Mendukung Upaya Pencegahan Paham Radikal di Masyarakat
Oleh : Kenia Putri )*
Radikalisme masih menjadi ancaman nyata bagi bangsa dan negara. Penanganannya pun tidak dapat hanya bertumpu pada Pemerintah, namun juga harus mendapat dukungan penuh dari masyarakat sehingga pencegahan paham radikal dapat dilaksanakan sedini mungkin.
Presiden Jokowi menegaskan akan fokus terhadap penyelesaian persoalan radikalisme di Indonesia. Semakin lama radikalisme menjadi semakin cepat penyebarannya terutama melalui anak muda dan wanita yang notabene masih mencari jati diri dan memiliki keingintahuan kuat akan suatu hal.
Belum lagi tempat penyebaran radikalisme yang paling subur berada di kalangan setingkat Universitas, dimana situasi tersebut merupakan waktu peralihan dari masa remaja ke dewasa dengan pemikiran kritis akan suatu hal. Namun yang menjadi masalah bila dasar pemikiran salah maka kritisnya pun akan membawa kepada pemikiran yang kaku, keras, dan tak mau berpikir terbuka. Hal tersebut yang menjadi dasar perhatian yang cukup serius bagi Pemerintah.
Kebijakan nasional menyebutkan, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) merupakan leading sector yang berwenang dalam menyusun dan membuat kebijakan dan strategi serta menjadi koordinator dalam bidang penanggulangan terorisme.
BNPT mempunyai tiga kebijakan bidang pencegahan perlindungan dan deradikalisasi, bidang penindakan dan pembinaan kemampuan dan bidang kerjasama internasional. Dalam menjalankan kebijakan dan strateginya, BNPT menjalankan pendekatan holistik dari hulu ke hilir. Penyelasaian terorisme tidak hanya selesai dengan penegakan dan penindakan hukum (hard power) tetapi yang paling penting menyentuh hulu persoalan dengan upaya pencegahan (soft power).
Di ranah pencegahan, BNPT menggunakan dua strategi pertama, kontra radikalisasi yakni upaya penanaman nilai-nilai ke-Indonesiaan serta nilai- nilai non-kekerasan. Dalam prosesnya strategi ini dilakukan melalui pendidikan baik formal maupun non-formal. Kontra radikalisasi diarahkan masyarakat umum melalui kerjasama dengan tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda dan stakehorlder lain dalam memberikan nilai-nilai kebangsaan.
Sementara itu, strategi kedua adalah deradikalisasi yang ditujukan pada kelompok simpatisan, pendukung, inti dan militan yang dilakukan baik di dalam maupun di luar lapas. Tujuan dari deradikalisasi agar; kelompok inti, militan simpatisan dan pendukung meninggalkan cara-cara kekerasan dan teror dalam memperjuangkan misinya serta memoderasi paham-paham radikal mereka sejalan dengan semangat kelompok Islam moderat dan cocok dengan misi-misi kebangsaan yang memperkuat NKRI.
Program deradikalisasi dapat dibentuk melalui pembuatan pedoman atau (blue print) agar dapat menjadi petunjuk bagi aparat penegak hukum untuk mencium pergerakan teroris sebelum melakukan kejahatannya. Fokus dari blueprint ini dititikberatkan pada upaya pencegahan, penegakan hukum, dan kerja sama internasional.
Upaya pencegahan meliputi upaya antisipasi dari pola pikir radikal masyarakat melalui tindakan kekerasan. Sementara, penegakan hukum, diharapkan secara tegas dapat diterapkan guna memberi efek jera bagi pelanggar. Setelah penegakan hukum terlaksana, kemudian memfokuskan kerjasama internasional sebagai perhatian bersama. Sebab, perkembangan kelompok terorisme di dunia telah berkembang dan merambah ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Upaya pencegahan tersebut tentu saja menjadi asa ditengah masifnya penyebaran paham radikal. Kendati berbagai strategi telah dilaksanakan oleh Pemerintah, upaya deradikalisasi perlu mendapat dukungan penuh masyarakat. Hal itu dilaksanakan agar pemberantasan paham radikal dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik