. Pemerintah berencana akan menerapkan sanksi pengurangan dana transfer daerah bagi Pemda yang tidak mengikuti aturan di RUU Omnibus Law Perpajakan.
Omnibus Law adalah sebuah keniscayaan. Seluruh pihak harus bahu membahu mempersiapkan diri sebagai ekosistem pendukung percepatan ekonomi. Dimulai dengan mendukung Omnibus Law, mengapresiasi political will dari pemerintah maupun parlemen dan yakin bahwa bangsa ini ke depannya tidak akan lagi terbelenggu low-middle income trap. Undang-undang yang berbelit-belit menghambat pertumbuhan ekonomi. Tanpa ada penyederhanaan dengan Omnibus Law kita tidak akan bisa kemana-mana.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik