Polemik Politik

Mendukung Pemerintah Menyelesaikan Kasus HAM Papua

Oleh :  Abner Wanggai )*

Penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua menjadi prioritas utama pemerintah saat ini.  Upaya tersebut merupakan cermin hadirnya negara bagi masyarakat sekaligus mencegah pelanggaran HAM kembali terulang di masa mendatang.

Kasus Pelanggaran HAM di Papua memang masih menjadi polemik hingga kini. Perkara sensitif yang dinilai memiliki persoalan yang berlapis-lapis ini terkadang menyulitkan sejumlah pihak. Koordinasi antara korban, pemerintahan, hingga lembaga yang berfungsi sebagai media yang memfasilitasi masih menemui beberapa kendala. Bukan pemerintah yang mengulur waktu, namun memecahkan suatu masalah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw menyatakan saat ini telah tercatat sebanyak 13 kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di daerah tersebut dan siap untuk ditindaklanjuti.

Kendati demikian, kasus dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di bawah tahun 2002, seperti kasus Mapenduma itu yang dinilai masih menunggu keputusan politik dan saat ini masih dikerjakan oleh Kejaksaan Agung dan Komnas HAM. Kapolda Sumut tersebut membenarkan jika pelaku pelanggaran HAM ialah aparat keamanan.

Bahkan, menurut berita terdapat sejumlah kasus yang pelakunya berasal dari anggota Polri. Namun, kasusnya telah ditangani, sebagai contoh yakni, kasus di Yapen. Para pelaku yang diduga sebagai anggota Brimob itu telah diproses secara hukum. Sedangkan lainnya sudah dilaporkan ke lembaga Komnas HAM. Kasus-kasus pelanggaran HAM ini terjadi di beberapa wilayah. Antara lain; Biak, Paniai, termasuk daerah Yapen.

Ia menerangkan bahwa anggota Polri sudah dibekali beragam pengetahuan dan keterampilan, termasuk dalam hal menangani kelompok kriminal bersenjata (KKB). Sehingga nantinya tak akan dituduh melakukan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia.

Sebelumnya (Mantan) Menko Polhukam Wiranto meluruskan perkara tuduhan pemerintah yang main-main menangani pelanggaran HAM di Papua. Wiranto menyebut masih terdapat beberapa kendala saat mengusut kasus-kasus tersebut.

Wiranto menyebutkan duduk perkaranya bukan karena pemerintah enggan, namun ada hal teknis terkait, aturan hukum yang tak bisa dipenuhi. Pihaknya mengaku menerima hingga 12 laporan dugaan pelanggaran HAM berat. Namun, setelah dilaksanakan kajian, hanya tersisa tiga kasus dugaan pelanggaran HAM saja.

Tiga kasus tersebut yang diduga menyangkut pelanggaran HAM berat, yakni Wasior tahun 2001, Wamena tahun 2003, serta Paniai tahun 2014. Kendala yang ada di lapangan, menurut Wiranto, antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung yang masih sering mengalami perbedaan pendapat inilah yang membuat penyelesaian kasus menjadi lebih lama.

Apa yang telah ditemukan Komnas HAM selanjutnya diserahkan ke Jaksa Agung, dicek, kemudian dipelajari, dianalisis, sehingga belum memenuhi untuk dapat diteruskan dalam proses-proses pengadilan. Sehingga data akan dikembalikan lagi. Jadi proses ini memakan waktu, imbuh Wiranto.

Sementara itu, untuk kasus Wasior dan Wamena sedang dalam proses perampungan. Khusus untuk kasus Wasior, terdapat kendala terkait aturan hukum.

Sebagai informasi Untuk Wasior, Mahkamah Militer Tinggi 2 tahun 2003 telah mengadili sebanyak delapan anggota Polri yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Catatan di sini ialah, bahwa tahun 2003 peradilan untuk Polri masih masuk peradilan militer. Kalau sudah dirampungkan satu kasus dengan satu proses peradilan, tentunya tak perlu dihukum dua kali. Dia menegaskan kembali, jika pemerintah bukan main-main dalam menyelesaikan permasalahan HAM di Papua. Namun memang faktanya terkendala hal-hal teknis yang tak dapat dipenuhi. 

Dirinya juga menyinggung jika kasus ini masih digembar-gemborkan belum ada penanganan padahal dari 13 kasus tinggal 3 kasus saja. Itupun terkendala teknis, bukan karena Pemerintah cuci tangan.

Koordinasi sejumlah pihak untuk menyelesaikan suatu masalah sangat krusial. Sehingga sinkronisasi antara beberapa pihak yang menangani persoalan akan mendapatkan titik temu. Maka dari itu, pemerintah tak henti-hentinya mengimbau seluruh elemen masyarakat khususnya di Papua untuk mampu bekerja sama. Apalagi kini media yang seharusnya memberikan laporan yang sebenar-benarnya seringkali membelokkan fakta.

Bukan tak mungkin kendala teknis yang disebutkan akan mudah dihadapi jika pihak-pihak terkait mendukung rampungnya prioritas pelanggaran HAM ini. Meski sulit, kenyataannya pemerintah masih terus berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini dengan paripurna. Bukankah komitmen ini sebagai wujud perhatian dan perlindungan warga negara Indonesia. Mari, mendukung segala bentuk langkah positif pemerintah guna menanggulangi permasalahan yang tengah melanda Papua. Jangan hanya bisa mengompori semua respon negatif dan menuduh pemerintahlah akar lambannya penyelesaian masalah Papua.

)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih