Mendukung Pengusutan Tuntas Bom Bunuh Diri di Makassar
Oleh : Ahmad Syauqi )*
Masyarakat mendukung aparat keamanan untuk terus mengejar jaringan teroris yang meledakkan bom di Gereja Katedral Makassar. Upaya tersebut diharapkan dapat mengungkap aktor intelektual dibalik ledakan bom sekaligus menciptakan rasa aman masyarakat dalam beribadah.
Masyarakat Indonesia digencarkan dengan kabar terjadinya bom bunuh diri yang terjadi di Greja Katredal Makassar pada tanggal 28 Maret 2021. Jokowi angkat suara, mengatakan bahwa bom bunuh diri itu tidak ada kaitannya dengan agama manapun.
Kejadian bom bunuh diri adalah aksi terorisme yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Banyak tanggapan masyarakat yang mengejutkan, termasuk sebagian tidak setuju dengan pemerintah mengenai tidak ada keterkaitannya dengan agama.
Tetapi secara resmi, Jokowi, selaku presiden Indonesia mengatakan bahwa terorisme tidak terkait dengan agama.
“Terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan tidak ada kaitannya dengan agama apapun., semua ajaran agama menolak terorisme apapun alasannya,” ujar presiden di podium.
Keterkaitan bom bunuh diri atau terorisme yang terjadi tepat di depan Gereja Katedral pada hari Minggu itu, tentu saja tindakan kejahatan yang tidak diajarkan dalam agama manapun. Masyarakat dihimbau untuk tidak terpengaruh dengan teror yang pelakunya bisa saja dari orang biasa.
Ada banyak dugaan terkait kejadian ini, seperti yang diutarakan Ken Setiawan sebagai pengamat terorisme NII Crisis Centre. Ia mengungkapkan bahwa terorisme bisa terjadi di mana-mana selama perhatian masyarakat dan pemerintah kurang, terhadap eks organisasi.
“Mereka yang sudah teradikalisasi pemikiran, lalu tidak cocok dengan kelompok tersebut, keluar. Tetapi di luar malah tidak diterima masyarakat, serta tidak diperhatikan pemerintah, maka aksi teror semacam ini pun sangat mungkin terjadi”
Hal ini diungkapkan dalam wawancara langsung di Kompas TV oleh Ken Setiawan. Ungkapan tersebut sangat masuk akal, jika dilihat tentu saja tidak terkait dengan ajaran agama yang ada di dunia.
Selain dari pengamatan dari Ken tersebut, terjadinya kasus bom bunuh diri yang terjadi di Katedral telah diupayakan dengan maksimal oleh kepolisian terhadap fakta siapa pelakunya.
Bukti-bukti kuat mengarah pada pasutri (pasangan suami isteri) yang telah merencanakan pengeboman ini. Identitas beruba bukti sidik jari dan lainnya yang ditemukan bersamaan dengan barang bukti sepeda motor yang terbakar, memang sangat mengejutkan.
Keduanya baru menikah sekitar enam bulan yang lalu, dan memilih tinggal sendiri mengontrak di suatu tempat. Kabarnya, yang menikahkan adalah salah satu anggota kelompok teroris yang sebelumnya pernah beraksi, kini sudah meninggal dunia yang bernama Rizaldi.
Pasutri itu, yang laki-laki memiliki nama berinisial L seperti dugaan kuat yang dikirakan oleh pihak kepolisian. Dalam beberapa wawancara dengan warga yang tinggal di sekitar rumah ibu L, katanya L adalah orang yang pendiam dan masih mau berkumpul dengan warga.
Namun hal itu seketika berubah, setelah ia diam-diam mengikuti kelompok tertentu lalu tidak melanjutkan kuliahnya.
“Dulu orangnya memang pendiam, dan masih mau kumpul dengan warga. Dia kuliah di dekat sini, tetapi kuliahnya, lalu tiba-tiba mau berhenti. Malah waktu itu, masih kuliah, ia berubah drastis, sering pulang malam, serta tidak bisa dikasih tahu” kata Hamka selaku Ketua RW 1.
Ia juga menjelaskan bahwa L tidak bisa menerima kalau ibunya ikut kegiatan keagamaan seperti barzanji. Ibunya mendapat teguran dari L, dan mengatakan bahwa kegiatan tersebut hanyalah bid’ah.
Penemuan fakta-fakta di atas masih sejalur dengan ungkapan Ken. Tentang suatu kelompok yang mangatasnamakan agama, namun apa yang ada di dalamnya tidak sesuai dengan nilai-nilai kebaikan, melainkan sebuah pemikiran belaka.
Tetapi tidak mudah terlepas dari belenggu kelompok tertentu, baik itu karena memang telah terpengaruh seperti yang terjadi dengan L. Hingga perubahan drastis pun menghantui L, dan membuat nekad hingga terjadi bom bunuh diri.
Kejadian seperti ini terus saja terulang, dan belum bisa menemukan solusi tepat, karena kemungkinan-kemungkinan lainnya juga bisa terjadi. Yang pasti, seluruh masyarakat dan pemerintah harus sama-sama menemukan solusi dan tidak membiarkannya.
Kasus yang berkedok agama dan menganggap bunuh diri adalah jalan terbaik jihad, sungguh keliru besar. Karena pembunuhan semacam ini, tidak pernah diajarkan oleh agama, namun faktanya yang mengajarkan adah suatu oknum atau kelompok tertentu yang punya misi.
Hal serupa bisa terjadi di sekitar lingkungan masyarakat yang lain, sebagai masyarakat, harus tetap waspada. Agar tidak terjerumus atau tidak terkena dampak, yang pasti, agama hanya mengajarkan kebaikan bukanlah suatu pembunuhan.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute