Mendukung Pengusutan Aliran Dana FPI
Oleh : Muhammad Yasin )*
Setelah rekening FPI dibekukan, maka tiap dana yang masuk dan keluar dipantau oleh polri, Densus 88, dan PPATK. Ketika diadakan penelusuran, maka ditemukan aliran uang dari penyandang dana organisasi teroris. Hal ini makin membuktikan bahwa FPI adalah organisasi teroris dan menyebar paham radikalisme.
FPI lahir di Indonesia setelah orde baru tumbang. Saat pergantian presiden, mereka baru menampakkan diri sebagai ormas yang berpegang teguh pada misinya, untuk membuat kekhalifahan di Indonesia. Cita-cita ini tentu melenceng dari ideologi Indonesia, sehingga ormas ini dinyatakan terlarang di NKRI. Saat terlarang, maka otomatis rekeningnya dibekukan.
Saat rekening FPI dan afiliasinya diblokir dan dilihat transaksi keluar dan masuk, maka ditemukan fakta baru. Tazneen Sailar, seorang WNA, telah mentransfer sejumlah dana ke rekening tersebut. Padahal ia adalah pendiri organisasi pendanaan kemanusiaan internasional yang mendukung teroris.
Islah Bahrawi, Direktur Eksekutif Jaringan moderat Indonesia menilai bahwa FPI berperan sebagai penyalur dana bagi kelompok teroris dan radikal di Indonesia. Aliran dana harus secara digital, maka akan ditransfer ke rekening FPI, baru diberikan ke kelompok teroris dan radikal. Dalam artian, FPI sudah berafiliasi dengan teroris dan wajar jika dibubarkan oleh pemerintah.
Penemuan ini menjadi titik cerah, karena membuktikan bahwa ada sosok di balik organisasi seperti FPI. Mereka bukanlah ormas yang mengambil profit dari anggotanya, tetapi bisa mengadakan berbagai aktivitas mulai dari ceramah hingga sweeping. Sehingga penyandang dana yang sebenarnya akan terlihat, ketika rekening FPI dibekukan dan ditelusuri arus transfer keluar dan masuknya.
Ketika pentransfer diketahui, maka ia bisa ditanya mengenai motifnya, mengapa sampai mentransfer sejumlah uang yang cukup besar untuk FPI. Mengapa harus FPI? Bukan organisasi lain di Indonesia. Akan sangat aneh jika ia mentransfer hanya pada FPI, sedangkan ormas tersebut bukanlah organisasi kemanusiaan.
Apalagi FPI selama ini dikenal sebagai organisasi yang ekstrim kanan dan berambisi untuk membuat kekhalifahan di Indonesia. Jika ada aliran dana yang masuk, maka takutnya akan dimanfaatkan untuk tujuan melenceng tersebut. Walau FPI bubar, namun eks anggota dan petingginya bisa saja memanfaatkan uang tersebut. Sehingga wajar ketika rekeningnya ikut dibekukan.
Eks petinggi FPI Munarman juga tidak bisa beralasan bahwa rekening ormas tersebut mentransfer ke rekening luar negeri, karena untuk urusan amal. Bisa saja transfer tersebut ditujukan ke Tazneen Sailar atau orang lain, sebagai ucapan terima kasih. Ia juga tak bisa protes saat rekening pribadinya ikut dibekukan, karena merupakan afiliasi FPI.
Jika rekening FPI tidak dibekukan, maka akan sangat bahaya. Akan ada arus keluar dan masuk ke rekening-rekening itu, dan memperlancar aliran dana dari luar negeri. Akibatnya, terorisme akan makin merebak di Indonesia. Apa mau kita bernasib seperti Suriah atau negara-negara lain yang didera terorisme? Tentu jawabannya tidak mau, bukan?
Oleh karena itu, para eks petinggi FPI tidak boleh protes saat rekening FPI dan afiliasinya dibekukan. Karena sudah prosedur yang harus ditaati. Pemerintah tidak pilih kasih atau hanya mengincar FPI. Tetapi tindak terorisme harus dibabat habis dan salah satu caranya adalah dengan membekukan rekening FPI, yang menjadi penyalur dana terorisme.
Pengusutan aliran dana FPI masih terus dilakukan. Prosesnya memang butuh waktu yang cukup lama, karena ada banyak rekening FPI dan afiliasinya yang dibekukan, dan harus ditelusuri satu-persatu. Ketika ada fakta bahwa FPI menerima uang dari penyandang dana organisasi teroris, maka terbukti bahwa mereka adalah sarang teroris.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Pekanbaru