Mengapresiasi UU Ciptaker Demi Mudahkan Investasi
Oleh : Dwi Cahya Alfarizi )*
Isu resesi merupakan kabar yang cukup hangat untuk diperbincangkan di tengah dinamika global yang memunculkan kekhawatiran tersendiri. Di sisi lain jumlah angkatan kerja terus meningkat sehingga pemerintah memerlukan regulasi guna mengantisipasi datangnya gejolak ekonomi.
Regulasi tersebut adalah Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) di mana regulasi tersebut diyakini mampu membuka peluang investasi yang berdampak pada terbukanya lapangan kerja.
UU Cipta Kerja telah disahkan oleh DPR melalui sidang paripurna pada 21 Maret 2023 lalu. Dengan demikian, Perppu ini telah sah menjadi undang-undang yang mengikat, harapannya UU tersebut juga menjadi jawaban atas tantangan dinamika ekonomi global yang terjadi saat ini.
Pengamat hukum dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Nindyo Pramono mengatakan bahwa pengesahan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 yang dilakukan oleh DPR menunjukkan bahwa DPR dan Pemerintah sama-sama menyetujui substansi yang ada di dalam Perppu ini.
Pemerintah sendiri rupanya telah menampung aspirasi dari masyarakat terkait dengan beragam isu yang diatur dalam UU tersebut, seperti upah buruh dan sertifikasi halal. Setelah ditampung dan diperbaiki, maka masuklah Perppu Cipta Kerja dan telah disahkan DPR. Artinya DPR sepakat dengan substansi Perppu menjadi UU seperti yang diusulkan pemerintah.
Lanjutnya, Prof. Nindyo menjelaskan bahwa terdapat manfaat penting dari pengesahan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 sebagai UU khususnya terkait dengan ease of doing business yang ada di Indonesia. Menurutnya, sebelum adanya regulasi seperti UU Cipta Kerja, kemudahan investasi di Indonesia masih kalah saing dengan negara-negara di ASEAN. UU Cipta Kerja ini telah mewadahi kebutuhan terhadap pertumbuhan ekonomi dan arus iklim investasi yang masuk ke Indonesia.
Dirinya memandang bahwa penggunaan metode Omnibus Law dalam UU Cipta Kerja merupakan hal yang dipandang tepat. Dengan menggunakan metode omnibus tentu saja pemerintah tidak perlu melakukan revisi setiap UU yang terkait sehingga dapat mengaselerasi proses penyusunan regulasi.
Di beberapa sub sektor yang terkait dengan iklim investasi, seperti sektor pertambangan, perikanan dan tentang perizinan dan lainnya telah diakomodir oleh UU Cipta Kerja. Jika setiap UU yang terkait diperbaiki satu-satu tentu saja akan membutuhkan waktu yang panjang.
Selain itu, pemerintah juga harus segera melakukan sosialisasi pasca disahkan menjadi UU oleh DPR. Meski sosialisasi kelihatannya hanya berkunjung memberikan ceramah-ceramah dan pengumuman. Namun jika berbicara tentang pendidian kepada masyarakat supaya taat hukum, maka hal seperti sosialisasi haruslah dilakukan.
Prof. Nindyo juga mengajak kepada berbagai pihak untuk dapat mengkaji serta membaca peroduk hukum tersebut. Hal ini sangatlah penting sehingga masyarakat dapat memahami dampa positif yang diberikan oleh UU Cipta Kerja terhadap sektor perekonomian maupun tenaga kerja.
Sementara itu Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Jakarta, Ibnu Sina Chandranegara menuturkan, persetujuan dari DPR terhadap Perppu Cipta Kerja sebagai UU merupakan tindakan yang konstitusional. Selain itu, pengesahan oleh DPR juga memberikan kepastian hukum yang penting bagi sektor ekonomi maupun pekerja.
Dirinya berharap agar peraturan teknis yang nantinya akan disusun dapat semakin menguatkan kepastian hukum yang sudah diberikan oleh UU Cipta Kerja. Pengesahan tersebut tentu saja telah secara jelas memberikan kepastian hukum dan harus diterbitkan segala peraturan pelaksanaan yang diperlukan untuk mengimplementasikan UU Cipta Kerja. Satu hal yang pasti peraturan pelaksanaan juga harus memberikan perlindungan hak yang harus lebih baik bagi pekerja.
Perlu dipahami pula bahwa UU Cipta Kerja ini bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan yang ada di pusat-daerah, serta mengatasi masalah yang tumpang tindih, apalagi UU ini juga mampu memangkas pasal-pasal yang dinilai tidak efektif. Pengesahan UU Cipta Kerja diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan ekonomi yang baik.
Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, diharapkan mampu mendorong Investasi dengan sistem perizinan yang sederhana. Proses perizinan kegiatan usaha ini telah diubah dari berbasis izin menjadi berbasis risiko. Sistem yang disebut perizinan berbasis risiko bisa didapatkan secara daring melalui Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA).
Dengan dipermudahnya pengurusan izin usaha, tentu saja diharapkan iklim investasi di Indonesia akan membaik. Serta menarik investor lokal maupun asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Peningkatan terhadap nilai investasi tentu saja akan berdampak pada terbukanya lapangan kerja di berbagai sektor, sehingga jumlah pengangguran dapat ditekan. Masyarakat tentu perlu memahami bahwa UU Cipta Kerja telah melewati masa revisi, sehingga kebijakan ini tentu saja telah lebih sempurna dibandingkan draft UU Cipta Kerja sebelumnya.
Keberadaan UU Cipta Kerja merupakan regulasi yang tepat demi menyuburkan investasi serta membuka lapangan kerja. Dengan adanya lapangan kerja tersebut, maka diharapkan banyak tenaga produktif Indonesia dapat terserap dan kesejahteraan dapat meningkat.
)* Penulis adalah Kontributor Persada Institute