Mendukung Aturan Turunan UU Cipta Kerja
Oleh : Adam Heryawan )*
UU Cipta Kerja makin sempurna berkat aturan turunannya. Sayang sekali masih ada kalangan masyarakat yang belum tahu apa saja isi dan manfaatnya. Sehingga sosialiasi aturan turunan digenjot oleh pemerintah. Agar Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden dipahami dan dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.
Setelah UU Cipta Kerja diresmikan, maka menyusul 49 aturan turunannya juga diresmikan. Aturan turunan yang terdiri dari Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden menjadi rekor, karena masyarakat diperbolehkan untuk memberi masukan dan kritik pada situs resminya. Setelah diresmikan, maka aturan turunan ini bisa diimplementasikan agar kehidupan masyarakat jadi lebih baik.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengadakan sosialiasi aturan turunan cipta kerja. Aturan turunan itu terdiri dari PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, dan PP Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal KLHK menyatakan bahwa penting memahami konteks perubahan, pencabutan ketentuan lama, perumusan ketentuan baru, dan bisnis proses dalam peraturan pemerintah ini. Dalam artian, penataan lingkungan dan hutan harus diperbarui sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku dan wajib dipahami oleh masyarakat.
Sosialisasi diadakan selama 2 hari. Pada hari pertama kegiatan dikhususkan untuk membahas sosialisasi PP yang terkait bidang kehutanan, yaitu PP Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, dan PP Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
Pada PP nomor 23 tahun 2021, disebutkan bahwa hutan adalah modal pembangunan nasional. Hutan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Tujuannya agar kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan baik dari sisi ekonomi. Karena hasil hutan bisa dimanfaatkan untuk dijual atau diolah lagi sehingga harga jualnya lebih tinggi.
Tentunya pengolahan hutan dan hasilnya tetap memperhatikan ekologi. Alias bukan berarti hutan akan dibabat habis sehingga gundul 100% demi kesejahteraan manusia. Pengolahan hutan harus sesuai dengan aturan. Jika ada yang dijual tentu harus diseimbangkan dengan penanaman kembali yang minim pestisida. Sehingga hutan akan tetap lestari dan bermanfaat bagi generasi mendatang.
Sedangkan PP nomor 24 tahun 2021 mengatur tentang penguasaan tanah dan buktinya. Pada Pasal 41 ayat (4) huruf a PP Nomor 24 Tahun 2021 yang mengatur bahwa yang dimaksud dengan bukti penguasaan tanah adalah surat hak atas tanah antara lain sertifikat Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Girik, Letter C, verklaring, eigendom, atau Surat Keterangan Tanah.
PP nomor 23 dan 24 tahun 2021 dibuat berdasarkan masukan dari para petani sawit di Indonesia. Sehingga ketika peraturan ini sudah diresmikan, diharap mereka memahaminya lalu mengimplementasikannya. Masyarakat lain juga wajib memahaminya, karena ada beberapa perubahan di bidang perhutanan dan pertanahan. Agar mereka tak bingung saat akan mengurus surat tanah.
Sosialisasi ini wajib didukung agar masyarakat paham apa saja perubahan dalam bidang pertanahan dan kehutanan. Jangan hanya cuek lalu menganggapnya sebagai perubahan peraturan biasa. Karena akan sangat berpengaruh ketika akan jual-beli tanah.
Kita wajib menaati aturan turunan UU Cipta kerja dan mensosialisasikannya. Karena perubahan aturan tentu akan sangat berpengaruh bagi kehidupan. Khususnya ketika ada PP nomor 23 dan 24 tahun 2021. Masyarakat akan paham bagaimana penyelenggaraan kehutanan dan aturan pertanahan serta sanksinya jika melanggar peraturan yang berlaku.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute