Mengapresiasi Netralitas Pemerintah Sikapi Polemik Internal Parpol
Oleh : Putu Prawira )*
Polemik yang terjadi di dalam internal partai politik tidak pernah dicampuri oleh pemerintah. Kedua kubu yang sedang berseteru diharap menyelesaikannya secara baik-baik, tanpa harus meminta bantuan presiden. Netralitas pemerintah patut diapresiasi karena memang bukan wewenangnya untuk mengatasi masalah partai politik.
Publik dikejutkan dengan KLB Partai Demokrat yang mengangkat Moeldoko sebagai ketua umum. Padahal yang mereka ketahui, ketuanya adalah AHY (Agus Harimurti Yudhoyono). Dualisme kepemimpinan ini membuat kedua kubu berseteru, karena sama-sama mengklaim bahwa dirinyalah pemimpin yang sah di mata hukum negara.
AHY langsung panas dan meminta tolong Presiden Jokowi untuk mengatasinya. Apalagi Moeldoko adalah petinggi Kantor Staf Presiden (KSP) yang notabene bawahan Presiden. Di luar dugaannya, Presiden bertindak tegas dengan menolak ikut campur dalam urusan internal partai politik (parpol). Karena pemerintah selalu menjaga netralitas dan tidak mau mengurus masalah dalam parpol rakyatnya.
Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan bahwa pemerintah akan menggunakan pendekatan hukum dalam menyelesaikan polemik internal PD. Dalam artian, pendekatan hukum diambil demi mendukung netralitas pemerintah. Sehingga Presiden tidak melanggar etika dan menaati hukum yang ada di Indonesia, dan tetap kukuh mempertahankan netralitas.
Pendekatan hukum diselesaikan dengan 2 cara. Pertama dengan UU nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik. Kedua, dengan pendekatan dengan AD/ART yang diterima sampai tahun 2020. Faktanya, AD/ART PD versi AHY sudah disahkan sejak tahun 2020. Sedangkan kubu Moeldoko masih dalam proses pendaftaran ke Kemenhukam.
Pernyataan Mahfud MD mengisyaratkan bahwa yang sah di mata hukum adalah kubu AHY. Karena dari pihak Moeldoko belum diakui secara hukum negara. Jadi, sebetulnya AHY tak usah risau karena pihaknya tidak diakui sebagai ketua PD. Manuver Moeldoko sebaiknya diacuhkan saja dan tidak sedikit-sedikit mengadu ke Presiden.
Sikap AHY untuk meminta bantuan Presiden juga dianggap seperti anak kecil yang mengadu ke orang dewasa saat mengalami permasalahan. Apakah ia berharap Presiden akan menjewer Moeldoko agar mau mengalah? Publik jadi terheran-heran. Apalagi PD bukanlah kendaraan politik Presiden dalam pilpres yang lalu.
Memang sangat tidak etis ketika sebuah polemik dalam parpol ditengahi oleh Presiden. Hal itu bukan hal yang layak untuk dicampuri oleh pemerintah, karena termasuk permasalahan internal. Sebagai orang luar, tak selayaknya Presiden didesak untuk ikut menyelesaikan dualisme kepemimpinan PD. Bagaimana bisa orang luar bisa ikut campur, sedangkan tidak punya jabatan dalam parpol tersebut?
Netralitas pemerintah juga diapresiasi oleh masyarakat. Netralitas bukan berarti tidak mempedulikan. Malah dianggap sebagai sikap untuk menghormati pengurus parpol yang diangap sudah dewasa dan bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Indonesia adalah negara hukum. Jadi ketika ada permasalahan, sebaiknya diselesaikan dengan pendekatan hukum, sehingga menjunjung netralitas.
Presiden bukanlah raja yang bisa melakukan apa saja dan menyelesaikan permasalahan rakyatnya. Karena kita bukanlah negara monarki, melainkan negara demokrasi. Bukankah para petinggi partai sudah memahami bagaimana sistem pemeintahan dan hukum di Indonesia? jadi sebaiknya mereka berhenti mendesak Presiden untuk bertindak.
Justru sikap presiden untuk netral menunjukkan bahwa beliau menjunjung tinggi demokrasi. Juga penuh etika, karena jika malah ikut campur dalam urusan partai dianggap tidak sopan. Presiden bukannya cuek, malah justru menjelaskan bahwa begini sebaiknya sikap seorang kepala negara saat ada permasalahan internal partai. Karena beliau bukanlah anggota partai tersebut.
Masyarakat mengapresiasi pemerintah yang netral dalam dualisme kepemimpinan PD. Netralitas adalah sikap untuk menjunjung tinggi demokrasi. Juga menjaga etika dan kesopanan. Jika ada permasalahan pada parpol, memang sebaiknya diselesaikan secara internal tanpa harus ribut-ribut di luar.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini