Mendukung Penghentian Ekspor Sawit
Oleh : Theo Jansen )*
Presiden Jokowi mengisyaratkan untuk menghentikan ekspor sawit mentah. Masyarakat pun mendukung rencana tersebut agar sawit mentah dapat diolah terlebih dahulu demi meningkatkan nilai jual sawit serta mampu mendongkrak kesejahteraan petani.
Indonesia sejak dulu terkenal akan kekayaan alam, mulai dari batu bara hingga sawit. Industri sawit juga sangat berkembang di negeri ini, bahkan juga diekspor ke negara-negara lain. Namun sayang sekali yang diekspor masih dalam bentuk mentah, sehingga harganya bisa jatuh. Hal ini akan merugikan karena sebenarnya minyak sawit punya potensi untuk pengolahannya.
Presiden Jokowi memerintahkan untuk menghentikan ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil. Lebih baik diolah terlebih dahulu menjadi margarin, biodiesel, dan lain-lain. Kita harus berani menghentikan ekspor minyak sawit mentah, meskipun ada potensi gugatan hingga ke WTO (organisasi perdagangan dunia).
Presiden Jokowi menambahkan, sudah dipersiapkan pengacara-pengacara handal untuk mengantisipasi gugatan negara lain ke WTO. Dalam artian, kita tidak boleh gentar dalam menyetop ekspor minyak sawit mentah. Gugatan bisa dilawan, karena sebagai pengekspor memang berhak menghentikannya. Tidak usah terpengaruh oleh negara lain karena kita adalah negara merdeka yang tidak bisa disetir oleh pihak luar.
Selama ini minyak sawit mentah masih diekspor karena harganya cukup tinggi. Akan tetapi ketika ada penghentian ekspor, pengusaha tidak mengeluh. Kanya Lakhsmi Sidharta, Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia menyatakan bahwa ia setuju akan penghentian ekspor minyak sawit mentah, karena pemerintah menjamin penyerapannya.
Saat ini minyak sawit mentah banyak dibutuhkan di negeri sendiri, terutama pada industri biodiesel. Industri ini makin berkembang dan membutuhkan bahan baku sawit, sehingga pengusaha minyak sawit tidak bingung akan menjual produknya ke mana. Apalagi ada jaminan bahwa harganya akan disesuaikan, sehingga membuat pemerintah dan pengusaha sawit sama-sama untung.
Kanya melanjutkan, selama ini penyerapan minyak sawit mentah di Indonesia baru 9 ton, karena untuk bahan baku pangan. Sementara jika sawit dibutuhkan untuk industri biodiesel, bisa ada tambahan 5-6 ton. Sehingga akan menguntungkan bagi pengusaha sawit. Dalam artian, mereka tak lagi takut stok sawit melimpah tetapi hanya menumpuk digudang, karena sudah pasti akan diserap dan dijadikan produk lain.
Apalagi sawit sangat dibutuhkan oleh industri biodiesel, yang menjadi industri potensial di masa depan. Sehingga pengusaha minyak sawit juga turut membantu pemerintah dalam mensukseskan industri biodiesel. Sebagai warga negara yang baik maka mereka memang wajib membantu pemerintah. Jika industri ini sukses maka kondisi finansial negara juga diuntungkan.
Minyak sawit memang bisa diolah jadi berbagai macam, mulai dari margarin, kosmetik, hingga bahan pangan lainnya. Sehingga harga jualnya akan jauh lebih tinggi. Justru ketika harus diolah baru diekspor, pengusaha sawit akan mendapat keuntungan berlipat ganda. Mereka seharusnya paham dan mengolah minyak sawit, dan tidak memprotes kebijakan pemerintah.
Jangan ada yang diam-diam masih nekat mengekspor minyak sawit mentah, karena memenuhi permintaan langganan lama. Hal ini melanggar peraturan dan mereka bisa dicokok kalau ketahuan. Daripada berkasus, lebih baik taati saja aturan dari pemerintah, dan memang tidak boleh seenaknya. Lagipula pengolahan sawit juga bisa dilakukan di Indonesia.
Pemerintah menghentikan ekspor minyak sawit mentah karena jika barang itu diolah jadi margarin atau yang lain, harga jualnya akan lebih tinggi. Lagipula permintaan sawit di dalam negeri juga naik, jadi pengusaha sawit tidak usah galau lagi karena takut dagangannya tidak laku. Justru ketika minyak sawit diolah maka keuntungan mereka jauh lebih tinggi.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini