Mengapresiasi Upaya Pemerintah Mengantisipasi Krisis Pangan
Oleh : Dwipa Airlangga )*
Pemerintah Indonesia terus mencermati perkembanganpandemi Covid-19 dan perang Ukraina-Rusia telah mengancam ketahanan pangan hingga krisis global lainnya. Langkah mitigasi ini perlu mendapat apresiasi dan dukungan dari semua pihak agar risiko terberat dapat diantisipasi sebaik mungkin.
Kewaspadaan Pemerintah untuk menghadapi krisis pangan patut diberikan apresiasi setinggi-tingginya karena sangat berdampak pada berbagai hal. Bukan hanya untuk meningkatkan kemandirian Indonesia mengenai ketahanan pangan, namun taraf hidup masyarakat ikut terbantu termasuk kepastian gizi masyarakat juga akan terjamin.
Saat ini Indonesia sedang benar-benar bersiap dalam sebuah rencana yang besar mengenai upaya untuk bisa terus bertahan di tengah ancaman krisis pangan global yang telah disampaikan oleh beberapa organisasi dunia. Maka dari itu Pemerintah RI terus mendorong adanya diversifikasi tanaman komoditas pangan bahkan hingga di berbagai pelosok daerah.
Bagaimana tidak, pasalnya Badan Pangan Dunia (FAO) dan juga Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memberikan peringatan kepada dunia bahwa bisa jadi sebentar lagi akan terjadi sebuah krisis pangan global. Hal tersebut bahkan sudah bisa ditemui tanda-tandanya seperti terjadi peningkatan harga pada sejumlah komoditas serta bahan pangan secara masif belakangan ini.
Untuk itu, dalam menindaklanjuti peringatan yang telah dikeluarkan oleh FAO dan PBB, Presiden Joko Widodo sendiri langsung menggencarkan kebijakan berupa diversifikasi bahan pangan, salah satunya adalah dengan penanaman sorgum yang dilakukan di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Presiden menyatakan bahwa upaya diversifikasi pangan dengan menanam beberapa jenis komoditas pangan tersebut memiliki tujuan utama supaya Indonesia sendiri tidak terus menerus bergantung pada negara luar dan juga pada komoditas impor semata. Tentunya karena ancaman krisis pangan global ini, akhirnya membuat Indonesia harus mampu memiliki tanaman pangan sendiri yang menjamin ketersediaan bahan pangan untuk konsumsi sehari-hari.
Bukan hanya sorgum saja, namun dalam kebijakan diversifikasi pangan yang digencarkan oleh Pemerintah, terdapat tanaman-tanaman komoditas pangan lain seperti jagung, padi, sagu hingga gandum. Presiden RI ke-7 tersebut menyatakan bahwa adanya banyak pilihan atau alternatif di Indonesia merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah terjadinya ketergantungan pada negara lain serta ketergantungan pada satu komoditas saja, yakni beras.
Tentunya dengan memiliki banyak bahan alternatif pangan tersebut, maka akan membuat Indonesia menjadi tidak terlalu mengandalkan hasil impor dari negara luar apalagi jagung dan juga gandum, yang mana belakangan memang sedang sangat terbatas stoknya akibat perang Rusia-Ukraina.
Strategi penanaman sorgum yang digencarkan di Nusa Tenggara Timur sendiri dilakukan dengan upaya terus melakukan perluasan lahan pertanian sorgum, yang mana memang sangat mampu untuk tumbuh subur di NTT. Diketahui sejauh ini telah ada 60 hektare lahan sorgum yang berhasil dipanen dengan perolehan rata-rata hasil panen untuk 1 hektare mampu mencapai 5 ton sorgum.
Tidak hanya sekedar menjamin adanya ketersediaan bahan pangan demi mampu bertahan untuk melawan krisis pangan global, namun dengan adanya kebijakan diversifikasi penanaman sorgum ini, nyatanya Pemerintah juga berhasil untuk menaikkan taraf hidup para petani. Presiden Jokowi sendiri menyatakan bahwa para petani sorgum mampu untuk mendapatkan keuntungan dari hasil panen sekitar Rp 4 juta perbulannya. Selain itu juga secara otomatis mampu menyerap beberapa tenaga kerja di sekitar NTT pula.
Kebijakan diversifikasi pangan dengan menanam sorgum tersebut juga sangat disetujui dan diapresiasi oleh Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta karena menurutnya juga akan berperan pada peningkatan status gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut karena sejatinya bukan hanya ancaman krisis pangan global saja yang sedang dihadapi oleh Indonesia, melainkan juga adanya malnutrisi, tingkat obesitas yang meningkat hingga tingkat kekurangan zat gizi mikro yang terus meninggi angkanya.
Kebijakan diversifikasi pangan ini sendiri bukan hanya berfungsi sebagai persiapan untuk menuju ancaman krisis pangan global, namun nyatanya juga mampu untuk membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat khususnya petani dan juga mampu menyediakan beberapa lapangan pekerjaan. Dengan adanya diversifikasi pangan ini, maka risiko ancaman krisis pangan dapat diminimalisasi.
)* Penulis adalah pegiat Literasi Banyumas