Mendukung Larangan Pendakwah Ormas Terlarang Tampil di TV
Oleh : Ismail )*
Komisi Penyiaran Indonesia melarang para pendakwah yang berafiliasi dengan ormas terlarang untuk tampil di televisi. Masyarakat mendukung larangan tersebut agar acara televisi mampu memberikan tayangan yang mendidik dan menyejukkan di bulan Ramadhan.
Saat ini ada banyak pendakwah di Indonesia dan mereka juga ceramah di televisi. Apalagi sebentar lagi bulan puasa, di mana acara dakwah selalu menyemarakkan Ramadhan. Dakwah tak hanya ditampilkan setelah subuh tetapi juga jelang beduk maghrib dan di siang hari. Banyak para dai muda yang berceramah dan sudah ada regenerasi setelah era almarhum KH Zainuddin MZ.
Terkait hal tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan larangan bagi para pendakwah yang berasal dari ormas terlarang atau berafiliasi dengan kelompok radikal dan teroris untuk tampil di televisi. Aturan itu dituangkan dalam Surat Edaran KPI tentang Pelaksanaan Dan Pengawasan Siaran Bagi Lembaga Penyiaran di bulan Ramadan 2022 yang diterbitkan Selasa 15 Maret 2022.
Dalam surat edaran tersebut, salah satu poinnya adalah para pendakwah yang tampil di TV harus sesuai dengan standar Majelis Ulama Indonesia. Mereka juga tidak boleh berafiliasi dengan ormas terlarang dan radikal. Selain itu, mereka harus kredibel dan membawa ceramah bernafaskan pancasila.
Masyarakat akhirnya memahami bahwa larangan ini baik karena sama saja dengan memberantas radikalisme di Indonesia. Bayangkan jika para pneceramah dibebaskan untuk eksis di TV, sementara ia adalah anggota kelompok radikal. Maka sudah jelas bahwa isi dakwahnya adalah radikalisme dan terorisme, sehingga membahayakan kondisi sosial masyarakat.
Jika tidak ada seleksi pendakwah yang boleh tampil di TV maka akan berdampak buruk pada masyarakat. Bisa saja ada penceramah yang populer tetapi sayangnya selalu mencela pemerintah serta mengagung-agungkan jihad.
Para pendakwah memang seharusnya berceramah dengan baik dan santun. Bukankah seharusnya ajaran agama harus seperti itu? Mengajarkan kedamaian kepada sesama dan juga toleransi? Bukannya malah mengajak berjihad padahal masa perang sudah usai sejak Belanda hengkang dari Indonesia. Lagipula yang mereka perangi adalah saudara sendiri karena sama-sama WNI.
Pengaturan pendakwah yang bisa tampil di televisi bukanlah pembreidelan seperti masa orde baru, melainkan cara pemerintah menyaring siaran, agar tidak ada yang tersesat dengan ajaran kelompok radikal. Jangan sampai malah radikalisme tumbuh subur karena anggotanya dibiarkan untuk berceramah di TV.
Pemerintah tidak melarang ceramah agama karena beragama dan beribadah adalah hak asasi manusia dan dilindungi oleh UU. Akan tetapi, di sini yang ditekankan adalah isi ceramahnya. Jangan sampai berdakwah dengan brutal, karena nabi sendiri juga berdakwah dengan lembut.
Apalagi sebentar lagi Ramadhan sehingga dakwah yang ditampilkan di TV lebih sering lagi. Jika tidak ada seleksi pendakwah apakah jadinya ramadhan kita dikotori oleh ajakan jihad dan intoleran? Tentu amat mengerikan jadinya.
Ramadhan adalah bulan suci sehingga tidak boleh dikotori dengan ajakan seperti itu. Seharusnya semua pendakwah berceramah dengan gembira dan mengajak ke dalam kebaikan. Bukannya terseret ke dalam arus politik atau radikalisme dan terorisme. Mereka harus ingat bahwa tujuan utamanya adalah mencerahkan sesama, bukannya mengajak para WNI untuk jadi radikal.
Masyarakat mendukung penuh langkah pemerintah untuk menyeleksi para pendakwah yang boleh tampil di TV. Mereka yang terbukti radikal dan teroris memang tidak boleh diberi panggung agar tidak mengotori siaran TV. Jangan sampai tidak ada seleksi lalu radikalisme menjamur di negeri ini.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini