Polemik Politik

Beribadah di Rumah Putus Rantai Penyebaran Covid-19

Oleh : Ismail )*

Kebijakan untuk beribadah di rumah saja ternyata mendapatkan penolakan dari segelintir orang yang memaksakan diri untuk tetap tarawih di masjid, sehingga berpotensi meningkatkan penularan Covid-19. Masyarakat pun diimbau untuk tetap beribadah di rumah guna memutus mata rantai penularan Covid-19.

            Membandingkan pasar yang tetap buka dan masjid yang tutup tentu saja sebuah kesalahan. Perlu diingat bahwa pasar atau atm tetap buka karena sebuah keterpaksaan akan adanya kebutuhan pangan.

            Sedangkan beribadah di rumah dalam kondisi pandemi ini tentu menjadi sesuatu yang diperbolehkan. Jika berada di masjid tentu saja potensi kerumunan akan tetap ada jika didalamnya dilaksanakan sholat berjamaah, physical distancing pun akan dilanggar oleh para jamaah.

            Kebijakan untuk beribadah dirumah saja tentu tidak hanya berlaku bagi umat muslim, tetapi semua agama dan semua tempat ibadah.

            Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin meminta kepada seluruh umat muslim di Indonesia untuk bersabar dengan tidak pergi ke rumah ibadah demi mengurangi penyebaran virus covid-19. Ma’ruf pun mengakui bahwa ujian kesabaran yang dihadapi umat muslim kali ini jauh lebih berat daripada masa sebelumnya.

            Ma’ruf Amin juga berharap agar momen ramadhan kali ini bisa dijadikan sebagai pengingat dan peningkat kesabaran serta keikhlasan seluruh umat Islam untuk menjaga diri dan menghindari bahaya bagi diri sendiri dan orang lain.

            Hal tersebut penting agar puasa tidak hanya membawa manfaat bagi individu, tetapi juga bagi orang lain  di sekitarnya.

            Ajakan untuk beribadah di rumah tentu menjadi salah satu upaya untuk menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dengan tidak melaksanakan tarawih di masjid, tentu hal ini merupakan salah satu upaya aktif umat muslim untuk memutus penularan covid-19.

            Pada kesempatan berbeda, Presiden RI Joko Widodo juga telah menegaskan, meski covid-19 tidak tahan lama di udara lembab dan panas sesuai penelitian terbaru, warga diminta tetap disiplin untuk menjalankan protokol kesehatan, utamanya dengan tetap menggunakan masker, rajin cuci tangan dan tetap beribadah di rumah.

            Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Baidowi mengatakan, para ulama yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) diharapkan bisa melakukan upaya persuasif kepada para pengurus masjid.

            Masduki juga telah mengungkapkan, fatwa MUI sudah menegaskan bahwa untuk daerah zona merah tidak diperbolehkan untuk berkumpul dalam jarak dekat seperti shalat berjamaah di masjid atau mushola.

            Masduki juga menambahkan, Wapres Ma’ruf Amin berharap agar para ulama senantiasa mengajak aparat keamanan untuk melakukan pendekatan lunak terhadap mereka yang tetap membandel.

            Di tengah pandemi covid-19, kedisiplinan terhadap penerapan physical distancing menjadi kunci sukses berhasil atau tidaknya suatu wilayah dalam mengatasi pandemi covid-19.

            Sekjen MUI KH Anwar Abbas menegaskan imbauan untuk tidak melaksanakan shalat tarawih di masjid tidak hanya dilakukan dengan pendekatan agama. Imbauan dengan pendekatan kesehatan juga tak kalah penting untuk diterapkan.

            Menurutnya, dalam pendekatan dan edukasi dari para tenaga kesehatan, tentunya akan disampaikan mengenai cara penyebaran covid-19 dan dampak yang bisa terjadi kalau tertular.

            Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan Ibadah dalam situasi terjadi wabah covid-19, terdapat ketentuan hukum untuk orang sehat dan orang yang belum diketahui terpapar covid-19 atau tidak.

            Perlu kita ketahui juga, isi dari fatwa tersebut adalah, jika seseorang berada dalam kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia boleh meninggalkan shalat jum’at, dan sebagai gantinya ialah dengan menunaikan shalat dzuhur di tempat kediaman.

            Lantas bagaimana dengan hadis “siapa meninggalkan tiga kali shalat jumat tanpa uzur, niscaya ia ditulis sebagai orang kafir/munafik (H.R at-Thabarani)

            Hal ini ditanggapi oleh Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menyampaikan pandangan tentang Pelaksanaan Shalat Jumat di daerah terjangkit covid-19, bahwa orang yang tidak melaksanakan shalat jumat 3 kali karena uzur covid-19 tidak termasuk ke dalam golingan orang yang dimaksud dalam hadis sebagai orang kafir.

            Pandemi covid-19 tentu ujian yang harus dilalui dengan kesabaran, himbauan untuk senantiasa beribadah di rumah bukan lantas himbauan untuk menjauhkan diri dari Sang Pencipta, tetapi himbauan tersebut ada karena perlunya peran seluruh masyarakat untuk memutus rantai penyebaran covid-19.

)* Penulis adalah kontributor milenial muslim bersatu

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih