Mendukung Penegakan Hukum Pimpinan FPI
Oleh : Yasin )*
Penegak hukum terus memproses eks pimpinan FPI atas berbagai kasus pelanggaran hukum yang telah dilakukan. Upaya tersebut mendapat dukungan masyarakat sebagai agar kejadian serupa tidak terulang dikemudian hari.
Terdengar kabar bahwa sejumlah pimpinan Front Pembela Islam (FPI) di wilayah Riau mengundurkan diri. Hal tersebut diawali dengan pengunduran diri Ketua FPI Wilayah Pekan Baru Husni Thamrin pada Desember 2020 lalu. Kemudian disusul oleh pengunduran diri dari Ketua FPI Kabupaten Rokan Hilir, Isliyanto.
Selain diwarnai sejumlah pengunduran diri, sejumlah organisasi FPI di Riau juga berkompromi dengan keputusan pelanggaran dan pembubaran FPI oleh pemerintah.
Sikap ini disuguhkan oleh Ketua FPI Kabupaten Kuansing, Ustaz Darmawan. Ia memilih menggelar pertemuan dengan Kapolres Kuansing dan menyatakan siap mematuhi surat keputusan bersama (SKB) para menteri.
Hal yang sama juga terjadi di Indragiri Hulu, Ketua FPI setempat Alih Fahmi Azis mengaku bahwa dirinya telah mengikuti keputusan pemerintah.
Seperti diketahui pemerintah melalui Menteri Polhukam Mahfud MD, menyatakan pembubaran dan pelarangan FPI. Pembubaran tersebut dilakukan melalui penerbitan SKB pada Rabu 30 Desember 2020.
SKB tersebut ditandatangani oleh Mendagri Tito Karnavian, Menkumham Yasona Laoly, Menkominfo Jhonny G Plate, Kapolri Jenderal Idham Azis, Kejagung ST Burhanudin dan Kepala BNPT Komjen Bo Rafli Amar.
Sementara itu, mantan Ketua Umum FPI Ahmad Sobri Lubis ditahan kejaksaan negeri Jakarta Pusat dalam kasus kerumunan di Petamburan. Ia ditahan bersama lima eks petinggi FPI lainnya.
Diketahui Sobri menyusul Rizieq Shihab yang sudah lebih dahulu ditahan polisi dalam kasus kerumunan di petamburan tersebut.
Namun berbeda dengan Rizieq yang ditahan oleh Bareskrim Polri, penahanan Ahmad Sobri cs ini dilakukan oleh kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam surat perintah penahanan, pihak kejaksaan tak Cuma menjerat Ahmad Sobri cs dengan UU Kekarantinaan, tapi juga pasal 160 KUHP tentang menghasut masyarakat supaya melakukan perbuatan pidana sehungga terjadi kedaruratan kesehatan di masyarakat.
Pasal tersebut sebelumnya hanya dipersangkakan ke Rizieq Shihab saja saat pemeriksaan di Kepolisian. Namun kini Ahmad Shobri juga dijerat dengan pasal yang ancaman hukumannya 6 tahun penjara.
Dalam surat perintah penahanan terhadap Ahmad Sobri, Pihak kejaksaan mengatakan hal tersebut dilakukan karena khawatir para tersangka akan melarikan diri merusak dan menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.
Kasus kerumunan di Petamburan terjadi setelah kepulangan pimpinan FPI Rizieq Shihab ke Indonesia pada 10 November 2020.
Keputusan pemerintah tentang penegakkan hukum kepada pimpinan FPI tentu merupakan penegasan politik bahwa FPI sudah habis legitimasinya sebagai ormas.
Meski organisasi tersebut sudah dinyatakan bubar oleh negara, tetapi anggotanya tetap harus mendapatkan pembinaan dari negara.
Pada kesempatan berbeda, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dinilai perlu memeriksa mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman yang sempat diduga berafiliasi dengan teroris.
Pemeriksaan akan membuka titik terang dugaan Munarman yang terlibat aksi terorisme. Munarman juga sempat diduga menghadiri acara baiat jaringan terorisme ISIS di Makassar, Sulawesi Selatan.
Hal tersebut terungkap setelah munculnya pengakuan dari terduga teroris. Selain itu juga beredar video Munarman yang menghadiri pembaiatan terduga teroris.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Cyber Indonesia Husin Alwi mengatakan bahwa Munarman patut diduga menyembunyikan informasi tentang aktivitas teroris. Dia menghadiri pembaiatan kelompok ISIS tapi tidak melapor ke polisi.
Karena tidak melapor aktifitas terorisme, Munarman patut diduga melanggara pasal 13 huruf C undang undang terorisme.
Hal mencengangkan muncul ketika terduga teroris JAD yang bernama Muhammad Fikri Oktaviadi mengaku dibaiat dekat Munarman. Hal tersebut dikatakannya dalam video yang tersebar di WhatsApp Grup (WAG) awak media.
Kita tahu bahwa radikalisme merupakan musuh bagi NKRI, sehingga meski FPI mengklaim telah merubah namanya, tetap saja idealisme NKRI jangan sampai terkoyak oleh paham radikal.
Pemeriksaan terhadap eks anggota FPI tentu sangatlah penting, karena dari hasil pemeriksaan tersebut, pemerintah bisa menilai apa tujuan FPI serta rekam jejak anggotanya.
Ormas FPI telah meninggalkan jejak luka, bahkan pengurusnya diduga telah menyaksikan baiat calon teroris. Tentu saja penegakkan hukum bagi FPI merupakan sesuatu yang patut didukung, agar Indonesia terbebas dari aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Cibinong