Mendukung Penegakan Hukum Terhadap Kelompok Teror di Indonesia
Oleh : Muhamad Alwi )*
Kelompok teror terindikasi terus bermanuver seiring adanya penemuan bom berdaya ledak tinggi di Gunung Ciremai oleh Polisi. Masyarakat pun mendukung upaya penegakan hukum terhadap kelompok teror untuk mencegah terjadinya korban jiwa yang lebih luas.
Kelompok teror wajib dihukum karena mengacaukan perdamaian di negeri ini. Mereka bisa terjerat hukuman berat, karena merencanakan dan membuat teror, serta berpotensi membuat orang lain kehilangan nyawa. Padahal korban sama sekali tidak bersalah. Mereka jadi korban karena kebencian yang menusuk di hati para teroris.
Terorisme adalah salah satu ancaman negeri ini, dan kelompok teror selalu dicegah oleh Densus 88 supaya tidak membuat ulah. Pasalnya, mereka tak hanya melakukan pengancaman, tetapi juga tindakan ekstrim lain seperti pengeboman dan penembakan. Oleh karena itu kelompok teror wajib dihukum berat, sehingga tidak akan mengulangi lagi perbuatan jahatnya.
Di kaki Gunung Ciremai, tepatnya di Desa Bantar Agung, Sindangwangi, Majalengka, Jawa Barat, Densus 88 menemukan 35 KG bahan baku peledak TATP. Kabag Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa bahan peledak temuan itu ada di wadah yang terpisah-pisah di dalam lokasi.
Penemuan bahan peledak ini berawal dari tertangkapnya teroris Imam Mulyana, tanggal 18 september 2017. Ia adalah anggota JAD dan akan menyerang serta merampas senjata milik anggota Polri, yang mengamankan Presiden Jokowi di acara penutupan Festival Keraton Nusantara IX.
Dari pengakuan Imam akhirnya diketahui bahwa kelompoknya menyimpan bahan peledak. Densus 88 antiteror pada tanggal 1 oktober 2021, bersama dengan Tim Jibom Brimob Polda Jabar, INAFIS Polres Majalengka, serta Tim Lapas Sentul yang mengawal Narapidana teroris Imam Mulyana berangkat ke lokasi. Ketika ditemukan serta diuji coba, ternyata daya ledaknya cukup tinggi.
Penemuan ini tentu mengagetkan karena ada kelompok teroris yang menyimpan sampai 35 KG bahan peledak dengan daya yang cukup tinggi. Lantas akan ada penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut, dari mana bahan itu dibeli dan mengapa bisa didapatkan secara bebas? Siapa yang akan meraciknya? Karena jika sudah ada pengakuan selanjutnya, sang peracik bom juga wajib ditangkap sesegera mungkin.
Penangkapan sang peracik bom juga diutamakan, karena bayangkan jika bahan itu sampai diracik menjadi bom, akan seperti apa kerusakannya? Amat mengerikan jika dibayangkan, karena bisa-bisa banyak bangunan hancur, belum lagi korban luka-luka dan korban jiwa.
Oleh karena itu penegakan hukum terhadap kelompok teroris wajib dilakukan, agar mereka tidak mengulangi perbuatannya, Rekan-rekannya yang belum tertangkap akan batal menyerang serta menyerahkan diri dengan sukarela ke aparat. Pun orang yang menyembunyikan teroris juga mendapat hukuman, karena ia berbohong dan menyembunyikan kejahatan besar.
Teroris yang ketahuan menyimpan bahan peledak akan mendapat hukuman sebesar 5 hingga 20 tahun penjara. Hukuman ini dianggap setimpal karena ia memang belum melakukan pengeboman, tetapi sudah memiliki rencana jahat yang akan merugikan nyawa orang lain.
Bahkan teroris lain yang sudah melakukan pengeboman bisa dihukum lebih berat, yakni penjara seumur hidup, bahkan hukuman mati. Hal ini bukanlah sebuah pelanggaran hak azasi, melainkan cara agar ia merenungi kesalahannya. Bukankah nyawa harus dibayar dengan nyawa? Sudah banyak warga tak berdosa yang jadi korbannya dan ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Penegakan hukum terhadap teroris di Indonesia sudah sesuai dengan standar. Aparat akan menangkap para anggota kelompok teroris yang terbukti meresahkan masyarakat, agar mereka tidak mengacau. Terorisme memang harus diberantas karena merusak perdamaian di Indonesia.
Ketika ada teroris yang dihukum maka sudah setimpal dengan perbuatannya yang merugikan banyak orang. Anggota kelompok teroris, mulai dari yang menyimpan, meracik bahan peledak, pengantin bom, hingga yang menyembunyikan mereka, wajib dihukum. Penyebabnya karena perbuatannya sangat merugikan orang lain.
)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute