Mengapresiasi Upaya Pemerintah Melindungi HAM
Oleh : Rahmat Siregar )*
Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf terus berkomitmen untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). Salah satu indikator awal tersebut adalah terpilihnya penyandang disabilitas untuk menjadi staf khusus Presiden.
Hak Asasi Manusia merupakan salah satu hal yang menjadi sorotan berbagai banyak pihak di Indonesia. Peneliti dari Indonesian Legal Roundtable (ILR) telah melakukan rekap hasil penelitian prinsip penanganan Hak Asasi Manusia (HAM) mulai dari 2012 saat pemerintahan era SBY hingga era Presiden Jokowi.
Dalam perkembangannya memang menunjukkan trend membaik, secara runut mulai dari 2014 perlindungan HAM berada di titik 4,15 persen, Pada 2015 terjadi penurunan di titik 3,82 persen. Namun kembali membaik pada 2016 dengan 4,25 persen dan 2017 naik sebesar 4,51 persen.
Dalam menjunjung HAM, kinerja pemerintahan Jokowi-JK telah mendapatkan apresiasi Dewan HAM PBB, saat Indonesia menyampaikan laporan kelompok kerja Universal Periodic Review pada tahun 2017 lalu.
Komisaris Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet dalam pertemuan di Jenewa mengatakan, Indonesia adalah negara yang demokrasinya kuat dan dinamis. Selain itu, Indonesia juga telah melakukan sejumlah langkah posifit di bidang HAM, seperti hak atas tanah, hak lingkungan hidup, dampak perubahan iklim terhadap HAM, serta adanya proses revisi KUHP yang sedang diupayakan.
Dari sudut pandang tersebut, Bachelet justru memberikan pujian kepada Indonesia yang secara terus menerus melakukan pemajuan dan perbaikan di bidang HAM termasuk dalam isu keyakinan dan HAM.
Keterbukaan pemerintah tentu patut kita apresiasi, karena Pemerintah di Era Jokowi telah membuka akses untuk keluarga korban pelanggaran HAM ke Istana dan melakukan pertemuan dengan Menko Polhukam, Jaksa Agung, serta Komnas HAM.
Sedangkan untuk perlindungan HAM khususnya pada perempuan dan anak, pemerintah juga telah berhasil mengesahkan revisi UU Perkawinan dan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan anak di 17 Provinsi.
Sementara itu, pada 3 Desember 2019 yang dirayakan sebagai hari Disabilitas Internasional. Juru Bicara Presiden Jokowi bidang Sosial Angkie Yudistia memastikan bahwa Jokowi menjamin pemenuhan hak asasi manusia bagi penyandang disabilitas.
Angkie menilai selama ini penyandang disabilitas sudah diberi hak dan kesempatan untuk berpartisipasi secara penuh sebagai subjek pembangunan dan menikmati hasil pembangunan.
Salah satu perkembangan HAM yang cukup signifikan adalah dengan adanya Kota yang mendeklarasikan diri sebagai kota Ramah HAM seperti Palu, Wonosobo dan Bandung.
Mugiyanto selaku senior Program Officer HAM dan Demokrasi INFID menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Wonosobo telah meletakkan benchmark tentang cara melokalkan perlindungan, pemajuan dan pemenuhan HAM. Langkah yang dilakukan Kabupaten Wonosobo tersebut diharapkan mampu memberikan inspirasi dan membuka jalan bagi implementasi Kabupaten/Kota HAM lain di Indonesia.
Bukti nyata pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam realisasi Wonosobo sebagai kota Ramah HAM adalah dengan merevitalisasi sarana publik dengan mengubah trotoar ramah disabilitas, ruang terbuka hijau, public space, pelayanan publik di revitalisasi dengan membangun jalur khusus disabilitas, serta pembangunan pedestrian di semua ruas trotoar kota Wonosobo.
Selain itu di lingkup internasional Kabupaten Wonosobo terlibat dalam World Human Rights Cities Forum. Forum ini adalah pertemuan Kota/Kabupaten HAM dari seluruh dunia yang berpusat di Gwangju, Korea Selatan. Tercatat Wonosobo telah terlibat 3 kali pertemuan sejak Wonosobo ditetapkan sebagai Kabupaten Ramah HAM.
Di sisi lain, perlu kita ketahui juga bahwa UUD 1945 memang sudah mencantumkan jaminan terhadap HAM, namun perinciannya perlu diatur lebih lanjut. Oleh karena itu, pemerintah telah mengesahkan UU No 39 tahun 1999, yang terdiri dari 11 Bab dan 106 pasal yang merinci tiap HAM yang ada di UUD 1945 menjadi hak-hak yang lebih kecil dan detail lagi sehingga menjadi jelas pelaksanaan HAM bagi hak tersebut.
Mengingat masih adanya pelanggaran HAM yang terjadi dalam rentang waktu Indonesia Merdeka hingga akhir masa Orde Baru, maka dirancang dan diberlakukanlah UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM untuk mengadili para pelaku pelanggaran HAM, seperti genosida, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan agresi.
Oleh karena itu dengan pemahaman ini, semoga kita senantiasa tidak lupa untuk melindungi dan memajukan HAM di Indonesia, serta terus memberikan dukungan kepada Pemerintah baik pusat maupun daerah yang sedang ataupun sudah merumuskan Konsep tentang ramah HAM.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik