Menilik Arogansi Prabowo dan Keramahan Jokowi
Penulis : Ahmad Harris*
Menjelang Pilpres 2019, tensi politik di Indonesia kian memanas. Adu argumen antar pendukung kandidat tidak dapat terhindarkan. Baik visi misi, program hingga kekurangan calon Presiden tak luput dari pembahasan dan perbandingan masyarakat dalam memilih. Sah-sah saja jika yang dibahas berkaitan dengan kekurangan kinerja maupun program. Sayangnya, tak jarang elit politik maupun masyarakat melibatkan kekurangan dan kelebihan jasmani dari salah seorang calon. Sebagai contoh, Prabowo yang terlihat memiliki karakter gagah dan arogan. Sedangkan Jokowi lebih ramah dan santun. Berbagai perbandingan serupa lambat laun berujung pada istilah pemimpin militer dan pemimpin sipil dimana pemimpin militer selalu dinilai sebagai sosok yang tegas.
Pendapat tersebut tentu harus diakui kebenarannya oleh masyarakat Indonesia. Namun, jika dilihat dari sosok Pak Prabowo, tampaknya ketegasan dan disiplin seorang militer tidak tercermin didalam kepribadiannya. Dalam surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor : KEP/ 03/ VIII/1998/DKP, disebutkan bahwa Prabowo Subianto dijatuhkan hukuman administrasi berupa diberhentikan dari dinas keprajuritas. Terdapat beberapa alasan atas pemberhentiannya, salah satunya ialah ketidakdisiplinan sosok Prabowo dalam memperhatikan sistem operasi, hierarki dan hukum yang berlaku di lingkungan ABRI. Selain itu, adanya inisiatif untuk melakukan tindak pidana berupa penculikan terhadap aktivis juga menjadi salah satu faktor keluarnya sanksi tersebut.
Melalui fakta tersebut, tentu dapat dibedakan apakah Prabowo merupakan sosok militer yang menjalankan tugas sesuai dengan keinginannya. Tentu jika dasar pelaksanaan tugas seorang pemimpin adalah keinginan, bukan tidak mungkin represifitas dan kekerasan terhadap masyarakat akan kembali terjadi saat kepentingan masyarakat tidak sesuai dengan keinginan pemimpin. Agaknya tidak terlalu berlebihan jika ada yang mengatakan demokrasi akan tumbang jika Prabowo menang. Lantas, apakah Indonesia akan kembali mengulangi masa-masa orde baru jika Prabowo menang? Akankah kebebasan pers hingga demokrasi akan hilang? Wallahua’lam. Meskipun begitu, kita perlu menerima kenyataan bahwa rekam jejaknya dalam penculikan aktivis belum tentu terjadi jika ia menjabat sebagai Presiden di Indonesia.
Tentu, kita tidak ingin terjebak dalam drama gagah-gagahan penampilan Pak Prabowo mengingat ada substansi yang lebih penting, yaitu kesejahteraan bangsa. Meski tak terlihat segagah Pak Prabowo, perhatian Pak Jokowi terhadap Papua cukup melekat di hati saya. Salah satu desa di Papua, desa Ampas, baru mendapatkan suplai listrik pada tahun 2016 setelah 71 tahun merdeka. Contoh itu, hanya satu dari sekian banyak perhatian Jokowi pada Papua. Tanpa batas, dalam salah satu kesempatan, Ia bahkan menggendong putra terbaik dari Pulau tersebut sembari menyapa penduduk dengan sikap ramah dan santun. Melihat peristiwa tersebut, lantas saya bertanya, siapakah yang akan terpilih, pemimpin dengan segala kegagahannya atau pemimpin yang penuh cinta dan ramah tamahnya?
*) Mahasiswa FISIP Universitas Dharma Agung