Mengapresiasi Penangkapan Anggota KST Papua
Oleh : Janet Theresia )*
Penangkapan anggota Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua patut diapresiasi karena ia telah masuk dalam daftar pencarian orang selama bertahun-tahun. Dengan penangkapan ini maka diharap akan terkuak lagi informasi tentang KST dan markas-markasnya, sehingga mereka bisa dibekuk dengan cepat.
KST (kelompok separatis dan teroris) bagai duri dalam daging karena mereka mengganggu kedaulatan Indonesia di Papua dengan mengajak masyarakat untuk membelot. Sikap KST tidak berubah sejak puluhan tahun lalu, padahal secara hukum internasional, Papua adalah bagian resmi dari Indonesia. Luapan amarah mereka salurkan dengan mengganggu warga sipil sehingga pengamanan di wilayah Bumi Cendrawasih makin diperketat.
Tim Gabungan Polri Cartenz Damai berhasil menangkap Enos Tipagau, anggota KST yang sudah lama masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Ia dibekuk di Timika tanpa senjata api, karena sedang ‘turun gunung’ untuk mengisi amunisi. Penangkapan Enos adalah sebuah prestasi karena ia terbukti menjadi tersangka pada beberapa kasus.
Pertama, Enos terlibat dalam penyerangan rombongan Wakapolda Papua, Brigjen Mathius Fakhiri di Intan Jaya, tahun 2020 silam. Kedua, ia juga terlibat dalam penyerangan Polsek Sugapa tahun 2020, penyerangan Koramil Intan Jaya pada februari 2021. Ia juga ditengarai jadi penembak tukang minyak dan tukang ojek di Intan Jaya.
Penembakan yang dilakukan oleh Enos dan anggota KST lain alasannya selalu sama: mereka mencurigai masyarakat sebagai mata-mata aparat keamanan. Padahal yang tertembak hanya warga sipil biasa. KST sudah paranoid dan curiga berlebihan sehingga tega menghabisi nyawa saudara sesukunya sendiri. Oleh karena itu warga Papua sendiri tidak bersimpati pada KST.
Oleh karena itu penangkapan Enos amat disyukuri oleh masyarakat karena mereka tak lagi menghadapi pembunuh dan pelaku kriminal kelas tinggi. Walau masih ada anggota KST lain tetapi lebih aman karena Enoslah yang sering diplot sebagai penembak jitu. Masyarakat juga mengapresiasi kesigapan anggota tim gabungan Polri karena mereka dengan cepat menyergap anggota KST.
Apresiasi juga patut disematkan kepada tim operasi Damai Cartenz karena mereka bekerja dengan sangat baik dan saat menyergap tidak membuat keadaan jadi mencekam karena meniadakan kontak senjata. Operasi ini benar-benar damai, seperti judulnya.
Operasi Damai Cartenz memang diplot untuk menggantikan operasi Nemangkawi yang telah berlangsung selama beberapa tahun. Penggantian ini merujuk pada kata ‘damai’ karena pemerintah mengganti strategi penanganan KST di Papua menjadi pendekatan kesejahteraan dan diskusi dari hati ke hati. Diharap dengan operasi damai dan pendekatan ini maka makin banyak anggota KST yang menyerahkan diri tanpa terpaksa.
Penangkapan anggota KST selain untuk mengamankan masyarakat dari kekejian mereka, juga sebagai upaya pencegahan teror, karena di Papua Barat akan diselenggarakan KTT W20. Acara ini bertaraf internasional sehingga faktor keamanan harus dipikirkan matang-matang. Segala bentuk pencegahan teror dan serangan dari KST maupun pihak lain harus dilakukan oleh aparat keamanan.
Ketika Enos tertangkap maka sangat bagus karena ia bisa menjadi informan, misalnya berapa anggota KST yang tersisa? Di manakah markas mereka yang sebenarnya? Penyebabnya karena pada operasi Nemangkawi tahun lalu memang berhasil menemukan markas KST tetapi ternyata markasnya ada banyak dan berpindah-pindah, sehingga informasi Enos sangat berharga.
Penangkapan anggota KST wajib diapresiasi karena tim gabungan Polri dan TNI benar-benar serius untuk mengamankan warga sipil Papua dari gangguan kelompok teroris maupun OPM (Organisasi Papua Merdeka). Dengan penangkapan ini maka diharap pemberantasan KST akan makin dipercepat dan operasi Damai Cartenz berhasil 100%.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Bandung