Mendukung Vaksinasi dan Disiplin Prokes 5M
Oleh : Aditya Akbar )*
Virus corona makin mengkhawatirkan karena bermutasi ganda, sehingga cepat sekali menyebar dan menginfeksi manusia. Untuk mencegah agar tidak terkena virus mutasi ini, maka harus menaati protokol kesehatan. Bukan hanya 3M tetapi sampai 5M, yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menjauhi kerumunan.
Setelah ada virus corona jenis B117, maka ada lag varian baru yakni corona mutasi ganda. Virus hasil mutasi ini ditemukan di India dan terbentuk karena masyarakatnya tidak menjaga protokol kesehatan. Mereka nekat melakukan ritual di Sungai Gangga, berdesak-desakan dan tanpa masker, sehingga penyebaran corona menggila. Bahkan dikabarkan ratusan orang langsung meninggal dunia per harinya.
Mutasi virus covid-19 memang berbahaya karena ia bermutasi ganda, dalam artian penyebaran dan penularannya 2 kali lipat. Sedihnya, virus ini sudah masuk ke Indonesia dan ada 2 orang di Tangerang selatan yang terinfeksi. Kita tentu tidak ingin tertular, sehingga harus melakukan protokol kesehatan dengan ketat.
Menurut dokter Devia Putri, protokol kesehatan ditambah, bukan lagi 3M tetapi 5M. Kelimanya adalah: mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak minimal 2 meter, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Kita wajib melakukan semua 5M dan tidak boleh lupa salah satunya, agar aman dari serangan corona mutasi ganda.
Mengapa protokol kesehatan ditambah 2 poin sehingga jadi 5M? Penyebabnya karena masih banyak yang mengabaikan 3M, apalagi 5M. Kalau mereka sudah memakai masker maka menganggap semua akan aman-aman saja, lalu melenggang bebas dan masuk ke dalam pasar. Padahal pengunjung bertumpuk sehingga tidak bisa menjaga jarak.
Menghindari kerumunan sangat penting karena menurut penelitian WHO, virus covid-19 bisa menyebar di tempat yang sempit, kotor, dan pengap. Ketika ada gerombolan orang, maka otomatis udaranya jadi sesak, sehingga amat rawan jadi tempat penyebaran corona. Oleh karena itu, protokol untuk menghindari kerumunan diciptakan, agar menyempurnakan protokol menjaga jarak.
Kerumunan memang rawan dan kita juga jangan sampai membuat klaster baru dengan nekat mengadakan acara yang mengundang banyak orang. Di masa pandemi, pesta pernikahan di KUA atau di rumah saja sudah umum dilakukan, dan tamunya maksimal 35 orang. Itu pun termasuk keluarga sendiri.
Jangan nekat membuat resepsi besar-besaran dan akhirnya banyak yang terkena corona dengan jenis mutasi ganda, karena kita tidak tahu siapa di antara kerumunan itu yang berstatus OTG. Saat ini semua orang bisa saja berstatus orang tanpa gejala dan orang dalam pengawasan. Bukannya curiga, tetapi bukankah lebih baik mencegah penularan corona dari OTG daripada mengobati?
Untuk lebih amannya, di acara syukuran pernikahan, makanan dibungkus di dalam kotak dan langsung diserahkan ke tamu sebagai oleh-oleh. Jadi mereka akan mengkonsumsinya di rumah sehingga tidak membuka masker di acara dan aman dari penyebaran corona. Jangan menganggapnya aneh, karena lebih baik melakukannya, daripada makan bersama lalu tertular virus mutasi ganda.
Selain mencegah kerumunan, hindari juga mobilitas yang berlebihan. Jika Anda sudah masuk kantor, maka jangan keluyuran sepulang kerja. Namun langsung masuk rumah lalu mandi, keramas, dan berganti baju. Tujuannya agar mengamankan istri dan anak-anak dari penularan corona saat Anda berkendara, dan jangan sampai mereka terkena virus mutasi ganda.
Begitu juga dengan keluarga di rumah. Anak-anak masih school from home dan mereka dilarang bermain jauh-jauh. Lebih baik diajak untuk berkreasi di rumah saja, karena anak-anak lebih beresiko tertular corona. Istri juga diimbau untuk belanja online agar tidak usah berdesak-desakan di supermarket.
Protokol kesehatan 5M dibuat agar masyarakat aman dari penularan corona. Jangan abaikan fakta bahwa saat ini pandemi masih berlangsung. Apalagi ada virus covid-19 hasil mutasi ganda dan sudah masuk ke Indonesia. Kita harus meningkatkan kewaspadaan, mematuhi protokol kesehatan, menjaga higienitas dan imunitas tubuh.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute