Mengawal Sidang MK Dalam Pembuktian PHPU Pileg 2024
Oleh: Rudi Herlambang
Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan sidang pembuktian pada Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), khususnya dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) tahun 2024 ini hingga sebanyak 106 perkara.
Keseluruhan perkara dalam sidang pembuktian PHPU tersebut meliputi pemilihan DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi hingga DPRD Kabupatan atau Kota. Menurut Juru Bicara (Jubir) MK, Fajar Laksono, sebanyak 106 perkara itu akan terus pihaknya gelar selama satu pekan lamanya.
MK akan menggelar sidang lanjutan 106 perkara PHPU Pileg dengan agenda mendengarkan keterangan dari para saksi atau ahli pada tanggal 17 Mei 2024 – 3 Juni 2024. Dalam menangani ratusan perkara tersebut di tahap pembuktian, MK menggunakan format tiga panel. Dengan adanya format tiga panel itu, maka kesembilan hakim MK akan dibagi menjadi tiga untuk menangani sidang pembuktian pada ruangan yang saling berbeda.
Sebanyak 106 perkara tersebut, dalam satu perkaranya memungkinkan untuk setiap pihak diperkenankan menghadirkan hingga sebanyak 6 saksi atau ahli. Tidak sekedar memungkinkan menghadirkan banyak pihak, namun hal tersebut mencerminkan bagaimana MK terus hadir untuk mendengarrkan seluruh keterangan pihak yang bersengketa termasuk juga melakukan pemeriksaan hingga mengesahkan alat bukti tambahan.
Hakim MK, Arief Hidayat mengingatkan semua pihak untuk menyampaikan bukti tambahan mereka dalam Sidang Pileg 2024 dalam waktu setidaknya satu hari sebelum sidang berlangsung dan pada hari kerja. Apabila ternyata terdapat pihak yang melakukan penyampaian namun tidak sesuai, maka hal tersebut akan tetap bisa menjadi bahan pertimbangan tersendiri oleh Majelis Hakim.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengimbau kepada seluruh pihak terkait yang berperkara dalam sengketa Pileg 2024 di MK agar mereka bisa sesegera mungkin menyerahkan semua alat buktinya.
Karena dengan adanya penyerahan alat bukti sesegera mungkin, maka nanti hal tersebut akan langsung mendapatkan respon oleh banyak pihak pada sidang pembuktian berlangsung. Sehingga alangkah baiknya jika pihak yang berperkara mampu mengambil kesempatan emas tersebut untuk menyampaikan alat bukti mereka sebelum sidang pembuktian berakhir.
Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic P. Foekh menjelaskan bahwa jika berbicara mengenai MK, maka sama saja juga dengan membicaraka terkait dengan seperti apa sejarah dari perkembangan lembaga negara dan kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Sebagai informasi, yakni sebelumnya Indonesia pernah menjadikan Mahkamah Konstitusi sebagai pemegang kekuasaan kehakiman. Akan tetapi terhjadi perubahan pada Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang di dalamnya memuat pula bagaimana sistem ketatanegaraan di Tanah Air.
Dengan adanya perubahan tersebut, maka kini kekuasaan kehakiman menyebutkan bahwa keberadaan MK sebagai lembaga negara yang juga sekaligus melakukan kekuasaan kehakiman secara merdeka untuk bisa menyelenggarakan peradilan demi tegaknya hukum dan keadilan pada negeri ini.
Melalui adanya pendekatan secara fungsional yakni check and balances system, maka hakim konstitusi yang berjumlah 9 orang itu sebenarnya bukan hanya membahas perihal perkara jumlahnya dan sekedar untuk menjalankan kewenangannya saja. Melainkan semenjak adanya amandemen dalam UUD 1945, maka menjadikan struktur ketatanegaraan di Indonesia kini sudah tidak lagi secara vertikal.
Melainkan, kini kekuasaan yudikatif, yakni pada MK mampu memiliki fungsi untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif dan legislatif. Bagaimana peranan tersebut menjadikan MK terus berupaya untuk terus menjunjung tinggi berlakunya asas keadilan dan demokrasi di Indonesia.
Karena ada sistem check dan balances tersebut, maka kini Mahkamah Konstitusi juga dapat menjalankan tugasnya berbanding dengan jumlah pembuat Undang-Undang (UU) yang berjumlah ratusan yang terbagi atas beberapa fraksi.
Sejauh ini, pihak MK terus mengalami perkembangan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam menjaga konstitusi serta menjaga demokrasi di Indonesia. Sebagai bangsa yang memiliki prinsip sebagai negara hukum, maka Tanah Air berpedoman pada dasar negara yakni Pancasila dan UUD 1945.
Sebagaimana tertulis dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwkilan.
Pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Maka hal tersebut secara historis mengisyaratkan bahwa praktik berdemokrasi di Indonesia telah melalui beberapa proses, mulai dari mengenal adanya demokrasi parlementer (liberal), demokrasi terpimpin hingga saat ini Tanah Air menjalankan pemerintahan dengan sistem demokrasi Pancasila.
Lantaran menjadi pihak yang mampu menjalankan sistem check and balances bahkan juga mampu mengoreksi berjalannya lembaga eksekutif yakni pemerintah dengan legislatif, MK melanjutkan sidang pembuktian PHPU Pileg 2024 hingga sebanyak 106 perkara.
*) Pengamat Sosial Budaya Indo Persada