Mengenal Rekam Jejak Tim Hukum Prabowo
Oleh : Marco Setiawan )*
Kubu Prabowo tampaknya masih ingin berjuang melalui jalur konstitusional, setelah laporan gugatannya ditolak oleh MK gara – gara tidak melampirkan dokumen yang lengkap. Kali ini Prabowo – Sandi telah membentuk tim hukum yang diharapkan dapat membantu paslon 02 untuk bertarung di Mahkamah Konstitusi agar Prabowo – Sandiaga menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Siapa Denny Indrayana?
Denny mengawali karir sebagai staf pengajar di UGM. Dirinya juga sempat mengambil pendidikan doktor di Australia, buah pikirannya melanglang buana menghiasi media massa, terutama dalam hal korupsi. Setelah menyelesaikan studi kedoktorannya, ia juga ikut mendirikan Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM. Disinilah namanya melambung hingga dilirik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
SBY pun akhirnya memanggil Denny untuk menjadi staf khusus Presiden pada usia 34 tahun, karirnya menanjak hingga menjadikan Denny sebagai Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) dan terakhir ia pun tercatat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM. Saat menjadi wakil menteri, dirinya terbelit pernyataan ‘pengacara koruptor adalah koruptor’. Oleh apa yang ia katakan, akhirnya kecamanpun datang padanya, hingga Denny minta maaf.
Setelah masa tugas SBY berakhir, pesona Denny kian meredup, bahkan Denny yang dulunya aktifis anti korupsi, malah terjerat menjadi tersangka kasus korupsi payment gateway Kemenkumham. Status tersangka tersebut pun masih Denny Sandang sampai saat ini. Payment Gateway adalah sistem pembayaran pembuatan paspor secara online pada 24 Maret 2015 di kementeriannya.
Ia sendiri juga dilaporkan, dengan tuduhan, telah melakukan korupsi daring dalam proyek payment. Hukum dan HAM sudah lebih dari setahun diusut oleh Badan Reserse Kiriminal Polisi namun tak kunjung menemui titik terang guna menjerat Denny. Meski demikian, Denny juga berhasil mendapatkan karier akademik yang tak terbendung, dimana ia berhasil meraih gelar profesor di bidang hukum tata negara di usia 38 tahun.
Saat ini Denny sudah tidak tercatat sebagai dosen UGM dan gelar profesornya tidak lagi bisa dipakai. Dirinya memilih murni menjadi pengacara dengan mendirikan kantor hukum. Nama Denny pun muncul sebagai pengacara dalam kasus korupsi yang menyeret megaproyek Meikarta. Dimana ia menjadi kuasa hukum pengembang proyek meikarta. Ia juga mengatakan bahwa dirinya memiliki alasan tersendiri mengapa rela menjadi Pengacara PT Mahkota Sentosa Utama (MSU).
“Personal, sayangnya saya tidak bisa paparkan apa alasan personal itu,” ujar Denny.
Selain itu salah satu kontroversial konyol adalah ketika ia menjabat sebagai Wamenkumham, dimana saat itu ia mengatakan bahwa terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman tidak perlu menunaikan sholat ied.
“Shalat ied itu sunnah, drinya merupakan bandar narkoba yang sedang diisolasi,” tuturnya melalui lini massa Twitter pada 9 Agustus 2013.
Siapa Bambang Widjojanto ?
Bambang Widjojanto mulai muncul pada zaman Presiden Soeharto, dimana saat itu ia memiliki kiprah yang gigih dan tak kenal takut membela hak asasi manusia terutama pada zaman Soeharto. Namun Bambang Widjojanto juga memiliki track record negatif, dimana kala itu penegakan hukum ketika menghadirkan saksi palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat pada tahun 2010.
Dalam kasus deponering tersebut, Fadli Zon termasuk yang sangat vokal dalam memprotes Jaksa Agung karena mengesampingkan perkara BW. Namun saat ini kita bisa melihat bahwa mereka berdua berada di kubu yang sama untuk membela Prabowo – Sandiaga. Menurut Politisi Hanura Inas Nasrullah, pada saat itu Fadlu sempat memprotes penghentian kasus BW yang dinilainya terlalu dipaksakan, padahal perlu ada kepastuan dan penegakan hukum atas kasus tersebut.
“Sekarang apakah Fadli Zon tetap menuntut kepastian hukum kasus BW dulu?” tutur Inas.
BW juga sempat mengatakan perihal rezim yang korup, hal itu diungkapkan BW saat mendaftarkan gugatan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pilpres2019 ke Mahkamah Konstitusi. Namun hal tersebut ditepis oleh Thony Saut Situmorang (Pimpinan KPK), dimana merujuk pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Jika melihat dari IPK, itu artinya apa yang dikatakan BW salah, sebab IPK Indonesia melonjak, dan hal tersebut tentu menunjukkan bahwa angka korupsi di Indonesia menurun.
)* Penulis adalah pengamat sosial kemasyarakatan