Mengapresiasi Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua
Oleh : Rebecca Marian )*
Percepatan pembangunan di Papua sedang digenjot, agar masyarakat di Bumi Cendrawasih makin sejahtera. Program ini amat baik, agar tidak ada lagi ketimpangan antara Indonesia bagian barat dan timur. Karena rakyat Papua adalah rakyat Indonesia juga, sehingga amat layak mendapatkan percepatan pembangunan.
Walau sudah resmi menjadi provinsi di Indonesia sejak tahun 60-an, tetapi Papua masih saja lekat dengan image daerah yang hanya dipenuhi dengan hutan belantara dan masyarakatnya masih memakai koteka. Padahal di Bumi Cendrawasih, kehidupan sudah cukup modern dan tidak kalah majunya dengan di Jawa atau pulau lain di Indonesia.
Untuk lebih memajukan Papua, maka diterbitkanlah Instruksi Presiden (inpres) nomor 9 tahun 2017. Ada 7 instruksi penting dalam inpres tersebut, untuk mempercepat pembangunan dan kesejahteraan rakyat Papua. Sehingga tidak ada lagi ketimpangan antara Indonesia barat dan timur.
Ketujuh poin dalam Inpres nomor 9 tahun 2017 di antaranya: pendekatan pembangunan berbasis budaya, wilayah adat, dan orang asli Papua (OAP). Hal ini sejalan dengan poin dalam otonomi khusus, di mana OAP lebih banyak didengar dalam pembangunan Papua, dan semua pejabat harus orang Papua. Karena mereka tuan rumahnya, sedangkan pemerintah pusat yang memfasilitasi dengan dana APBN.
Poin kedua dalam inpres adalah fokus pada wilayah tertinggal, terpencil, dan perbatasan. Sehingga masyarakat yang berada di Merauke pun bisa merasakan arus modernitas, dan tak lagi ketinggalan dengan warga sipil di Jayapura atau Manokwari. Sedangkan poin ketiga inpres adalah pendekatan dialog dengan seluruh pemangku kepentingan. Tujuannya agar tidak ada miskomunikasi antara pemegang proyek dan para Kepala Dinas serta pejabat lain.
Poin keempat dari inpres adalah pendampingan terhadap aparatur pemerintah daerah dan masyarakat, dan poin kelimanya adalah pemberdayaan dan pelibatan aktif masyarakat lokal. Tujuannya agar warga sipil Papua merasa ‘memiliki’ pemercepatan pembangunan Papua, karena proyek ini berguna untuk mereka sendiri.
Poin keenam dari inpres adalah pemberdayaan pengusaha orang asli Papua dan lokal. Tujuannya agar mereka ikut mendukung proyek pemercepatan pebangunan, baik dengan bantuan moril maupun materiil. Sedangkan poin terakhir dari inpres adalah kerja sama dengan pemangku kepentingan, LSM, mitra internasional, dll. Sehingga proyek ini akan cepat selesai.
Ketujuh poin dari inpres tersebut bertujuan agar pembangunan di Bumi Cendrawasih dipercepat dan berfokus pada kesejahteraan masyarakat. Nantinya diharap tidak ada lagi berita tentang anak yang mengalami busung lapar atau gizi buruk, karena kekurangan pangan di Papua. Karena pemerintah menerapkan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sehingga di Papua maupun Jawa, atau pulau lain di Papua, tidak ada ketimpangan sosial dan perbedaan kesejahteraan yang mencolok. Karena di Bumi Cendrawasih juga sudah maju, berkat implementasi inpres dan juga otonomi khusus. Misalnya sudah ada Jalan Trans Papua, jembatan Youtefa, bandara internasional Sentani, dan beberapa infrastruktur lain, sebagai bukti modernitas Papua.
Selain itu, masyarakat juga mendukung progam pemercepatan pembangunan, karena mereka ingin Papua maju. Program ini juga cukup berhasil karena menurut data BPS, tingkat pembangunan manusia naik 3%, jumlah pengangguran turun 2%, dan jumlah penduduk miskin turun 3%. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah membuat konsep program yang tepat guna.
Pemercepatan pembangunan di Papua terjadi karena ada kolaborasi antara pemangku kepentingan (pejabat lokal dan tetua adat), masyarakat sipil, dan pemerintah pusat. Sehingga tidak ada lagi daerah di Papua yang kekurangan air dan pangan, dan diharap modernitas sudah merata di Bumi Cendrawasih. Papua makin maju, sejahtera, dan lepas dari image daerah terpencil.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta