Mendukung Larangan Pendakwah Ormas Terlarang Tampil di TV dan Radio
Oleh : Muhammad Yasin )*
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan larangan Ormas terlarang untuk tampil di Televisi maupun Radio. Keputusan ini dianggap tepat agar situasi bulan Ramadhan tetap kondusif dan masyarakat dapat beribadah dengan tenang.
Dakwah di media baik televisi maupun radio tentu akan semakin jamak ditemukan saat Ramadhan. Momentum ini tentu jangan sampai dimanfaatkan oleh pendakwah yang terlibat ormas terlarang untuk mendapatkan panggung baik di TV ataupun Radio untuk menyebarkan paham yang bisa saja bertentangan dengan Pancasila.
Pelarangan tersebut disampaikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang melarang lembaga penyiaran, baik televisi maupun radio, menampilkan pendakwah dari organisasi terlarang. Aturan tersebut telah dituangkan dalam surat Edaran KPI Nomor 2 Tahun 2021 tentang pelaksanaan siaran pada Bulan Ramadhan.
Dalam poin 6 huruf d yang tertulis dalam surat edaran tersebut, KPI menekankan bahwa pendakwah yang akan tampil di TV atau Radio harus sesuai dengan standar Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selain itu, KPI menekankan agar para pendakwah yang diundang harus menjunjung Pancasila.
Dalam SE KPI Nomor 2 Tahun 2021, tertulis bahwa media agar mengutamakan penggunaan dai atau pendakwah kompeten, kredibel dan tidak terkait dengan organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia, dan sesuai dengan standar MUI, serta dalam penyampaian materinya senantiara menjujung nilai-nilai Pancasila.
KPI memang tidak merinci daftar organisasi terlarang yang dimaksud. Namun, Komisioner KPI Irsal Ambia menyatakan bahwa organisasi terlarang yang dimaksud adalah Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Irsal menyampaikan aturan ini dibuat untuk mencegah polemik. KPI ingin acara dakwah di bulan Ramadhan mendidik masyarakat, bukan justru menimbulkan kontroversi.
Irsal juga menjelaskan, agar bulan Ramadhan di Indonesia tidak ada polemik, sehingga KPI menyusun regulasi seperti itu.
Dirinya menyebutkan bahwa KPI akan bekerja sama dengan MUI untuk memantau lembaga penyiaran selama Ramadhan. Bahkan, mereka akan memberi sanksi jika acara dakwah mengundang dai dari organisasi terlarang.
Kita tidak bisa menampik bahwa pendakwah intoleran memang bukan isapan jempol belaka. Maraknya ceramah di media sosial yang menyeru pada kekerasan, kebencian dan anti pancasila, merupakan bukti nyata akan adanya dai intoleran tersebut.
Ironisnya, ceramah seperti itu masih banyak yang menonton, bahkan menjadikannya sebuah tuntunan. Jika mereka mendapatkan kesempatan tampil di media seperti TV dan Radio, maka betapa bahayanya efek yang ditimbulkannya.
Setidaknya, ada beberapa alasan, kenapa pendakwah intoleran tersebut berbahaya jika tampil di TV. Pertama, mereka anti-Pancasila dan NKRI. Dimana mereka kerap menyerukan anti-Pancasila dalam setiap ceramahnya.
Dai yang terlibat ormas terlarang kerap menganggap bahwa Pancasila dan NKRI tidak sesuai dengan syariat agama, bahkan menuduh NKRI sebagai negara thagut. Padahal, Pancasila dan NKRI adalah hasil konsensus yang telah disepakati bersama oleh para founding fathers kita. Apabila pendakwah yang terlibat dalam Ormas terlarang tersebut tampil di TV, tentu saja aksinya dapat mengancam eksistensi NKRI.
Bekal seorang pendakwah tentu tidak hanya ilmu keagamaan saja, tetapi juga harus dibarengi dengan wawasan kebangsaan dan keindonesiaan yang kuat, yaitu komitmennya terhadap Pancasila dan NKRI.
Esensi dakwah adalah mengajak kebaikan, bukan mengajak pada seruan anti Pancasila, sehingga jangan sampai pendakawah atau Da’i yang memiliki keterkaitan dengan organisasi terlarang mendapatkan kesempatan untuk tampil di TV, sehingga dengan leluasa menyebarkan paham intolerannya.
Selanjutnya, KPI juga mengantisipasi akan adanya dakwah yang dapat menyebarkan kebencian, dimana biasanya kebencian tersebut disampaikan dengan cara mencaci maki dan menghina agama atau kelompok lain. Dakwah yang memuat ujaran kebencian justru dapat menimbulkan rasa benci terhadap sesama anak bangsa serta memecah belah persatuan dan kesatuan NKRI.
Oleh karena itu, tidak semestinya dakwah yang mengajak kekerasan mendapatkan panggung di negeri ini, terlebih tampil di media mainstream seperti TV dan Radio. Karena Dakwah dengan kekerasan bukanlah solusi untuk menyelesaikan persoalan dan masalah. Sebab, sesungguhnya kekerasan merupakan pangkal utama dari setiap masalah.
Konkritnya, sudah sepantasnya kita mendorong pemerintah agar melarang pendakwah yang terlibat Ormas terlarang untuk tampil di TV. Langkah KPI menerbitkan SE terkait larangan pendakwah dari organisasi terlarang tersebut merupakan langkah yang tepat, agar TV dan Radio dipenuhi oleh dakwah yang sejuk dan mendamaikan.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Semarang