Mendukung Upaya Sosialisasi Pemilu Bagi Pemilih Pemula
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan pesta demokrasi yang melibatkan banyak pihak tak terkecuali para pelajar yang sudah memenuhi syarat untuk memegang KTP. Tentu saja mereka adalah pemilih pemula yang diharapkan mampu menentukan arah masa depan bangsa. Sebagai pemilih pemula pastinya mereka membutuhkan sosialisasi agar mereka mampu menggunakan hak pilihnya secara bijak.
Dalam kesempatan Focus Group Discusion (FGD) di Kantor Balai Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (BPTIK) Dinas Pendidikan (Dindik) Bangka Belitung, beberapa hari yang lalu. Para pelajar melontarkan beragam pertanyaan yang menunjukkan bahwa pemilih pemula masih bingung tentang menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024.
Tiara salah seorang peserta yang merupakan siswa SMA Negeri di Bangka Belitung ini menyampaikan kebingungan tentang Pemilu 2024. Dirinya juga merasa bahwa remaja seusianya masih kurang peduli terhadap sistem dan politik. Dirinya juga mempertanyakan soal baliho yang bersebaran di pinggir jalan.
Tiara berujar, bahwa rata-rata temannya kurang peduli dengan sistem dan politik. Dirinya banyak melihat baliho dan berbagai partai. Apakah hal tersebut untuk mengedukasi para pelajar, Lantas kenapa dipasang dipinggir jalan?
Pada kesempatan yang sama, salah seorang siswa bernama Rusdi Kurniawan juga meminta tips agar dapat memilih wakil rakyat yang tepat bagi pemula. Sejumlah siswa lain yang hadir melontarkan pertanyaan mengenai perbedaan pemilu dengan Pilkada.
Tentu saja serba-serbi kebingungan dan ketidaktahuan bahkan ketidaktertarikan para pemilih pemula ini menjadi tantangan bagi penyelenggara pemilu seperti KPU memberikan edukasi atau pemahaman kepada para pelajar yang sudah memasuki usia legal untuk memberikan suaranya.
Sementara itu, Husin selaku Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bangka Belitung (Babel), tidak menampik bahwa pada 2024 nanti, pemilu akan didominasi oleh pemilih pemula. Sehingga KPU berharap agar pemilih pemula itu cerdas dan berkualitas, sebab suara mereka juga turut menentukan masa depan negara.
Husin juga menekankan bahwa KPU siap untuk menerima undangan dalam memberikan edukasi tentang kepemiluan kepada remaja di tingkat sekolah. Apalagi jika undangan tersebut diimplemetasikan dalam upaya menumbuhkan partisipasi pemilih. Sehingga mereka sadar akan hak dan kewajiban, yakni mempunyai hak suara untuk menentukan kemajuan bangsa. Perlu diketahui bahwa jumlah pemilih muda sudah mencapai 60%.
Pencerdasan literasi politik tentu saja akan menghasilkan pemilih pemula yang paham akan perannya, yakni mengawal pemilu dengan turut aktif memberikan edukasi orang sekitar tentang hoax, disinformasi dan misinformasi serta aktif terlibat melaporkan konten berbahaya dan mencegah penyebarannya. Pemilih pemula perlu terlibat karena kebanyakan dari mereka sangat akrab dengan media sosial.
Pada kesempatan berbeda, Dosen Ilmu Politik FISIP UNAIR Fahrul Muzzaqi, SIP.,M.I.P menyampaikan bahwa pemilih pemula menjadi bagian penting dalam proses pemilu karena masih dalam tahap awal untuk mempraktikkan demokrasi, khususnya demokrasi elektoral. Sehingga penting bagi para pemilih pemula untuk memiliki kesadaran praktik demokrasi pada Pemilu 2024 yang menjadi langkah awal untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam berdemokrasi.
Fahrul juga berpesan kepada para pemilih pemula yang akan memberikan hak pilihnya dalam Pemilu 2024, bahwasanya politik itu memang sesuatu yang tidak selalu sesuai dengan harapan. Namun, ketika kita tidak peduli dengan politik, justru kita yang akan dipolitisasi. Maka, kepedulian kita sangat menentukan jalannya demokrasi, jangan sampai kita hanya menjadi objek politik melainkan harus menjadi subjek politik.
Sosialisasi tentang Pemilu kepada pemilih pemula tentu saja memiliki arti penting, karena kebanyakan pemilih pemula merupakan generasi yang menerima pendidikan politik melalui konten media sosial yang dipublikasikan tanpa filterisasi. Pemilih Pemula berhak mendapatkan pemahaman dari ahli ataupun praktisi.
Sosialisasi tentang pemilu juga perlu didukung karena hal tersebut akan membuat pemilih pemula tidak mudah terjebak dalam narasi politik yang berbau hoaks, ujaran kebencian dan lain-lain. Tentunya sosialisasi yang digencarkan akan sangat berharga bagi para pemilih pemula agar terhindar dari politik uang ataupun politik identitas.
Model kampanye hitam juga masih sering ditemukan dalam setiap pelaksanaan pesta demokrasi. Mulai dari politisasi masjid hingga penyebaran ujaran kebencian, serta berita hoax yang santer mewarnai jagat media sosial. Sehingga sangat penting sekali agar para pemilik akun media sosial memiliki literasi digital yang baik.
Meningkatnya jumlah hoaks dengan tema politik tentu saja mengancam kualitas demokrasi di Indonesia. Apalagi hoaks tidak hanya menyesatkan masyarakat, tetapi juga mendelegitimasi proses penyelenggaraan pemilu, parahnya hoaks politik juga bisa membuat masyarakat saling baku hantam. Hal ini tentu menjadi tantangan untuk senantiasa melibatkan anak muda dalam mencegah konflik politik yang tidak sehat.
Sehingga sosialisasi pemilu bagi pemilih pemula patut digalakkan agar para pemilih pemula mampu memberikan hak pilihnya tanpa adanya provokasi dari oknum politik yang memanfaatkan keadaan. Pemilih pemula diharapkan dapat memberikan hak pilihnya tanpa tekanan dari pihak manapun, karena hal ini merupakan wujud dari pelaksanaan pemilu yang bermartabat.