Mendukung Inpres Pengangkatan Honorer Menjadi ASN Papua
Oleh : Rebecca Marian )*
Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus berkomitmen mewujudkan sumber daya manusia (SDM) unggul sebagai fokus pemerintahan periode keduanya. Salah satu aspek tersebut diantaranya tercermin dari perhatian pemerintah terhadap aspirasi masyarakat Papua yang disampaikan dalam pertemuan Presiden Jokowi dan Tokoh Papua pada 10 September 2019.
Pertemuan antara tokoh masyarakat Papua dan Papua Barat, menghasilkan beberapa permintaan, dimana salah satunya adalah meminta lebih banyak orang Papua dan Papua Barat yang menjadi pejabat eselon 1 dan 2. Kemudian, mereka juga meminta agar Jokowi menerbitkan Inpres tentang pengangkatan honorer di Papua dan Papua Barat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga menyatakan akan memaksa perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta yang besar, untuk mempekerjakan 1.000 sarjana asal Papua dan Papua Barat yang baru saja lulus.
Pernyataan tersebut disampaikan Joko Widodo unutk menjawab tuntutan para tokoh asal Papua yang diterimanya di istana negara.
Mereka sebelumnya meminta lebih banyak orang Papua dan Papua Barat menjadi pejabat eselon 1 dan 2. Kemudian, meminta Jokowi menerbitkan instruksi Presiden (Inpres) tentang pengangkatan honorer di Papua dan Papua Barat menjadi ASN.
Mantan walikota Surakarta tersebut mengatakan bahwa dirinya akan memaksa BUMN dan perusahaan swasta besar untuk mau menerima 1.000 Sarjana asal Papua, karena jika melalui prosedur tentu akan lebih lama, sehingga Jokowi menggunakan kewenangannya.
Sementara permintaan terkait penerbitan Inpres pengangkatan honorer di Papua dan Papua Barat menjadi ASN, termasuk jabatan di posisi eselon 1, 2 dan 3, Jokowi mengatakan akan diproses kemudian bersamaan dengan provinsi lain di luar Jawa.
Aspirasi tersebut tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, bagaimana tidak SDM di Papua tentu membutuhkan sumber kehidupan dan mendapatka kualitas hidup yang layak.
Staf Khusus Presiden untuk Papua Lenis Kogoya mengatakan masalah tenaga honorer ini sudah sering dibahasa dalam berbagai rapat, hingga menyurati Gubernur Papua Lukas Enembe. Namun, Lukas hingga sekarang tidak pernah menindaklanjutinya.
Hingga saat ini, Gubernur Papua Lukas Enembe juga belum pernah mengirimkan surat ke Presiden atau menteri terkait untuk pengangkatan honorer.
Selain itu, masalah juga timbul di Papua dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK terhadap 80 ribu pekerja lokasi di PT Freeport Indonesia.
Hal itu membuat masyarakat asli Papua menjadi pengangguran. Anak – anak mereka yang bersekolah juga menjadi terlantar.
Sementara itu, Dinas Kesehatan Provinsi Papua telah mengajukan 800 tenaga honorer untuk diterbitkan SK secara kolektif oleh Bupati Mimika Eltinus Omaleng.
Pengangkatan tenaga honorer SK Kolektif tersebut berdasarkan perintah Bupati Mimika Eltinus Omaleng untuk menghindari honorer yang diangkat bukan melalui SK Bupati namun berdasarkan keputusan kepala Dinas dan lain sebagainya.
Kepala dinas kesehatan Kabupaten Mimika Alfred Douw mengatakan, sebagian besar honorer yang bekerja pada puskesmas yang ada di Mimika merupakan honorer yang tidak memiliki SK kolektif namun hanya ber-notakan Dinas, alias diangkat hanya berdasarkan keputusan kepala Dinas.
Harapannya, jika ditemukan tenaga honorer ber-notakan dinas, hal tersebut bukan merupakan urusan dinas kesehatan (dinkes), jika kepala dinas yang mengangkatnya harus bayar.
Dijelaskan bahwa hal tersebut selain untuk meneruskan arahan Bupati, juga sekaligus untuk menyampaikan kepada semua Puskesmas agar tidak lagi merekrut honorer tanpa sepengetahuan Pemerintah Kabupaten Mimika dalam hal ini Dinas Kesehatan.
Untuk mengangkat honorer dengan SK Kolektif tidak asal mengangkat, ada beberapa hal penilaian untuk hal tersebut, seperti yang dijelaskan Pj Sekda Mimika Marthen Paiding beberapa waktu lalu bahwa ada honorer yang bisa mendapatkan SK kolektif apabila mereka yang sudah riil bekerja.
Menurutnya, apabila tidak ditindaklanjuti, maka nantinya akan terus membebani anggaran pendapatan dan belanja Daerah (APBD).
Di sisi lain, Anggota DPR RI Komisi I Yonas Nussy mengatakan, mekanisme pengangkatan ASN selama ini bersama Pansus Afirmasi Majelis Rakyat Papua (MRP) yang memperjuangkan nasib para honorer di Papua yang telah mengabdi selama belasan tahun.
Nussy juga memastikan, data tenaga honorer yang diserahkan ke Kemenpan RB dan BKN tersebut tak ada nama – nama honorer ‘siluman’, namun mereka yang selama ini benar – benar bekerja di berbagai instansi pemerintah Kota Jayapura dan Pemprov Papua.
Dengan adanya penangkatan honorer menjadi ASN, tentu akan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat Papua, sehingga jangan sampai nantinya para honorer masih gigit jari ketika tidak menerima tunjangan hari raya.
)* Penulis adalah mahasiswi Papua tinggal di Jakarta