Mengutuk Kekejaman KKB Papua
Oleh: Abner Wanggai )*
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua terus meneror dan melukai masyarakat, tidak terkecuali anggota TNI/Polri. kali ini korban datang dari Batalyon Infanteri Raiders 400 yang mengkibatkan satu personel TNI tersebut gugur. Masyarakat pun mengutuk kekejaman KKB Papua tersebut yang tidak mengindahkan rasa kemanusiaan.
Permasalahan pandemi ini agaknya tak cukup membuat pusing pemerintahan hingga rakyatnya. Kini datang lagi kepelikkan serta intimidasi pihak KKB yang seolah tak ada habisnya. Intimidasi yang diwujudkan dengan beragam kekerasan, bentrok hingga jatuh korban.
Ketenangan serta angin segar diwaktu lalu ini seolah tak ada artinya. Deklarasi jika Papua telah menjadi wilayah NKRI, nyatanya masih diingkari oleh kelompok separatis tersebut. Masih ingat Beni Wenda? Ya, pentolan OPM yang mengatasnamakan HAM bersembunyi dibalik ketiak orang asing. Setelah membuat cukup banyak kekacauan.
Tak terhitung lagi berapa kerusuhan yang digelar. Mulai dari pembakaran hingga pembantaian. Bahkan, ratusan nyawa melayang percuma. Tak hanya warga sipil atau asli Papua. Para pendatang hingga TNI-POLRI banyak yang gugur di sana.
Demi apa? Mempertahankan keamanan, ketenangan serta menggegam erat Papua sebagai bagian dari ibu pertiwi. Pun dengan beragam konsolidasi, perjanjian hingga aneka pertemuan. Namun, pengingkaran demi pengingkaran selalu mereka lakukan kembali.
Menimbulkan gonjang-ganjing serta bentrok disana-sini. Masyarakat merasa diintimidasi, warga asli yang mendiami pulau hitam ini seolah tak lagi punya tempat pijakan. Mereka juga perangkat pemerintahan, TNI-POLRI bak musuh yang kudu dibasmi.
Lantas, masihkah KKB ini berhak menyebut telah mengedepankan HAM? Pantaskah jika semua harus dibayar mahal, dengan nyawa sekalipun?
Berita duka berikut datang kembali dari personil batalyon infanteri Raider 400. Atau yang biasa disebut Banteng Raiders. Yang mana datang dari Kodam IV Diponegoro. Lagi-lagi pahlawan negara ini gugur saat terjadinya bentrokan dengan pihak KKB.
Prajurit elite yang diketahui bernama Prada Agus Kurniawan, gugur. Tepatnya di daerah Titigi, Sugapa di Kabupaten Intanjaya, Papua. Diberitakan jika bentrok senjata ini terjadi di hari Minggu siang. Sekitar 10 Januari 2021 waktu setempat.
Prada Agus mengalami luka tembak saat kejadian tersebut berlangsung. Jenazah kemudian dievakuasi menuju Timika guna diterbangkan menuju kampung halaman. Dengan menggunakan helikopter milik TNI-AU.
Prada Agus bukanlah korban satu-satunya dalam bentrok yang baru-baru ini terjadi. Bahkan, sekitar November 2020 lalu seorang prajurit Yonif Raider 400/BR. Juga dikabarkan mangkat saat kejadian ini berlangsung.
Pasukan berikut ditengarai ditugaskan sebagai satuan pengamanan perbatasan mobile RI-Papua Nugini. Yang mana telah mulai diberangkatkan dari markas asal di Srondol, Kota Semarang Jawa Tengah. Tepatnya pada tanggal 25 Agustus lalu tahun 2020.
Duka mendalam tentu tak hanya dirasakan pihak sanak-famili. Negara hingga aparatur pemerintahan serta rakyat Indonesia juga merasakan kehilangan. Prajurit yang berjuang di garda terdepan didaerah perbatasan harus meregang nyawa.
Kekejian pihak separatis semacam KKB ini agaknya tak kenal rasa takut. Mereka terus mengirimkan sinyal-sinyal kejahatan. Tak peduli dengan keselamatan. Seolah mengancam, jika apa yang mereka ingini tak diwujudi maka siap membasmi siapapun yang menghalangi.
Yang demikian ini sudah masuk dalam tindak kejahatan kelas tinggi. Oknum-oknum yang selalu mengatasnamakan HAM, nyatanya membuat keonaran hingga menyuguhkan rasa sakit tak terperi. Apa yang mereka inginkan seharusnya telah jelas terpampang jawabannya. Kenapa ngotot?
Baku hantam, baku tembak hingga banyak saudara kita yang gugur di pulau hitam. Seolah menjadi tumbal, berdirinya negeri separatis. Lantas, apakah pemerintah tinggal diam? Tidak!
Pemerintah kini masih mati-matian menyusun strategi. Mulai dari pendekatan, hingga langkah lain yang mungkin saja mampu menciptakan suasana yang kondusif lagi. Namun, jika hal demikian ini agaknya tak mampu membantu. Tentunya KKB wajib dibasmi.
Mengutuk kekejaman kaum separatis ini belum cukup. Jika harus dibandingkan dengan banyaknya pihak yang jadi korban. Komplotan-komplotan macam ini perlu diburu. Mereka perlu dijejali empati, simpati hingga rasa cinta. Yang harusnya tetap ada di setiap sanubari.
Sehingga, kesadaran dan toleransi tercipta sedari dini. Namun, jika empati ini telah musnah berganti dendam. Hilang sudah hati nurani. Dan nyawa yang telah pergi tak ada artinya lagi.
KKB serta aneka kelompok separatis memang harusnya diburu. Yang begini tentu meresahkan warga asli maupun pendatang. Sebab mereka tak memiliki rasa takut sekalipun, bahkan saat kematian menjelang.
Akhir kata, turut berduka cita atas gugurnya prajurit pahlawan bangsa. Yang mana pengorbanan mereka tak tergantikan oleh apapun. Semoga pemerintah segera bisa membumihanguskan kelompok-kelompok tak berperikemanusiaan ini.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta