Mendukung Peran Pemuka Agama Guna Mewujudkan Pemilu Damai
Oleh : Ananda Prameswari )*
Pemilihan umum (Pemilu) damai tentu saja membutuhkan upaya dari berbagai pihak, salah satunya adalah pemuka agama yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan sosial bermasyarakat. Pemuka agama dalam hal ini para ulama dalam kedudukannya sebagai pemimpin informal di tengah masyarakat memiliki peran yang pentng dan strategis. Mereka memperkokoh etika moral dan spiritual serta mencerahkan umat dengan ajaran nilai-nilai Islam. Dalam dunia modern, peran, fungsi dan tanggung jawab ulama tentu saja tidak pernah tergantikan.
Dalam kesempatan Rakorda IV MUI Kaltara Tahun 2023, Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Drs. H. Zainal Arifin Paliwang, SH, M.Hum berharap agar hasil kerja kegiatan ini dapat dijadikan petunjuk bagi umat maupun pemerintah dalam menjalankan roda pembangunan.
Gubernur juga menekankan bahwa para ulama tidak boleh tinggal diam, apalagi bersikap apatis terhadap kondisi dan fenomena yang terjadi di masyarakat. Ulama diharapkan berdiri paling depan untuk menyuarakan kebenaran dan mencegah kerusakan di masyarakat.
Sebagaimana yang diketahui bersama, tidak lama lagi Indonesia akan memasuki tahun pilkada serta pemilu serentak pada 2024. Oleh karena itu Zainal mengajak kepada MUI, sebagai organisasi yang mewadahi para ulama di Indonesia, memiliki peran yang strategis dalam memberikan pencerahan dan pembelajaran pollitik yang sehat dan beretika kepada masyarkat.
Secara khusus, Zainal menuturkan bahwa MUI Kaltara dapat berperan secara aktif dalam mensosialisasian pentingnya pemilu yang jujur, adil dan berintegritas, semata karena sebagai bentuk dukungan penyelenggaraan pemilu damai.
Pemerintah mengusung Moderasi Beragama sebagai salah satu strategi dalam mendukung kebijakan pembangunan kerukunan umat beragama di Indonesia serta menyikapi keberagaman yang ada. Hal ini selaras dengan pernyataan Presiden Jokowi bahwa Moderasi Beragama adalah pilihan tepat dan selaras dengan jiwa Pancasila di tengah gelombang ekstremisme di berbagai belahan dunia.
Nilai demokrasi mengakui bahwa perbedaan dan keragaman merupakan realitas yang harus diterima dan dirayakan. Karena keragaman akan menghasilkan inovasi dan kreatifitas adalah energi positif bagi kemajuan bangsa.
Sikap moderat dalam beragama harus dibangun dan diperkuat mengingat adanya sekelompok masyarakat yang memiliki cara pandang, sikap dan praktik beragama yang berlebihan/ekstrem, memaksakan kehendak atas tafsir agama disertai semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI.
Kegiatan-Kegiatan penguatan Moderasi Beragama dalam bentuk FGD, workshop dan sejenisnya tentu diperlukan untuk menyasar akar rumput termasuk komunitas remaja yang umumnya memiliki akses luas terhadap internet dan informasi.
Pada kesempatan berbeda, Wakil Ketua Internal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Pramono Ubaid Thantowi menyoroti isu kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam Pemilu 2024 nanti. Dirinya mengatakan, isu pelanggaran HAM terkait kebebasan beragama akan semakin meningkat seiring dengan kontestasi politik yang semakin dekat.
Para pemuka agama perlu menyadari bahwa diskriminasi dan politisasi agama adalah hal yang sangat bertentangan dengan ideologi Negara Pancasila dan dapat berimbas pada disintegrasi bangsa. Atas dasar itulah segala bentuk gagasan yang mengarah pada gerakan politisasi agama atau politik identitas diskriminatif atas nama agama haruslah dihindari. Terlabih dalam penyelenggaraan pemilu 2024.
Politisasi agama demi kekuasaan tertentu juga dapat menimbulkan kekerasan bernuansa agama. Politisasi agama bisa berbentuk intoleransi, persekusi dan diskriminasi. Pembiaran terhadap hal tersebut tentu saja akan merusak tatanan sosial serta merusak kebhinekaan.
Politisasi SARA utamaya politisasi agama juga dapat memnbuaat masyarakat teralihkan dari yang seharusnya melihat kualitas serta program kandidat menjadi sekadar menengok identitas – identitas primordial yang melekat pada diri sang kandidat. Padahal tidak ada jaminan apabila kandidat penganut agama tertentu atau berasal dari etnik tertentu pasti merupakan pemimpin hebat dan kredibel.
Sementara itu, Guna mendukung Pemilu Damai, Plh. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Ngada, NTT, Antonius We, mengajak kepada seluruh tokoh agama dan tokoh masyarakat di Kabupaten Ngada untuk mempraktikkan moderasi Beragama dan Pemilu Damai 2024 melalui wadah Forum Kerukungan Umat Beragama.
Antonius We menjelaskan, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Ngada yang terus bergiat dengan program-program konkrit yang kiranya menjadi jawaban kebutuhan masyarakat beragama di Kabupaten Ngada. Dirinya juga menjelaskan moderasi beragama memmiliki arti untuk tidak menjadi pribadi yang ekstrim dan berlebihan saat menjalani ajaran agamanya.
Terkait dengan Pemilu Damai 2024, Antonius mengajak kepada seluruh peserta untuk menjunjung tinggi asas musyawarah mufakat dalam merespon setiap persoalan yang muncul di masyarakat, termasuk persoalan antar umat beragama. Pemilu yang damai tentu menjadi harapan kita semua sebagai wadah inspirasi bukan sebagai alat aspirasi untuk kepentingan sepihak.
Penyelenggaraan Pemilu damai memerlukan peran dari banyak pihak tak terkecuali pemuka agama. Tokoh agama dinilai mampu meredam serta gesekan sosial yang diakibatkan oleh sentimen agama. Salah satunya adalah dengan cara menjaga hubungan baik dengan semua orang.
)* Penulis adalah Kontributor Ruang Media