Mendukung pendekatan Humanis di Masa PPKM Darurat
Oleh : Intani Ganeswari )*
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat merupakan upaya Pemerintah untuk menekan lonjakan kasus baru Covid-19. Masyarakat diminta untuk menaati kebijakan tersebut dan penegak hukum diharapkan menggunakan pendekatan humanis dalam menegakan aturan tersebut.
Saat PPKM darurat diberlakukan, maka mobilitas warga benar-benar dibatasi. Banyak yang akhirnya kena penyekatan dan mereka merasa aparat yang berjaga terlalu ketat dalam bertugas. Padahal sebenarnya para aparat melakukan pendekatan secara humanis dan masyarakat disadarkan dengan komunikasi dari hati ke hati.
PPKM darurat diberlakukan sampai tanggal 20 Juli 2021. Saat program ini dipraktekkan, maka yang jadi poin penting adalah pembatasan mobilitas warga. Ada banyak penyekatan, mulai dari di dalam sampai di perbatasan kota/kabupaten. Bahkan di perbatasan provinsi dan jalan menuju tol juga dijaga ketat oleh aparat.
Spontan masyarakat menjerit karena mereka ingin melaju, tapi seolah-olah harus berjibaku dengan petugas di dekat penyekatan. Banyak warga yang akhirnya bingung karena harus bekerja di luar rumah karena tidak mendapatkan fasilitas work from home seperti pegawai di kantor lain.
Pihak Satgas menerangkan agar tidak ada kesalahpahaman. Juru Bicara Satgas Covid-19 Aceh Saifullah Abdul Gani menyatakan bahwa Satpol PP dan ilayatul Hidbah, yang dibantu oleh pasukan TNI dan Polri bertindak simpatik, edukatif, dan inspiratif kepada masyarakat yang melintas.
Abdul Gani menambahkan, tidak ada yang namanya petugas di penyekatan yang tidak bersikap humanis, sehingga seolah-olah saat PPKM suasananya seperti konflik Aceh. Namun yang terjadi adalah, ketika ada razia atau penyekatan, para petugas memeriksa kelengkapan dari masyarakat.
Misalnya jika yang bepergian ke luar kota apakah sudah membawa hasil tes (rapid atau swab) dan surat keterangan kerja dari perusahaannya? Kemudian, jika mereka menggunakan mobil, maka maksimal penumpang 50% dan semua harus memakai masker. Kalau bisa semua penumpang plus sopir juga menunjukkan kartu vaksinasi.
Abdul Gani menambahkan, di penyekatan juga dicegah agar warga dari luar Aceh masuk ke tanah rencong. Kalaupun untuk urusan yang benar-benar penting maka harus menunjukkan surat keterangan, hasil tes swab, dan diperiksa suhu badannya dengan thermal gun. Tujuannya agar mencegah corona varian alfa, beta, dan delta masuk ke NAD.
Pendekatan humanis memang dilakukan di masa pandemi, terutama saat PPKM darurat. Penyebabnya karena saat ada penyekatan, jangan sampai petugas yang berjaga malah dianggap arogan dan memantik permusuhan. Padahal mereka hanya melaksanakan tugasnya untuk membatasi mobilitas masyarakat dan menurunkan angka pasien corona.
Di situasi inilah para petugas, baik Satpol PP maupun aparat lain harus melakukan pendekatan secara humanis. Memang pembatasan harus dilakukan secara ketat, tetapi jangan sampai ada warga sipil yang dirugikan. Penyebabnya karena seharusnya mereka mengayomi masyarakat, bukannya menakut-nakuti masyarakat.
Memang disiplin perlu diterapkan di masa PPKM darurat, apalagi ketika angka pasien covid makin melonjak, tetapi dengan pendekatan humanis akan terasa lebih harmonis. Jangan sampai ada masyarakat yang menderita saat PPKM karena kesusahan melintas, padahal mereka bekerja untuk mencari sesuap nasi. Sehingga kadang harus dilakukan dengan fleksibel dan tidak boleh terlalu strict.
Ketika ada pendekatan humanis maka ada win-win solution. Aparat tetap melaksanakan tugasnya dan masyarakat bisa melintas, tetapi dengan persyaratan yang ketat. Penyebabnya karena tidak semua orang bisa bekerja dari rumah, sehingga mereka harus berjibaku di jalanan agar periuk nasi tidak terguling. Petugas juga paham bahwa semua orang butuh makan.
Pendekatan humanis di masa pandemi menunjukkan bahwa aparat yang berjaga di penyekatan bukanlah sosok yang arogan, melainkan sedang melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Jangan samapi penyekatan menjadi drama baru yang merugikan warga sipil. Penyebabnya karena PPKM darurat sendiri diberlakukan untuk keselamatan masyarakat, bukan untuk merugikan mereka.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini