Mengapresiasi Proses Hukum Revisi UU KPK
Oleh : Rahmat Siregar )*
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadi pemohon dalam proses Judicial Review UU KPK di Mahkamah Konstitusi. Proses uji materi UU KPK ini patut diapresiasi dan dihormati mengingat cara ini dianggap elegan dalam merespon polemik UU KPK yang baru.
Pegawai KPK memberikan apresiasi atas langkah KPK dan tokoh nasional yang melakukan judicial review terhadap UU KPK Sebagai tindakan negarawan yang mewakili aspirasi rakyat Indonesia yang khawatir terhadap nasib pemberantasan Korupsi.
Ketiga pimpinan KPK yang mengajukan uji materi tersebut yakni ; Agus Rahardjo, Laode Muhammad Syarif, dan Saut Situmorang. Mereka mendaftarkan uji materil dan uji formil atas nama bangsa Indonesia dengan didampingi oleh Koalisi Masyarakat Sipil.
Yudi menaruh harap agar hasil judicial review nantinya dapat sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat kebanyakan.
Dalam kesempatan itu, terlihat pula eks-pimpinan KPK M Yasin, yang mendampingi ketiga pimpinan KPK tersebut dalam mengajukan judicial review, sekaligus menjadi penggugat. Selain mereka berempat, ada pula sembilan nama lainnya yang terdaftar sebagao penggugat, yakni eks-pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Betty Alisjahbana dan Hariadi Kartodiharjo.
Sementara itu, pihak istana juga menghormati langkah pimpinan KPK yang telah mengajukan judicial review terhadap undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Indonesia adalah negara hukum, sehingga kita patut menghormati sepenuhnya atas apa yang dilakukan oleh siapapu yang mengajukan judicial review terhadap UU KPK.
Oleh karena itu, berkaitan dengan UU KPK tersebut, pihak istana akan menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berlaku. Istana, juga akan menunggu dan menghormati keputusan dari MK terkait dengan UU KPK yang menimbulkan pro maupun kontra di masyarakat.
Ia juga menambahkan, karena hal tersebut telah masuk wilayah hukum di MK, tentu patut kita hormati dan senantiasa menunggu apapun yang sudah diputuskan oleh MK.
Apresiasi juga datang dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. Pihaknya mengatakan bahwa dengan pengajuan tersebut maka perbedaan pendapat antar kelompok masyarakat dapat bertemu di pengadilan konsitusi.
Selain perbedaan pendapat antar kelompok masyarakat, perbedaan asumsi maupun kesamaan pendapat dengan pemerintah juga akan bertemu di MK. Setelah semuanya bertemu, barulah nanti para hakim konstitusi dapat memutuskan.
Pada kesempatan berbeda, Komisi III DPR juga menghormati para pimpinan KPK yang telah mengajukan uji materi atas undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 ke Mahkamah Konstitusi.
Anggota Komisi III DPR RI Habiburohman mengatakan, pihaknya dengan bebas akan beradu argumen di MK dan MK tentu akan membuat putusan berdasarkan pertimbangan yang matang.
Sebagai anggota DPR RI baru, Habib mengakui bahwa pemenuhan ketentuan Perundang-undangan di KPK sudah sesuai standar, semua dokumentasinya lengkap.
Saat ini, Ia juga menghormati semua permohonan yang telah diajukan ke MK. Dalam hal ini, beberapa permohonan pasti sudah mulai disidang, registrasi dan akhirnya disatukan.
Judicial review merupakan hak warga negara, dan wajib untuk dihormati atas apa yang dilakukan oleh KPK. Termasuk ketika mereka mempersoalkan proses pembuatan UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK di DPR RI.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, mengatakan bahwa judicial review menunjukkan bahwa ini adalah negara hukum. Kita mempunyai MK dan itu merupakan lembaga yang legal untuk mengujinya. Syukur nantinya akan dapat diuji substansinya sehingga semua pihak akan mendapatkan pelajaran.
Hinca juga menyerahkan sepenuhnya kepada MK untuk menilai Judicial Review yang diajukan oleh pimpinan KPK tersebut.
Tak hanya dari kalangan politisi, dukungan terhadap Judicial Review datang dari kalangan akademisi, salah satunya adalah Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI), yang mendukung adanya uji formil dan materiil terhadapa undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mahkamah Konstitusi.
Menurut Ketua Umum Iluni UI Andre Rahardian, Judicial Review ke MK adalah salah satu cara untuk menguatkan KPK dalam UU saat ini.
Perlu kita ketahui bahwa Judicial Review adalah jalan konstitusional di MK. Sedangkan Penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) merupakan jalan terakhir untuk membatalkan undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi. Tentu saja semua pihak haruslah menghormati proses uji materi yang sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).
)* Penulis adalah pengamat sosial politik