Mendukung Upaya Penyederhanaan Birokrasi di Indonesia
Oleh : Aldia Putra )*
Dalam periode keduanya, Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk menyederhanakan birokrasi. Langkah ini ditempuh guna mempercepat pengambilan keputusan, memperpendek rantai birokrasi sebagai upaya meningkatkan profesionalitas Pemerintahan.
Birokrasi merupakan hal yang menjadi momok bagi masyarakat, utamanya bagi mereka yang hendak mengurus perizinan. Meski sudah disederhanakan seperti pelayanan satu atap, tetapi dalam satu atap itu masih ada banyak pintu, tentu saja hal ini berpengaruh pada perkembangan ekonomi di Indonesia.
Birokrasi yang berbelit-belit adalah sebuah parasit di era serba cepat ini, jika bisa diurus dengan 2 pintu saja, mengapa harus sampai 5 pintu, apalagi di dalam satu pintu tersebut ada beberapa meja.
Pemerintah masih harus terus melakukan penataan di berbagai bidang birokrasi. Seperti penataan regulasi, reformasi struktural, transformasi budaya dan tata kelola berbasis digital.
Tentu saja salah satu tantangan yang akan dihadapi dalam proses perubahan tersebut antara lain adalah mengubah pola pikir dan budaya kerja. Sehingga terdapat hal yang perlu disiapkan seperti pendidikan yang baik untuk membentuk tenaga kerja yang unggul.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengatakan, koordinasi antarlembaga selama ini menjadi permasalahan yang serius dalam pengembangan inovasi. Hal ini salah satunya karena adanya ego sektoral antarlembaga.
Oleh Karena itu, satu-satunya jalan yang harus ditempuh adalah memangkas peraturan-peraturan yang dinilai dapat menghambat birokrasi pemerintahan. Selama 5 tahun terakhir, Mohammad Nasir mengaku bahwa dirinya telah mencabut sekitar 40 peraturan menteri (permen) yang dinilai sudah tidak relevan untuk saat ini.
Presiden RI Joko widodo juga menegaskan, di pemerintahan periode keduanya tidak boleh ada segala macam kelambatan. Jokowi menginginkan adanya akselerasi dalam segala hal.
Wajar jika Mantan Walikota Surakarta tersebut menginginkan adanya pemangkasan eselon untuk mempercepat birokrasi di setiap kementerian dan lembaga. Proses birokrasi yang cepat, sangatlah ia tekankan kepada jajaran kabinetnya. Dirinya juga menegaskan bahwa kebutuhan Indonesia saat ini adalah fleksibilitas dalam pemerintahan.
Konkritnya Jokowi tidak menginginkan Birokrasi yang gemuk dan berlemak yang cenderung boros anggaran dan membuka peluang tindakan koruptif. Lebih dari itu, justru kegemukan suatu birokrasi dapat mempersulit masuknya investasi yang digadang-gadang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Rencana besar ekspansi kinerja ekspor juga bisa terhambat oleh birokrasi yang gemuk.
Dampaknya jelas, selama 20 tahun Indonesia belum bisa menyelesaikan persoalan mendasar, yakni defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan. Permasalahan ini tentu tidak bisa dibiarkan, penyederhanaan birokrasi tentu menjadi strategi bagi pemerintah untuk menjauhkan Indonesia dari defisit neraca perdagangan.
Rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memangkas birokrasi dalam kabinetnya disambut baik oleh Pengamat kebijakan publik dari Banera Institute, Ferdy Hasiman
Menurut Ferdy, bukan hanya perkembangan dunia digital yang bergerak cepat, tetapi para pelaku usaha juga ingin bergerak cepat agar bisa merespons pasar yang begitu cepat. Tetapi kendalanya kecepatan itu tidak selaras dengan kecepatan perizinan di pemerintahan yang berjalan begitu lamban karena harus melewati rantai birokrasi yang berbelit atau begitu panjang. Seperti yang ditulis di paragraf awal, satu atap banyak pintu, satu pintu banyak meja.
Jokowi juga menginginkan pejabat eselon III dan IV dipangkas atau dialih fungsikan menjadi pejabat fungsional. Tentu hal tersebut merupakan ide brilian, sehingga momentum investasi tidak terhambat oleh birokrasi yang berbelit.
Harus kita akui, munculnya banyak eselon tentu tidak lepas dari permintaan psikologis bahwa dirinya ingin menjadi atasan dan bos. Eselon-eselon ini tanpa sadar terus-menerus mengangkat bawahannya, karena semakin banyak bawahan semakin penting.
Padahal kerjanya menjadi bertele-tele dan tidak efektif. Resikonya, birokrasi menjadi gemuk alias membengkak dan tidak ada gunanya. Padahal jika hanya dengan 2 tanda tangan saja sudah mendapatkan izin, mengapa harus mendapatkan 5 tanda tangan.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) akan mempercepat akselerasi penyederhanaan jebatan di birokrasi. Tahun ini pengalihan jabatan dari struktural ke fungsional ditargetkan selesai.
Tjahjo Kumolo selaku MenPan-RB menuturkan, penyederhanaan birokrasi bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pemerintahan dan mempercepat pengambilan keputusan.
Penyederhanaan Birokrasi tidak bisa disalahartikan hanya sebagai mutasi besar-besaran, tetapi merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan efektifitas kinerja pemerintah dalam melayani masyarakat.
)* Penulis adalah pengamat social politik