Mengapresiasi Titik Keseimbangan Baru Minyak Goreng
Oleh : Edwin Febriandi )*
Pasokan minyak berangsur normal pasca pencabutan Harga Eceran Tertinggi (HET). Kendati membutuhkan waktu, kebijakan terkini minyak goreng diyakini mampu menemukan titik keseimbangan yang baru.
Pemerintah memang mencabut subsidinya sehingga harga kembali ke nilai keekonomian. Akan tetapi jangan emosi dulu karena hal ini dilakukan untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasaran. Buktinya saat ini minyak sudah gampang ditemui, tidak hanya di supermarket tetapi juga di pasar-pasar tradisional.
Untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng maka pemerintah juga menaikkan biaya ekspor, sehingga eksportir batal menjual minyak ke luar negeri, karena lebih menguntungkan untuk menjual ke pasaran dalam negeri. Langkah ini dilakukan pemerintah agar masyarakat tak lagi kesulitan karena ketiadaan minyak, lalu terpaksa mengantri sampai berjam-jam.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan, “Perubahan aturan ekspor dilakukan agar terjadi kestabilan nasional karena pasokan minyak tidak lari ke luar negeri, sehingga pasokan ke masyarakat aman.” Dalam artian, pemerintah memikirkan stok minyak agar tidak lagi langka dan harganya bisa dikatrol gila-gilaan. Jika minyak goreng langka maka yang kesusahan tidak hanya masyarakat biasa tetapi juga para pedagang makanan.
Pedagang yang mengekspor minyak goreng juga dikecam karena tidak mau menuruti harga eceran tertinggi dari pemerintah, malah menyalurkan sembako yang dibutuhkan oleh masyarakat ke tempat lain. Masyarakat memuji langkah pemerintah yang menaikkan biaya ekspor sehingga langkah eksportir menjadi terhenti.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan menyatakan, “Kebijakan baru ini butuh waktu untuk benar-benar mengurai kekisruhan distribusi minyak goreng yang sekian bulan telah mengharu-biru masyarakat. Selain faktor waktu, kebijakan ini juga membutuhkan konsistensi pelaksanaan dan pengawasan yang prudent di lapangan.” Dalam artian, pengawasan harus dilakukan agar tidak ada penyimpangan saat menjual minyak goreng.
Ketika subsidi dicabut maka otomatis harga minyak goreng akan naik. Akan tetapi masyarakat tidak usah khawatir karena akan terjadi titik keseimbangan (ekuilibrum) karena pasokan minyak yang mulai lancar. Sesuai dengan hukum ekonomi, ketika tidak ada lagi kelangkaan minyak goreng maka harganya bisa ditekan sehingga tidak akan lebih dari 50.000 rupiah per kemasan 2 liter.
Akan tetapi untuk mencapai titik keseimbangan tidak bisa cepat karena saat ini masih fokus memperlancar distribusi minyak goreng. Jika pasokan sudah sangat lancar dan di supermarket serta pasar tradisional tersedia, maka baru akan melucur ke titik keseimbangan tersebut. Masyarakat diminta untuk sabar menunggunya karena sebentar lagi akan terjadi.
Untuk sementara, masyarakat yang kesulitan membeli minyak goreng premium, bisa membeli minyak goreng curah yang tersedia di pasar tradisional. Minyak jenis ini masih diberi subsidi oleh pemerintah sehingga harganya masih 28.000 rupiah per kemasan 2 liter. Harga tersebut diberi karena tidak semua kalangan masyarakat mampu membeli kemasan yang premium.
Masyarakat tidak usah khawatir saat menggunakan minyak goreng curah karena hal tersebut di subsidi Pemerintah. Kualitasnya pun tidak terlalu berbeda jauh, sehingga minyak curah pun tetap bisa bermanfaat sebagaimana mestinya.
Kita tinggal menunggu waktu menuju titik keseimbangan baru minyak goreng sehingga tidak ada kelangkaan sembako dan akibatnya harga bisa ditekan. Minyak merupakan kebutuhan yang penting, sehingga pemerintah mengusahakan agar harganya tidak mencekik rakyat kecil.
Titik keseimbangan harga minyak goreng terjadi ketika pasokannya mulai lancar dan tidak ada yang mengekspornya lagi. Namun titik ini butuh waktu untuk mencapainya sehingga masyarakat diminta untuk sabar menunggu. Pemerintah berusaha agar harga sembako stabil sehingga tidak merepotkan masyarakat.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Insitute